Salin Artikel

Makam Sunan Bonang dan Tradisi Bubur Suro

KOMPAS.com - Makam Sunan Bonang adalah salah satu tujuan wisata sejarah dan religi yang ada di Kabupaten Tuban.

Hal ini karena Sunan Bonang adalah salah satu anggota Wali Songo yang berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa.

Sosok Sunan Bonang yang memiliki nama asli Raden Makdum Ibrahim adalah putra dari Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Ibunya bernama Nyai Ageng Manila (Dewi Condrowati), yang merupakan putri dari Bupati Tuban, Arya Teja.

Sunan Ampel dikenal sebagai pendiri Pesantren Ampeldenta, sehingga pendidikan agama diperoleh Sunan Bonang dari ayahnya sendiri.

Pendekatan yang dilakukan Sunan Bonang dalam berdakwah memanfaatkan kebudayaan dan tradisi yang telah ada di masyarakat.

Selain dengan kebudayaan, Sunan Bonang juga dikenal sebagai wali yang berdakwah menggunakan berbagai kesenian termasuk seni musik dan seni sastra, termasuk gamelan.

Salah satu cerita ajaran tasawuf Sunan Bonang yang populer adalah "Tombo Ati yang dibuat dalam bentuk lagu atau tembang.

Sunan Bonang wafat di usia 60 tahun pada tahun 1525, dan makamnya dipercaya berada di empat tempat, yaitu di Tuban, Lasem, Bawean, dan Madura.

Saat ini, makam Sunan Bonang yang paling banyak dikunjungi adalah di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Kompleks Makam Sunan Bonang

Kompleks makam Sunan Bonang terletak di Dusun Kauman, Desa Kutorejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Lokasinya berada di belakang Masjid Jami’ Tuban dengan keberadaan kompleks makam yang terbagi menjadi tiga halaman.

Tiga halaman yang membujur dari arah utara-selatan dikelilingi pagar tembok dengan empat gapura.

Dihalaman pertama terdapat gapura berbentuk semar tinandu yang terbuat dari susunan bata berplester dan beratap sirap.

Pada ambang pintunya terdapat angka tahun 1383 H dan 1749 Muharram, dengan dinding terawang (jalusi) bermotif kawung di kanan-kiri pintu.

Di halaman pertama juga terdapat dua buah pendopo kecil berbentuk sinom.

Sementara di halaman kedua di sisi selatan terdapat gapura paduraksa terbuat dari susunan balok tras dengan pintu kayu serta dua buah pendopo rante.

Pada pendopo rante yang terletak di timur terdapat candra sengkala “Loro gajah angapit kala” yang dibaca 2821 atau 1282 Muharram.

Pada halaman kedua juga terdapat 27 benda cagar budaya bergerak, dua buah yoni di dekat pendopo, dan makam-makam di sebelah utara halaman.

Di halaman ketiga terdapat gapura paduraksa terbuat dari susunan balok tras yang dilengkapi pintu kayu.

Di halaman ketiga inilah terletak makam Sunan Bonang yang di dalam cungkup dengan nisan pada bagian kepala makam dihias bentuk surya.

Selain itu terdapat pula makam-makam kuno termasuk kerabat dan santri Sunan Bonang yang telah bercampur dengan makam-makam baru.

Tradisi Bubur Suro di Kompleks makam Sunan Bonang

Pada tiap menjelang Bulan Ramadhan, jumlah peziarah wisata religi di kompleks makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban akan meningkat signifikan.

Biasanya peziarah akan duduk bersimpuh dan membaca yasin, tahlil, serta doa bersama yang dipandu ketua rombongan masing-masing.

Selain itu, setiap sore jelang Ashar selama bulan Ramadhan tepatnya di depan Masjid Astana, akan dibagikan bubur suro Sunan Bonang.

Bubur ini akan dibagikan sebagai takjil bagi para peziarah di makam Sunan Bonang, musafir, dan warga sekitar.

Tradisi membuat dan membagikan bubur suro yang konon merupakan kuliner warisan turun temurun sejak zaman dulu itu, hingga kini masih dilestarikan.

Sumber:
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
cagarbudayajatim.com  
tubankab.go.id  
tribunnews.com  
kompas.com (Penulis : Verelladevanka Adryamarthanino, Editor : Tri Indriawati) 

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/11/224917778/makam-sunan-bonang-dan-tradisi-bubur-suro

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke