Salin Artikel

Kebangkrutan Pabrik Rokok Berusia 73 Tahun dan Ketidakpastian Hak Buruh

Siang itu, nenek tiga anak dan dua cucu ini, bersama ratusan rekan-rekannya sesama buruh pabrik rokok PT Bokor Mas dan PT Pura Perkasa Jaya, menghadiri sosialisasi di area pabrik PT Bokor Mas, tempat ia sudah bekerja sebagai buruh borongan sejak era 1970-an.

PT Pura Perkasa Jaya adalah pabrik rokok yang masih dalam satu manajemen dengan PT Bokor Mas yang juga berstatus pailit.

Paparan dari pihak perusahaan, kurator dalam penyelesaian pailit, dan juga pihak-pihak lain dalam sosialisasi itu membuatnya tidak bersemangat.

Pihak kurator, misalnya, menyebutkan utang PT Bokor Mas, PT Pura Perkasa Jaya, dan PT Universal Strategic Alliance yang semuanya berada dalam satu atap manejemen, sebesar Rp 800 miliar.

Padahal aset perusahaan yang tersisa mungkin nilainya berada di bawah tanggungan yang harus dibayarkan oleh ketiga perusahaan.

“Saya sudah lama bekerja di perusahaan ini. Jadi tolong saya diberi pesangon,” ujar Sudarsih di temui di lokasi sosialisasi.

Meski nilai pesangon yang diharapkan sangat kecil dibandingkan angka ratusan miliar rupiah yang dipaparkan kurator, baginya pesangon akan sangat berarti baik secara ekonomi maupun psikologis.

Mendapatkan pesangon, bagi Sudarsih akan memberikan dirinya satu bentuk penghargaan dari manajemen dan pemilik PT Bokor Mas atas puluhan tahun pengabdiannya sebagai buruh.

“Ya tetap penginnya dapat pesangon. Saya bekerja di Bokor Mas sejak saya masih perawan sampai punya cucu,” tuturnya.

Harapan serupa disampaikan Suharti, tetangga Sudarsih di Bendogerit yang kini berusia 59 tahun. Suharti sudah bekerja selama 45 tahun sejak 1978 di PT Bokor Mas sebagai buruh borongan di bagian pengepakan.

“Tadi teman-teman sempat panas masalah pesangon karena sudah lama kami bekerja. Pesangon tidak besar, tidak penuh tidak apa-apa, yang penting disangoni,” ujarnya.

Menurut Suharti, pesangon dan hak-hak lain dari pekerja penting sekali artinya buat dirinya dan ratusan pekerja dari dua pabrik rokok yang mengalami kepailitan itu.

Kata dia, pesangon mungkin akan digunakan untuk modal usaha kecil setelah perusahaan tempat mereka bekerja selama puluhan tahun bangkrut.

“Mungkin juga buat bayar utang. Karena sudah sekitar 10 bulan ini kami dirumahkan dan hanya mendapatkan 25 persen dari upah harian,” ujar Suharti yang mengaku sejak dirumahkan menerima Rp 14.800 per hari dari PT Bokor Mas.

Menurut Suharti, ratusan buruh yang lebih dari 90 persennya kaum perempuan itu rata-rata sudah bekerja di perusahaan tersebut selama puluhan tahun dengan masa kerja paling pendek 20 tahun.

Pemilik perusahaan kemudian mendirikan perusahaan baru PT Pura Perkasa Jaya yang masih bergerak di industri rokok dengan pabrik di Jalan Anggrek, Kota Blitar. Selanjutnya, didirikan lagi PT Universal Strategic Alliance yang bergerak di bidang selain produksi rokok. Ketiganya, berada di bawah satu payung korporasi.

Pabrik rokok dengan merk dagang Bokor Mas yang membidik segmen perokok menengah ke bawah dan pasar utama di luar Pulau Jawa itu pernah mengalami masa kejayaan di era 1990-an.

General Manager PT Bokor Mas Didik Nur Wahyudi menyebut bahwa perusahaan mulai mengalami kemunduran setelah era 2010-an setelah roda perusahaan dikendalikan oleh generasi kedua dari pendiri.

Dengan kinerja keuangan yang semakin buruk, perusahaan mendapatkan pukulan berat selama pandemi Covid-19 yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat.

Pada saat yang sama, beban produksi meningkat seiring dengan terus naiknya cukai rokok yang diterapkan Pemerintah.

“Perusahaan kalah bersaing di pasaran. Apalagi, untuk segmen kelas menengah ke bawah, produk kami mendapat tekanan berat dari rokok ilegal yang merajalela,” ujar Didik.

Mulai awal 2022, perusahaan secara bertahap mulai mengurangi jam kerja buruh terutama buruh harian dan borongan.

Akhirnya, antara September–Oktober, seluruh pekerja harian dan borongan dirumahkan dengan perusahaan memberikan uang tunggu sebesar 25 persen dari penghasilan rata-rata harian pada kondisi normal.

Menurut Didik, total buruh PT Bokor Mas yang beroperasi di Kota Blitar dan Mojokerto lebih dari 1.000 orang, ditambah beberapa ratus buruh pabrik rokok PT Pura Perkasa Jaya di Kota Blitar. Selain itu, terdapat sekitar 50 pegawai tetap.

Ketika ratusan buruh PT Bokor Mas dan PT Pura Perkasa Jaya mulai menuntut kejelasan status mereka dengan mengadu ke Pemerintah dan DPRD Kota Blitar, pihak perusahaan melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak dapat mengambil sikap apapun terkait tuntutan para buruh lantaran perusahaan sedang dalam masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Juru bicara tim kuasa hukum M Syahrian Pratidina mengatakan pada Juli lalu bahwa dua kreditur separatis yang merupakan perusahaan perbankan menggugat pailit ketiga perusahaan yang masih saling terafiliasi itu ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sejak pertengahan 2023.

Hasil dari proses PKPU itu akhirnya final pada rapat kreditur pada 28 Agustus lalu yang memutuskan menolak proposal perdamaian yang diajukan perusahaan sehingga ketiga perusahaan termasuk PT Bokor Mas dan PT Pura Perkasa Jaya dinyatakan dalam status pailit.

Dengan demikian, di bawah kendali tim kurator yang ditunjuk para kreditur dan Pengadilan Niaga, aset-aset yang dimiliki perusahaan harus dilikuidasi guna membayar tanggungan perusahaan terutama utang ke para kreditur.

Salah satu anggota tim kurator Sururi menyebutkan bahwa total utang dari tiga perusahaan itu sebesar Rp 800 miliar, terdiri dari Rp 600 miliar utang ke tiga bank swasta dan Rp 200 miliar utang ke para distributor dan suplier.

Di sisi lain, lanjutnya, nilai dari 18 aset perusahaan yang masih tersisa belum tentu cukup untuk melunasi utang-utang perusahaan.

“Investor yang berniat mengakuisisi perusahaan membuat appraisal aset perusahaan sebesar Rp 300 miliar. Tapi sebelumnya, ketika perusahaan mengajukan pinjaman perbankan, appraisal asetnya Rp 900 miliar,” kata Sururi di sela sosialisasi status pailit kepada ratusan buruh di Blitar, Senin (4/9/2023).

Menurutnya, tim kurator akan melakukan appraisal ulang atas aset-aset perusahaan guna mengetahui berapa nilai sebenarnya dari aset yang dimiliki perusahaan.

Prioritas pertama, kata dia, adalah kreditur preferen dalam konteks PKPU yang terdiri dari komponen pajak dan gaji pekerja yang tertunggak.

Prioritas kedua, lanjutnya, adalah kreditur separatis yang dalam konteks PKPU PT Bokor Mas dan saudara perusahaannya berupa tiga perusahaan perbankan.

“Pesangon pekerja ini masuk di kreditur konkuren bersama dengan tagihan dari para distributor dan supplier,” terang Sururi.

Padahal, mayoritas dari aset-aset berupa tanah dan bangunan selama ini telah diagunkan ke tiga perusahaan perbankan yang merupakan kreditur separatis.

Meski demikian, Sururi mengklaim bahwa tim kurator akan menempuh satu mekanisme khusus dalam proses penyelesaian kepailitan ini dengan mengalokasikan 5 persen hasil likuidasi aset yang dikuasai kreditur separatis untuk membayar sebagian dari nilai pesangon buruh.

Anggota DPRD Kota Blitar Ridho Handoko yang mengeklaim terus mendampingi buruh PT Bokor Mas dan PT Pura Perkasa Jaya mengatakan kepada para buruh yang hadir pada sosialisasi kepailitan perusahaan bahwa perjuangan untuk mendapatkan hak-hak mereka sebagai pekerja masih panjang.

Ridho merujuk pernyataannya pada proses negosiasi antara tim kurator dan kreditur separatis yang menguasai aset-aset perusahaan yang diperkirakan akan berlangsung alot.

Kepada wartawan usai sosialisasi, Ridho menyatakan akan terus mendampingi para buruh untuk mendapatkan hak-hak mereka jika perlu dengan menduduki aset-aset perusahaan yang ada di Kota Blitar guna memastikan adanya alokasi hasil penjualan untuk pembayaran pesangon.

“Kalau perlu kita duduki saja aset-aset dari pabrik ini jika terjadi proses likuidasi yang mengancam tidak terbayarnya hak-hak pekerja,” tegas Ridho.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/05/073157678/kebangkrutan-pabrik-rokok-berusia-73-tahun-dan-ketidakpastian-hak-buruh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke