Salin Artikel

Menyoal Kematian Santri di Lamongan, Pihak Ponpes Bantah Ada Penganiayaan, tapi Tubuh Korban Ada Luka

Diduga ia tewas karena dianiaya. Kematian korban diketahui oleh orangtua korban, Basuni (38) pada Jumat pukul 06.30 WIB.

Saat itu wali kelas korban, NS datang ke rumah Basuni untuk memberi tahu kondisi MHN yang masuk ke RS Suyudi Paciran.

Di rumah sakit, Basuni mendapati anaknya telah meningal dunia dan ditemukan sejumlah luka di tubuh korban.

Basuni pun membuat laporan ke Polres Lamongan dan memohon otopsi untuk mengetahui penyebab kematian korban.

Ponpes sebut korban sakit

Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan MTs Tarbiyatut Tholabah Muhammad Fatih mengatakan, MHN masih mengikuti proses kegiatan belajar mengajar seperti hari biasanya pada Selasa, Rabu, dan Kamis.

Namun MHN mengeluhkan sakit saat jam pelajaran ketujuh dan kedelapan, Kamis (24/8/2023).

"Mengaku sakit itu Kamis, sekitar pukul 11.30 WIB, lalu diminta istirahat di kamar pengurus pondok," kata Fatih

MHN kemudian diminta istirahat di kamar pengurus dan tidak harus pulang karena ia santri yang bermukim di pondok pesantren.

Menurunya, saat istirahat di kamar pengurus, MHN tidak sendirian dan ditemani oleh siswa lain yang juga skaiyt.

Sementara itu Ketua Pondok Putra, Danang Eko Saputra membenarkan bahwa MHN diketahui meninggal pada Jumat (25/8/2023), saat menjelang salat subuh.

"Saya bangunkan, ternyata tidak merespons dan badannya sudah kaku," ungkap Danang.

Ia mengatakan korban sempat diberi obat saat dirawat di kamar pengurus.

"Saya tanyakan, katanya sudah dikasih obat," katanya.

Karena tak ada respon, korban pun dilarikan oleh Danang dan pengurus lainnya ke dokter di Desa Kranji.

"Hasil pemeriksaan dokter, baru dipastikan kalau MHN sudah meninggal," kata Danang.

Janazah MHN sempat dibawa kembali ke pondok pesantran. Namun atas musyawarah pengurus dan petunjuk kiai pengasuh, korban dibawa ke RS Suyudi.

"Pagi itu juga saya bersama wali kelas 1 MTs, Pak Nur Salim ke rumah orang tua siswa di Pambon Brondong," jelasnya.

Kepada orang tua korban, Basuni, Danang dan Nur Salim menginformasikan kalau MHN sedang ada di RS Suyudi.

"Kami hanya menyampaikan kalau putra pak Basuni ada di RS Suyudi," kata Danang.

Danang memastikan tidak ada dugaan penganiayaan terhadap almarhum. Menurutnya MHN sempat mencuci baju dan masih bercanda dengan temannya yang berinisial N.

"Jadi tidak ada perkara apa-apa. Mereka guyon, seperti guyonan anak-anak pondok," ucapnya.

Soal ada luka di selangkangan korban, menurut Danang itu terjadi karena gatal-gatal dan sering digaruk.

"Jadi lecetnya karena sering digaruk," ungkap Danang.

Pihaknya telah menyerahkan penanganan kematian korban ke polisi. Namun dari hasil ivestigasi internal, pihak pondok tak menemukan dugaan yang mengarah ke penganiayaan.

Danang membantah informasi yang berkembang MHN ditemukan meninggal dunia di salam kelas.

"Tidak di kelas, tapi di kamar pengurus," tegas Danang.

Danang atas nama pengurus juga meminta maaf kepada keluarga korban saat pemakaman pada Jumat (25/8/2023) malam.

"Sekitar pukul 20.00 WIB sudah dibawa pulang dan dimakamkan," tandasnya.

Polisi periksa 40 saksi

Terkait kematian MHN, polisi telah memeriksa 17 saksi dari santri hingga pengajar di ponpes pada Senin (28/8/2023).

"Hari ini ada 17 saksi yang sedang dimintai keterangan oleh penyidik," kata Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda Anton Krisbiantoro, Senin.

Pemeriksaan saksi dilanjutkan pada Rabu (30/8/2023. Total ada 40 saksi yang diperiksa dan 10 di antaranya dimintai keterangan di Polsek Paciran.

Namun sejauh ini masih dalam pendalaman dan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Dikutip dari Surya.co.id, sebelum sakit, MHN diketahui sering mengantuk, Bahkan ia kerap ketiduran saat jam pelajaran berlangsung di dalam kelas.

Diduga kantuknya korban dipengaruhi dugaan adanya tumor di kepala korban. Saat ketiduran, korban dibangunkan dengan cara disundul kepalanya oleh rekannya.

Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda Anton Krisbiantoro saat dikonfirmasi mengatakan, penyidik masih bekerja untuk menuntaskan perkara ini.

"Ada 40 saksi yang dimintai keterangan," katanya.

Penyidik telah melibatkan banyak ahli, termasuk dokter forensik untuk membaca hasil CTscan jenazah.

Saat ditanya apa benar hasil penyelidikan sementara ini sudah mengarah pada dua nama, Anton menandaskan hal itu masuk ranah penyidik.

"Sabar, penyidik masih terus bekerja," pungkasnya.

Naik ke penyidikan

Kasus kematian MHN sudah ditinkatkan ke penyidikan dan berarti ada dugaan tindakan pidana.

"Itu artinya dalam perkara ini ada dugaan tindak pidana. Pada Kamis (31/8/2023) kemarin, kami mendapat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), bahwa perkara ini sudah ditingkatkan ke penyidikan," ujar Ketua Tim LBH IKA Unitomo, Dedy Wisnu Nasution di Mapolres Lamongan, Jumat (1/9/2023) siang.

Dengan naik penyidikan, sudah ada unsur tindak pidana dengan tiga alat bukti awal.

Tim LBH mendapat surat pemberitahuan SPDP, nomor SPDP /140/VIII/RES 1.6/2023 SATRESKRIM. Karena itu pihaknya mendatangi Polres Lamongan untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut.

Tim juga mendorong agar penyidik tidak berhenti pada nama-nama yang sudah ditentukan, tapi bisa dikembangkan ke pihak lain.

Ia meyakini kalau kasus ini masih bisa dikembangkan dengan saksi-saksi dan bukti yang lain.

"Jadi anggapan matinya wajar itu tidak benar, karena didasarkan pada bukti-bukti yang ada," tandasnya.

Tim LBH juga akan segera berkoordinasi dengan pihak keluarga dan pihak pondok untuk mempertanyakan pengawasan pondok terhadap santrinya.

Sementara itu Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda Anton Krisbiantoro saat dikonfirmasi menyatakan, jika sudan ada SPDP, itu bisa dipastikan ada unsur tindak pidananya.

"Karena melangkah penyidikan, berarti ada unsur pidananya. Hanya belum ditentukan adanya anak berkaitan hukum (ABH), karena masih dalam penyidikan," kata Anton, Jumat (1/9/2023).

Penyidik sudah memeriksa 40 orang saksi yang dimungkinan masih bisa berkembang lagi. Saat ini, penyidik menunggu keterangan dari para saksi ahli.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Hamzah Arfah | Editor : Pythag Kurniati), Surya.co.id

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/02/074400078/menyoal-kematian-santri-di-lamongan-pihak-ponpes-bantah-ada-penganiayaan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com