Salin Artikel

Kejari Blitar Dampingi Perhutani Tertibkan 11.610 Hektare Lahan yang Diduga Diserobot

Kepala Kejari Blitar Agus Kurniawan mengatakan, pihaknya selaku pengacara negara telah menyetujui untuk memberikan pendampingan hukum kepada Perhutani KPH Blitar yang akan melakukan upaya menertibkan penggunaan area hutan secara ilegal dengan penanaman tebu.

“Hari ini kami diminta oleh Perum Perhutani untuk menelaah draf perjanjian kerja sama win win solution yang akan ditawarkan KPH Blitar kepada penggarap liar khususnya di kawasan hutan produksi seluas kurang lebih 10.000 hektare yang ditanami tebu,” ujar Agus pada konferensi pers, Kamis (4/8/2023).

Menurut Agus, pendampingan hukum tersebut dilakukan sejak tahap sosialisasi oleh Perhutani KPH Blitar terutama di empat kecamatan terdiri dari tiga kecamatan di Kabupaten Blitar dan satu di Kabupaten Malang.

Pada kegiatan sosialisasi tersebut, lanjutnya, pihak Kejari memberikan edukasi terkait perundangan dan regulasi di bidang kehutanan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Kelompok Tani Hutan (KTH), para kepala desa, dan jajaran Muspika Kecamatan Bakung, Kecamatan Kesamben, dan Kecamatan Sutojayan di Kabupaten Blitar.

Selain itu, juga sosialsi di Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang.

Agus menyebutkan sejumlah peraturan dan perundangan antara lain Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diperbaharui dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan & Pemberantasan Perusakan Hutan, serta aturan-aturan lain pada Kementerian LHK & Kementrian Keuangan tentang Pengenaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Selain itu juga berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 38 miliar sebagaimana disampaikan pihak Perhutani,” tambah Agus.

Karenanya, kata Agus, jika tawaran kerjasama yang disampaikan Perhutani KPH Blitar kepada para penggarap liar tersebut tidak diterima maka pihak Kejari Blitar akan melakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

“Kami beri peluang pada petani tebu untuk melaksanakan perjanjian itu. Ada kewajiban membayar PNBP dan bagi hasil ke Perhutani. Hanya Rp 30.000 per ton. Jadi kami kedepankan dulu perjanjian secara tata usaha negaranya,” ujarnya.

Namun Agus mengingatkan bahwa pihak kejaksaan memiliki kewenangan penyelidikan dan penyidikan terutama jika ada laporan pengaduan di ranah pidana terkait dengan pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal untuk penanaman tebu tersebut.

“Lain hal kalau ada laporan pengaduan atau temuan selama proses pendampingan ini yang bermateri, berunsur tindak pidana khusus nanti kami turunkan Kasi Pidsus untuk lakukan penyelidikan,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, Administratur Perum Perhutani KPH Blitar Muklisin mengatakan bahwa berdasarkan pendataan yang dilakukan pihaknya terdapat penggunaan secara ilegal 11.610 hektare area hutan di wilayah KPH Blitar untuk ditanami tebu.

Tanaman tebu liar seluas itu, ujarnya, menempati kawasan hutan lindung seluas sekitar 1.600 hektare dan kawasan hutan produksi seluas 10.000 hektare.

“Untuk yang kawasan hutan lindung harus tutup setelah panen ini. Tidak ada opsi kerjasama penanaman tebu,” ujarnya.

Menurut Muklisin, kerja sama antara Kejari Blitar dan Perhutani KPH Blitar tersebut adalah yang pertama terjadi di Jawa Timur terkait dengan penertiban pemanfaatan kawasan hutan milik Perhutani. 

https://surabaya.kompas.com/read/2023/08/03/222044278/kejari-blitar-dampingi-perhutani-tertibkan-11610-hektare-lahan-yang-diduga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke