Salin Artikel

Kronologi Nenek 60 Tahun Divonis 5 Tahun Penjara gegara Terima Paket 17 Kg Ganja Pesanan Anak

Sidang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (24/7/2023).

Ia dinyatakan bersalah karena menerima paket yang berisikan 17 kilogram ganja yang dipesan anaknya, Santoso.

Santoso adalah narapidana kasus narkoba yang menjalani hukuman di Lapas Semarang. Dari balik sel tahanan, ia memesan 17 kilogram ganja dari Lampung dan dikirim ke rumah sang ibu di Surabaya.

Kasus tersebut berawal pada awal Januari 2023. Hari itu sekitar pukul 22.00 WIB, Asfiyatun didatangi seseorang yang belakangan diketahui berinisial P yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO).

Saat itu P mengatakan kepada Asfiyatun jika dirinya memesan paket ganja kepada Santoso dan sudah menyerahkan uang Rp 32,5 juta. Walapun sudah membayar, barang yang dipesan belum turun.

Asfiyatun pun terkejut dan mengaku tak mengetahui kejadian tersebut.

Tiga hari kemudian, P kembali ke rumah Asfiyatun dan menanyakan hal yang sama. Di saat bersamaan, P juga memanggil Pi (DPO) untuk datang ke rumah Asfiyatun.

Melalui ponsel Pi, P menghubungi Santosa yang ada di penjara, namun ponsel Santoso tak aktif.

Lalu P menghubungi K (DPO) dan menanyakan ganja pesanannya yang tak kunjung dikirim. Saat itu Asfiyatun pun meminta K untuk membantu anaknya.

Sang anak kemudian menjawab “uangnya sudah masuk ke K, tapi barangnya belum ada, masih sedikit."

Lalu pada Minggu (8/1/2023) sekira pukul 00.01 WIB, Asfiyatun bertemu dengan Pi saat mencari anak keduanya yang belum kunjung pulang.

Saat itu Pi mengatakan bahwa Santoso menelpon dan ingin bicara. Melalui telepon, Santoso meminta ibunya memberikan uang Rp 100.000 ke PI sebagai ongkos "turunkan" ganja untuk mengganti pesanan P.

Asfiyatun pun menuruti permintaan sang anak untuk menyerahkan uang Rp 100.000 kepada Pi.

Di hari yang sama sekitar pukul 00.30, Asfiyatun yang sudah beristirahat di dalam rumah mendengat suara ketukan pintu.

Saat dibuka, pria yang belakangan diketahui sebagao A langsung masuk dan membawa dua kardus besar warna coklat. Belakangan diketahui kardus itu berisi 17 kilogram ganja.

Kepada Asfiyatun, A menyebut barang itu milik Santoso dan besok akan diambil. Asfiyatun pun menyetujui penitipan itu.

Pada pukul 11.30 WIB sepulangnya dari pasar, Asfiyatun melihat salah satu kardus warna coklat dengan tempelan tulisan “Ari Lampung Pamekasan Lama Surabaya 07-01-2023” dalam keadaan terbuka.

Lalu ia mendapatkan kabar bahwa sisanya akan diambil malam hari. Asfiyatun kemudian memindahkan kardus itu ke rumah lain yang lokasinya tak jauh dari rumah yang ia tempati.

Pada Senin (9/1/2023) sekira pukul 19.30 WIB, saksi ZA datang ke rumah Asfiyatun dan mengaku disuruh Pi untuk mengambi barang.

Lalu Asfiyatun menyerahkan satu bungkus kecil ke ZA. Namun ZA pergi tanpa membawa bungkusan ganja tersebut. Asfiyatun pun mengembalikan bungkusan di dalam kardus.

Keesokan harinya pada Selasa (10/1/2023) sekira pukul 08.30 WIB, anggota kepolisian mendatangi rumah Asfiyatun.

Saat melakukan penggeledahan ditemukan barang bukti berupa 2 buah timbangan elektrik, beberapa plastik klip kosong, dan 1 buah kardus kecil warna coklat berada di atas lemari pakaian.

Asfiyatun mengakui bahwa barang-barang itu adalah milik anaknya. Polisi juga menemukan satu buah timbangan warna biru di belakang pintu yang diakui merupakan milik P.

Awalnya Asfiyatun tak mengakui hingga polisi mengetahui bahwa nenek 60 tahun itu menyimpan kardus yang ternyata berisi 19 paket ganja milik anaknya di salah satu rumahnya.

Ajukan banding

Abdul Geffar, penasihat hukum Asfiyatun mengaku akan mengajukan banding.

Penasihat hukum Asfiyatun menilai, banyak fakta persidangan yang tidak digunakan sebagai pertimbangan hakim.

“Kami akan mengajukan banding karena banyak fakta persidangan yang tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim," ucap Abdul Geffar.

"Klien saya ini sebenarnya tidak tahu paketnya isi apa, cuma tahu kalau pengirimnya dari anaknya yang sudah di penjara karena kasus narkoba," lanjutnya.

Sementara itu dalam sidang yang digelar pada Rabu (10/5/2023), Asfiyatun yang duduk di kursi pesakitan pun tak kuasa menahan tangis.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, dirinya mengaku kecewa karena merasa dijebak anaknya, Santoso.

Perempuan paruh baya yang sehari-hari berjualan gorengan keliling kampung ini mengaku tidak tahu apa itu ganja.

Kepolosannya tersebut justru dimanfaatkan oleh sang anak, Santoso yang merupakan narapidana Lapas Semarang.

Tanpa sepengetahuan Asfiyatun, Santoso memesan ganja dari dalam Lapas Semarang.

Santoso kemudian menjadikan rumah orang tuanya sebagai lokasi pengiriman paket ganja seberat 17 kilogram.

Sementara itu saudara terdakwa, Syafi'i mengaku sangat yakin Asfiyatun tak bersalah.

Ia mengatakan selama ini Asfiyatun hanya hidup dari rezeki yang halal dan tidak pernah menjadi kurir narkoba.

Ia hanya bisa mengelus dada melihat dampak kelakuan keponakannya, Santoso, yang masih membuat ibunya susah meskipun sudah berada di dalam penjara.

"Santoso memang tega. Di dalam penjara masih buat susah ibu," ujarnya

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Kronologis Nenek 60 Tahun Divonis Penjara Gegara Terima Paket Sang Anak, Berawal Didatangi Priska

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/29/184800878/kronologi-nenek-60-tahun-divonis-5-tahun-penjara-gegara-terima-paket-17-kg

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com