Salin Artikel

Siswa SMP di Blitar Sering Lempari Kereta, Orangtua dan Kepseknya Dipanggil Polisi

FMS tinggal bersama orangtuanya di rumah yang dekat rel tidak jauh dari Stasiun Blitar, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar.

Namun, FMS kena batunya pada Jumat (28/7/2023), usai melempari Kereta Api (KA) Matarmaja relasi Malang-Pasar Senen yang sedang melintas ke arah Stasiun Blitar sekitar 10.57 WIB.

Saat itu, FMS sedang nongkrong dengan lima orang temannya di dekat rel kereta api sepulang dari sekolah.

Batu yang dilempar FMS ke arah lokomotif yang menarik rangkaian kereta api masuk melalui jendela dan mengenai leher sang masinis sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan.

“Masinis mengalami luka ringan, luka gores pada bagian leher, namun untuk keselamatan maka dilakukan penggantian masinis,” ujar Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi 7 Madiun saat dikonfirmasi ulang, Sabtu (29/7/2023).

Di Stasiun Blitar, kata Supriyanto, sang masinis membuat laporan dan segera ditindaklanjuti dengan penyisiran oleh Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska).

Tidak butuh waktu lama, personel Polsuska mendapati enam pelajar SMP  yang sedang nongkrong di pinggir rel.

Salah satu di antara mereka, FMS, mengaku sebagai pelempar batu ke arah lokomotif KA Matarmaja.

FMS pun dibawa ke Stasiun Blitar dan selanjutnya diserahkan ke Polsek Kepanjenkidul, Kota Blitar.


Polisi juga memanggil orangtua FMS, kepala sekolah, dan guru pembimbing.

Kapolsek Kepanjenkidul AKP M Yusuf mengatakan, pemanggilan orangtua FMS dan pihak sekolah merupakan jalan tengah untuk mengakomodasi tuntutan pihak PT KAI karena pelempar masih anak-anak.

“Tindakan melempari batu kereta api kan memang ada ancaman hukuman yang cukup berat. Tapi ini kan anak-anak, apalagi kasihan juga pelaku ini orangtuanya tinggal ibunya yang janda,” kata Yusuf kepada Kompas.com, Sabtu.

Pemanggilan terhadap pihak sekolah, lanjut Yusuf, dimaksudkan agar turut memberikan efek jera kepada FMS sehingga tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama.

PT KAI juga meminta agar pihak sekolah ikut terlibat dalam upaya memberikan pemahaman akan bahayanya melempari batu ke kereta api.

“Pelaku kita minta wajib lapor dua kali dalam seminggu,” kata Yusuf.

Sementara itu, Supriyanto menambahkan, pelemparan kereta api itu sangat berbahaya. Selain bisa merusak sarana kereta api, juga bisa melukai petugas ataupun penumpang.

“KAI berharap masyarakat tidak melakukan pelemparan terhadap kereta api apa pun alasannya, sebab meskipun hanya iseng semata, namun dampaknya akan sangat berbahaya bagi perjalanan kereta api dan orang-orang yang berada di dalam kereta api,” ujarnya.

Hukuman pidana atas aksi pelemparan kereta api telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Bab VII mengenai Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang atau Barang Pasal 194 ayat 1 dengan ancaman hukuman kurungan paling lama 15 tahun.

Masih di pasal yang sama pada ayat 2, kata Supriyanto, jika perbuatan itu mengakibatkan kematian maka ancaman hukuman menjadi kurungan 20 tahun atau bahkan seumur hidup.

Larangan pelemparan terhadap kereta api, tambahnya, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. 

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/29/130744678/siswa-smp-di-blitar-sering-lempari-kereta-orangtua-dan-kepseknya-dipanggil

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com