Salin Artikel

Wali Murid Keluhkan Biaya Awal Masuk SMA Negeri di Jombang, Jawa Timur

Biaya yang harus dikeluarkan wali murid, utamanya untuk seragam dan sumbangan pembangunan sarana dan prasarana atau biasa disebut uang gedung, dinilai terlalu memberatkan.

Salah satu wali murid, ID mengaku untuk bisa menyekolahkan anaknya di sekolah milik pemerintah, ia harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi.

Komponen biaya yang harus dikeluarkan, antara lain untuk pembayaran seragam sekolah, iuran kegiatan tahunan, hingga sumbangan uang gedung.

ID menuturkan, untuk biaya awal masuk sekolah yang harus ditanggung, antara lain Rp 2.125.000 untuk seragam dan Rp 500.000 untuk kegiatan siswa selama satu tahun.

Kemudian, Rp 150.000 iuran penyelenggaraan pendidikan setiap bulan serta sumbangan sukarela untuk pembangunan sarana dan prasarana sekolah atau uang gedung sebesar Rp 2,5 juta.

Menurut ID, sejauh ini ia baru mampu membayar biaya yang diperlukan agar anaknya bisa memperoleh seragam sesuai ketentuan dari sekolah.

"Baru bisa bayar seragam saja, karena belum punya uang," ungkap warga Kecamatan Mojoagung tersebut saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (26/7/2023).

Dikatakan ID, setelah membayar Rp 2.125.000 tanpa diberi tanda bukti pembayaran maupun rincian, anaknya kemudian diberi seragam.

Seragam yang diterima dari sekolah, yakni kain abu-abu putih, batik, serta kain untuk pakaian seragam Pramuka.

Kemudian, seragam almamater sekolah, pakaian olahraga, serta satu potong pakaian adat bagian atas.

"Yang pakaian jadi cuma jas (almamater), baju olahraga, sama baju lorek (pakaian adat tradisional) yang atasan. Seragam yang lain cuma berupa kain," kata ID.

Terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk pembiayaan sekolah anaknya, ID sebenarnya masih bisa memaklumi ketentuan terkait seragam yang disediakan koperasi sekolah.

Namun, dia mengaku keberatan dengan adanya iuran sumbangan pembangunan sarana dan prasarana sekolah atau uang gedung.

"Untuk kebutuhan anak sekolah, mau bagaimana lagi. Cuma saya ya keberatan ada bayar (sumbangan) uang gedung. Uang gedungnya dua juta setengah (Rp 2,5 juta). Takutnya nanti masih ada yang perlu bayar lagi," ujar dia.

Menurut ID, sejumlah wali murid sebenarnya juga mengeluhkan tingginya sumbangan uang gedung, meski pembayaran bisa dicicil selama 6 bulan.

Besaran iuran tersebut dinilai terlalu tinggi dan memberatkan, apalagi sekolah tersebut adalah milik pemerintah.

AB, Wali murid lainnya di sekolah yang sama menuturkan, dalam pertemuan wali murid dengan komite sekolah beberapa waktu lalu, sempat terjadi pembahasan serius terkait besaran iuran uang gedung.

Awalnya, besaran iuran yang disebut sebagai sumbangan sukarela itu dipatok sebesar Rp 3.880.000 setiap siswa.

Sumbangan untuk uang gedung, nantinya dialokasikan untuk memperbaiki taman, masjid, kantin sekolah, serta fasilitas lain di sekolah.

Namun, ungkap AB, besaran sumbangan kemudian turun menjadi Rp 2,5 juta setiap siswa, setelah terjadi perundingan dalam pertemuan wali murid baru.

Sejauh ini, lanjut dia, ia baru bisa membayar biaya untuk sekolah anaknya sebesar Rp 2.495.000.

Pembayaran yang tidak diberi bukti pembayaran itu meliputi biaya seragam, iuran kegiatan tahunan, serta sumbangan penyelenggaraan pendidikan.

Karena tak memiliki rincian tertulis, AB memperkirakan pembayaran tersebut terinci masing-masing sebesar Rp 1.850.000 untuk seragam.

Kemudian, sebesar Rp. 500.000 untuk iuran kegiatan tahunan, serta sebesar Rp 150.000 untuk sumbangan pendidikan.

"Kemarin itu saya membayar dua juta lima ratus kembali lima ribu. Itu untuk biaya selain uang gedung. Jadi awal masuk, saya kena biaya 2.495.000," ungkap AB.

"Itu mendapat seragam tiga setel yang masih berupa kain. Pakaian jadi, ada almamater, kaos olahraga, terus satu baju lorek (pakaian adat) satu atasan saja," lanjut dia.

Di antara komponen biaya yang harus dibayar untuk sekolah anaknya, AB mengaku cukup keberatan dengan besaran sumbangan pembangunan atau uang gedung.

Apalagi, fasilitas yang ada di lembaga pendidikan milik pemerintah tersebut sebenarnya sudah cukup baik dan layak.

"Kalau masalah di seragam sih tidak begitu keberatan. Tapi soal uang gedung, saya yang keberatan. Soalnya kalau saya lihat sekolah negeri, itu kan fasilitasnya sudah bagus dan itu milik pemerintah," ujar AB.

Konfirmasi pihak sekolah

Wakil Kepala SMAN Mojoagung selaku Humas Sekolah, Putut Wahyu menolak memberikan tanggapan ataupun penjelasan terkait keluhan wali murid baru soal biaya seragam dan uang gedung.

"Saya no comment," ujar dia saat ditemui Kompas.com, di sekolah tempatnya bertugas, Kamis (27/7/2023).

Terkait keluhan sejumlah wali murid baru di SMAN Mojoagung, Putut meminta agar Kompas.com melakukan konfirmasi kepada pimpinan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).

"Sesuai arahan dari bapak kepala sekolah, kalau mau konfirmasi silakan ke ketua MKKS," lanjut dia.

Tanggapan Dinas Pendidikan

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur di Kabupaten Jombang, Sri Hartati mengatakan, tidak ada kewajiban bagi murid baru SMAN untuk membeli seragam dari sekolah atau koperasi sekolah.

Dia meminta agar wali murid mengembalikan seragam dari sekolah atau koperasi sekolah jika keberatan atau tidak cocok.

"Jika keberatan, boleh tidak ambil dari koperasi. Bisa beli di luar atau bisa memakai seragam kakaknya," kata Hartati kepada Kompas.com.

"Jika sudah terlanjur beli, monggo bisa dikembalikan ke sekolah jika dirasa memberatkan," lanjut dia.

Hartati menyatakan, pada prinsipnya tidak ada pemaksaan terhadap wali murid untuk membeli seragam dari koperasi sekolah.

Koperasi sekolah sifatnya hanya menyediakan bagi yang memerlukan dan tidak ada kewajiban bagi wali murid untuk membeli seragam di koperasi sekolah.

Sementara terkait keluhan terhadap iuran atau sumbangan uang gedung, Hartati meminta agar wali murid mengajukan keringanan atau pembebasan sumbangan kepada komite sekolah.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/28/085412878/wali-murid-keluhkan-biaya-awal-masuk-sma-negeri-di-jombang-jawa-timur

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com