Salin Artikel

Menteri PAN-RB Jelaskan Faktor “Titipan” yang Sebabkan Pembengkakan Jumlah Pegawai Honorer Jadi 2,3 Juta

Dari jumlah tenaga honorer sebanyak sekitar 400.000 pada tahun 2018, ujarnya, kini sudah membengkak menjadi 2,3 juta orang.

Anas mengungkapkan, penyebab membengkaknya jumlah tenaga honorer di lingkungan pemerintahan adalah karena kepala daerah dan pejabat pemerintah daerah lebih memilih “zona nyaman” dan “zona aman” dalam memenuhi kebutuhan pegawai.

Bukan didasarkan pada harapan masyarakat pada birokrasi berkelas dunia.

“Dulu ya, bukan sekarang. Dulu rekrutmen non-ASN, honorer, itu isinya PDAM. Apa singkatannya, ponakan dan anak mantu,” ujar Anas usai berziarah Makam Bung Karno di Kota Blitar, Senin (17/7/2023) malam.

“Atau ASDP. Anak, saudara dan ponakan,” tambahnya.

Menurut Anas, ada kesengajaan membiarkan posisi-posisi di birokrasi pemerintahan daerah yang ditinggalkan oleh ASN yang sudah pensiun selama beberapa tahun. Sebagai gantinya, dilakukan perekrutan pegawai honorer dalam jumlah yang lebih banyak.

“Ini kan mengangkat (honorer) karena PNS yang sudah berhenti tidak segera diganti. Mestinya gantinya 1 tapi digantinya 3 (dengan tenaga honorer), jadi dobel,” jelasnya.

Fenomena perekrutan tenaga honorer dalam jumlah besar itu, ujarnya, tidak akan terjadi jika kepala daerah dan pejabat di pemerintahan daerah lebih berorientasi pada peningkatan kualitas birokrasi.

Untuk mencapai kualitas birokrasi berkelas dunia, ujarnya, mekanisme rekruitmen pegawai di hulu atau di pemerintahan daerah harus benar.

Menurut Anas, jika birokrasi tidak berkualitas maka pelayanannya akan buruh, selanjutnya akan menghambat investasi dan diujungnya adalah kelangkaan lapangan pekerjaan.

Sebaliknya, jika birokrasi berkualitas maka akan mengundang banyak investasi yang akan berdampak pada banyaknya lapangan pekerjaan.

Namun, Anas mengeklaim bahwa fenomena “titipan” dalam rekruitmen tenaga honorer di pemerintahan itu saat ini tidak dapat terjadi lagi dengan diberlakukannya ujian berbasis komputer (CAT) yang lebih transparan sehingga masyarakat dapat mengawasi hasil ujian masuknya.   

Lebih jauh, Anas mengungkapkan bahwa pembengkakan jumlah tenaga honorer yang bekerja di lingkungan pemerintahan terutama pemerintah daerah terjadi dalam 5 tahun terakhir.

Kata Anas, pembengkakan tenaga honorer hampir 6 kali lipat itu justru terjadi setelah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2018 yang melarang adanya pengangkatan pegawai non-ASN di lingkungan pemerintahan.

“Tahun 2018 ada PP bahwa tidak boleh ada pengangkatan lagi non-ASN. Waktu itu kan (pegawai honorer) tinggal 400.000-an orang,” tuturnya.

PP tersebut, ujarnya, memberi waktu 5 tahun sebagai masa transisi dengan harapan pada November 2023 nanti tidak ada lagi pegawai di pemerintahan berstatus non-ASN kecuali sisa 400.000 tenaga honorer tersebut.

“Nah, ternyata setelah didata bukannya 400.000-an tenaga honorer yang ada tetapi sudah menjadi 2,3 jutaan,” ujarnya.

Namun mantan Bupati Banyuwangi itu tidak menjelaskan celah peraturan apa yang ada sehingga perekrutan tenaga honorer dan non-ASN lainnya masih dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, bahkan semakin masif.

Dengan menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kata Anas, pihaknya kini tengah melakukan verifikasi lebih detail lagi atas data 2,3 juta tenaga honorer tersebut dengan maksud untuk dijadikan pijakan dalam pengambilan keputusan menjelang tenggat waktu yang diamanatkan PP tersebut hingga November 2023.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/18/085638178/menteri-pan-rb-jelaskan-faktor-titipan-yang-sebabkan-pembengkakan-jumlah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke