Salin Artikel

Persoalan Batu Akik Berujung Maut, Nyawa Pasutri di Tulungagung Terenggut

KOMPAS.com - Pasangan suami istri (pasutri), Tri Suharno (57) dan Ning Rahayu (49), ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di ruang karaoke pribadi rumahnya, Desa Ngantru, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (29/6/2023) sore.

Ada tanda-tanda kekerasan di beberapa bagian tubuh korban, antara lain kedua leher korban terjerat kabel mikrofon.

Pasutri tersebut ternyata dibunuh oleh EP alias Glowoh (44). Pelaku masih memiliki hubungan darah dengan Tri Suharno.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Tulungagung AKBP Eko Hartanto mengatakan, pembunuhan dipicu oleh persoalan jual beli batu akik.

Glowoh membunuh Tri lantaran sakit hati. Sedangkan, nyawa Ning direnggut Glowoh agar tak ada orang yang mengetahui aksinya.

Pembunuhan terjadi pada Rabu (28/6/2023) malam. Pelaku mulanya mendatangi rumah korban untuk menanyakan uang jual beli batu akik sebesar Rp 250 juta pada tahun 2021 lalu.

Berdasarkan pengakuan pelaku, saat dirinya menagih, ada kata-kata korban yang membuatnya sakit hati. Menurut Glowoh, korban menanggapinya dengan candaan.

Selepas berbincang di teras, korban mengajak pelaku ke ruang karaoke. Di ruang itu, pelaku bertanya lagi soal uang. Korban pun kembali merespons sambil berkelakar.

"Korban berkata kepada pelaku, 'Untuk apa uang segitu, kamu kan sudah kaya'," ujar Eko dalam konferensi pers di Markas Polres Tulungagung, Senin (3/7/2023).

Tri dan Glowoh sempat berbincang selama dua jam. Namun, tak ada titik temu di sana.

"Melihat kondisi korban, pelaku sempat bingung, duduk termenung sambil mengisap rokok habis dua batang. Melihat korban masih bergerak, pelaku semakin murka," ucap Eko.

Pelaku lalu menghujani wajah korban dengan pukulan. Korban meninggal. Glowoh lantas mengikat tangan dan kaki Tri memakai tali karet dan menyumpal mulut korban.

Tak seberapa lama, istri Tri mengetuk pintu ruang karaoke dan memanggil suaminya.

Saat pintu ruang karaoke dibuka, Glowoh mengaku bahwa Tri sedang tidur. Sewaktu Ning masuk ruangan dan menyalakan lampu, ia melihat suaminya ditutupi selimut di bagian wajah dan kaki.

Karena takut aksinya diketahui orang lain, Glowoh langsung memukul Ning hingga korban terjatuh ke lantai.

"Hasil visum diketahui, korban istrinya ini meninggal karena jeratan di leher," ungkap Kapolres.

Nama Glowoh dicurigai dalam pengusutan kasus pembunuhan suami istri di Tulungagung ini. Pasalnya, riwayat komunikasi ponsel korban menunjukkan bahwa Glowoh adalah orang yang terakhir berhubungan dengan korban.

Akan tetapi, alat bukti milik polisi belum lengkap untuk menghubungkan kasus ini dengan Glowoh.

Polisi lantas menggerebek rumah Glowoh menggerebek rumah Glowoh di Dusun Besinan, Desa Ngantru, Kecamatan Ngantru, Tulungagung, pada Sabtu (1/7/2023) pukul 09.00 WIB.

Kala itu, Glowoh tak ada di rumah.

Namun, dari penggerebekan ini, polisi menemukan bukti-bukti penting. Salah satunya ialah potongan sandal jepit yang dibuang di dekat kolam ikan milik pelaku. Busa sandal tersebut identik dengan benda yang disumpalkan ke mulut Tri.

Selain itu, polisi juga menemukan bercak darah di pakaian Glowoh.

“Sampel darah dari kedua pakaian itu identik dengan darah korban. Itu jadi bukti yang menguatkan,” tutur Eko, dikutip dari Tribun Jatim.

Petugas sempat mencari di berbagai tempat untuk menemukan Glowoh. Hingga akhirnya Glowoh menyerahkan diri pada Sabtu siang. Ia pun mengaku EP mengaku telah membunuh pasutri tersebut.

"Akibat perbuatannya, pelaku dijerat pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," jelas Eko.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Trenggalek, Slamet Priyatin | Editor: Pythag Kurniati)

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul 2 Petunjuk Ini Arahkan Polisi Ungkap Sosok Pembunuh Pasutri di Tulungagung, Pelaku Sempat Menyangkal

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/04/134300478/persoalan-batu-akik-berujung-maut-nyawa-pasutri-di-tulungagung-terenggut

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com