Salin Artikel

Penembokan di Ponorogo dan Indikasi Memudarnya Kohesi Sosial

Bagong mengakui, konflik kehidupan bertetangga masyarakat di pedesaan kerap terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Selain penembokan yang dilatarbelakangi dugaan pengucilan oleh masyarakat di Ponorogo itu, peristiwa serupa juga pernah terjadi di Tuban, Jawa Timur. Seorang warga saat itu menembok akses menuju rumah tetangganya gara-gara persoalan jemuran.

"Indikasi memudarnya kohesi sosial di kalangan masyarakat desa, solidaritas dan tepo seliro (tenggang rasa) telah mati," kata Bagong, ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (3/7/2023).

Konflik horizontal

Akibat memudarnya kohesi sosial, kata Bagong, para warga desa sudah tidak memiliki semangat untuk menjalin solidaritas, serta gotong royong. Bahkan cenderung mempunyai hubungan kontraktual.

"Konkretnya juga imbas konflik yang sifatnya horizontal. Mungkin ada perselisihan ideologi, kepentingan yang membuat relasi di desa itu semakin individualis," jelasnya.

Bagong mengungkapkan, hubungan antar masyarakat desa saat ini hampir seperti warga kota yang bersifat formal.

Hal itu, menurut Bagong, merupakan salah satu bentuk dampak buruk dari perkembangan teknologi. Sebab, minat masyarakat untuk bertemu dengan yang lainya semakin sedikit.

"Orang banyak yang punya ponsel, bisa browsing, enggak ketemu orang lain enggak masalah. Jadi banyak hal yang dipengaruhi teknologi, seperti membuat hubungan sosial berubah," ujar dia.

Bagong pun menyarankan, masyarakat membiasakan lagi untuk berkomunikasi secara langsung dengan tetangga. Tujuannya agar mereka bisa saling memahami apabila ada permasalahan.

"Namanya pupuk perjumpaan sosial itu perlu dihidupkan kembali, prinsipnya tak kenal maka tak sayang. Kalau enggak saling ketemu ya orang enggak akan muncul solidaritas," tutupnya.

Untuk diketahui, seorang warga di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur bernama Bagus Robyanto mengaku menembok jalan di atas tanah miliknya yang kerap dilewati warga.

Menurutnya hal itu dilakukan lantaran warga mengucilkan keluarganya selama tiga tahun terakhir setelah menolak memecah sertifikat tanah milik keluarga untuk dijadikan jalan umum.

Roby mengatakan, 15 warga pernah menggugat kepemilikan tanah keluarganya untuk dipecah sebagian menjadi jalan umum.

Dia mengatakan, dua kali gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Ponorogo dan warga kalah.

"Gugatannya meminta kepada majelis hakim untuk memecah tanah bersertifikat untuk dijadikan jalan umum. Gugatan pertama Januari 201 dan inkrah Februari 2021, selang satu bulan April 2021 gugat lagi dan putusannya inkrah pada Agustus 2021," kata Roby saat dihubungi oleh Kompas.com, Minggu (2/7/2023).

Roby mengatakan warga kemudian memberi sanksi sosial pada keluarganya lantaran persoalan tanah itu. Keluarganya dikucilkan sejak 2020.

"Istri saya ditolak arisan PKK dan dasawisma, kedua bapak saya dan saya tidak pernah dilibatkan dalam suatu kegiatan di masyarakat, di rapat RT, tahlilan, kenduren, hingga mantenan," katanya.

Bahkan kendaraan pengambil sampah tidak mengambil sampah dari rumahnya.

"Warga juga seperti itu, bahkan lewat depan rumah meludah kemudian naik sepeda motor kencang, bleyer-bleyer. Seperti memancing saya melakukan tindakan memukul," kata dia.

Roby kemudian memutuskan menembok tanah tersebut. Tetapi dia mengklaim warga tidak terisolasi dan masih ada jalan lain yang bisa dilewati.

“Saya minta maaf. Saya hanya menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya untuk toleransi kemanusiaan dan lain-lain kami juga melekat sanksi sosial dan tidak ada suatu cara yang baik untuk dibicarakan, maka saya tutup (jalan tersebut)," ungkapnya.

2 kali mediasi gagal

Sementara itu Lurah Bangunsari Andrea Perdana mengaku, pihak kelurahan telah berupaya dua kali melakukan mediasi pada Juni 2023, namun gagal.

"Saya sudah lakukan dua kali mediasi. Mediasi pertama kedua belah pihak tidak hadir dan mediasi kedua pihak warga saja yang hadir," katanya.

Andre meminta warga sama-sama menurunkan emosinya agar segera bisa mendapatkan solusi.

"Saya minta masing-masing menurunkan tensi dan saya minta warga berpikir jernih dengan kepala dingin. Sebab kalau emosi, akan berdampak tidak bisa mengambil keputusan yang baik," papar Andre.

Tak hanya itu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko pun diketahui sempat berkunjung ke lokasi penembokan.

Kemudian sejumlah anggota DPRD Ponorogo juga meninjau lokasi pada Senin (3/7/2023) setelah mendapat aduan dari 13 Kepala Keluarga (KK) terdampak penembokan.

“Saya minta kepada pemerintah daerah untuk mengkaji secara detail dan menyeluruh. Dan harus ada penyelesaian tidak boleh ada yang merasa dikalahkan baik itu masyarakat, pemilik tanah ataupun stakeholder yang lain seperti pengadilan dan BPN. Untuk itu pemerintah daerah mencari solusi yang solutif untuk semua pihak,” ujar Ketua DPRD Ponorogo Sunarto, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (3/7/2023).

https://surabaya.kompas.com/read/2023/07/04/051400678/penembokan-di-ponorogo-dan-indikasi-memudarnya-kohesi-sosial

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke