Ekskavasi lanjutan yang ke-5 itu menargetkan pengayaan data arkeologis Candi Gedog terutama terkait temuan sisa struktur bangunan pendukung yang berada di luar pagar.
Ketua Tim Ekskavasi Candi Gedog dari BPK Wilayah 11 Jatim Nugroho Harjo Lukito mengatakan fokus ekskavasi pada sisa struktur bangunan pendukung yang ditemukan pada ekskavasi lanjutan yang ke-4 pada Maret lalu itu diharapkan akan memberikan banyak data arkeologis penting pada proyek ekskavasi Candi Gedog secara keseluruhan.
“Kita akan lanjutkan temuan struktur pada ekskavasi tahap 4 lalu karena waktu itu belum selesai keseluruhan struktur yang di sisi barat itu. Harapan kita akan semakin banyak data arkeologis yang kita dapatkan dari struktur bangunan pelengkap tersebut,” ujar Nugroho kepada wartawan di lokasi ekskavasi.
Ekskavasi yang akan berlangsung selama 12 hari dengan anggaran Rp 130 juta tersebut, kata dia, juga menargetkan penggalian sejumlah titik di sepanjang pagar candi sisi utara yang pada ekskavasi sebelumnya belum efektif.
Diduga candi satu halaman
Pada tahap-tahap ekskavasi sebelumnya, arkeolog yang terlibat dalam ekskavasi dan kajian atas Candi Gedog cenderung menduga bahwa Candi Gedog merupakan candi keagamaan Hindu dengan tata ruang tiga halaman berundak.
Antara halaman yang satu dengan yang lain dibatasi pagar sehingga diasumsikan terdapat tiga pagar di bagian depan Candi Gedog yang menghadap ke barat itu.
Namun pada kajian terakhir berdasarkan data-data yang dikumpulkan hingga ekskavasi ke-4, kata Nugroho, kecenderungan dugaan terkait tata ruang halaman bergeser menjadi condong pada konsep satu halaman.
“Pertama kita asumsikan seperti itu (tiga halaman) tapi melihat perkembangan data rasanya candi ini tidak tiga halaman tiga pagar, tapi satu pagar (satu halaman). Karena kita lihat lanskap sisi barat itu ada sungai,” ujarnya.
Menurut Nugroho, candi keagamaan Hindu juga mengenal konsep satu halaman atau satu pagar terutama pada candi-candi Hindu di era Jawa Tengah.
Pada konsep candi Hindu dengan satu halaman, lanjutnya, terdapat bangunan pelengkap semi profan yang terletak di luar pagar.
Nugroho mengatakan, pihaknya menduga sisa struktur bangunan di luar pagar sisi barat yang ditemukan pada ekskavasi ke-4 lalu merupakan bangunan pelengkap semi terbuka yang bersifat semi profan dalam konsep tata ruang candi Hindu dengan satu halaman.
Bangunan semi profan tersebut, ujarnya, digunakan untuk tempat berkumpulnya umat yang bersiap untuk melakukan aktivitas keagamaan di area dalam pagar candi.
“Bangunan itu bisa digunakan untuk persiapan kegiatan religi sebelum umat masuk ke halaman candi yang dianggap sebagai halaman suci atau sakral,” tuturnya.
Menurut Edy, Candi Gedog dengan dimensi pagar sekitar 30 meter x 30 meter itu diharapkan akan memperkaya destinasi wisata Kota Blitar yang selama ini telah memiliki magnet utama berupa Makam Presiden Soekarno di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan.
“Bagaimana Candi Gedog ini nanti bisa memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan masyarakat dan juga penerimaan pendapatan asli daerah. Menjadi daya tarik wisata khususnya wisata cagar budaya,” ujar Edy.
Candi Gedog “ditemukan kembali” pada akhir 2019 berawal dari temuan arca kepala kala di pematang sawah beberapa puluh meter dari lokasi yang kini terungkap sebagai bangunan utama candi.
Arkeolog dan sejarawan menyebut penemuan Candi Gedog sebagai penemuan kembali Candi Raffles yang hilang.
Sebutan itu didasarkan pada fakta bahwa keberadaan Candi Gedog disebutkan dengan jelas oleh Gubernur Hindia Belanda periode 1811-1816 Sir Thomas Stamford Raffles dalam buku monumentalnya History of Java (1817) namun wujud fisik Candi Gedog tidak ditemukan pada era Pemerintahan Indonesia hingga seorang petani arca kala yang mengantarkan pada penemuan kembali Candi Gedog.
https://surabaya.kompas.com/read/2023/06/13/144817478/ekskavasi-lanjutan-candi-gedog-blitar-dimulai-diharapkan-bisa-ungkap-tata