Salin Artikel

Usai Videonya Viral, PMI yang Disiksa di Myanmar Disebut Dihukum Tak Digaji, Ponsel Disita

Usai videonya viral di media sosial karena menceritakan kondisi di tempatnya bekerja, ponsel Muhammad Nur Ilyas (22) dan Ahmad Sugiantoro (21), disita.

Tak hanya itu,  mereka juga didenda sebesar Rp 22 juta per orang dan tidak digaji selama dua bulan.

Hukuman itu dijatuhkan, karena mereka dianggap melakukan pelanggaran fatal dan berat.

"Iya, saya sudah enggak bisa komunikasi dengan anak saya. Karena ponsel sudah disita, kemarin pagi sempat bilang," kata Sumini (58) ibu Ahmad Sugiantoro, kepada Kompas.com, Kamis (25/5/2023).

Menurut Sumini, anaknya tersebut terakhir menghubungi pada Rabu (24/5/2023) malam.

Saat itu Aan, sapaan akrab Sugiantoro bilang, ponsel milikinya dan teman-temannya satu kamar disita oleh majikan.

"Ada sekitar 12 orang se kamar. Nah itu disita bilangnya. Karena tahu videonya viral di TikTok," ucap Sumini.

Yang lebih membuat Sumini khawatir, di areal perusahaan tempat anaknya bekerja, dijaga ketat oleh petugas yang membawa senjata api lengkap.

"Yang jaga itu katanya bawa pistol, senapan. Kalau macam-macam katanya bisa dibedil. Ya siapa yang enggak takut mau melawan," ungkap Sumini.

Mendengar kabar itu, sebenarnya Sumini dan keluarga di Banyuwangi syok dan kaget. Namun untuk menguatkan hati sang anak, ia berusaha tegar dan kuat.

Kerap mengeluh

Sumini mengatakan, sejak keberangkatan pada Oktober 2022 lalu, anaknya tersebut sering mengeluh saat menghubunginya lewat telepon.

Menurut Sumini, Sugiantoro sering curhat diperlakukan buruk di tempatnya bekerja. Dia bahkan mengaku tidak kuat.

"Wes ndak kuat aku disini buk, rasane koyok meh mati ae. Wes gak usah pati dipikirne aku buk. (Sudah tidak kuat aku disini Bu, rasanya ingin mati saja. Sudah tidak usah terlalu mikirin aku Bu)," kata Sumini menirukan curhatan sang anak.

Mendengar curhatan dari anaknya, sebagai seorang Ibu, Sumini hanya bisa meredam emosi dan memintanya untuk bersabar.

"Saya bilang, sabar yo le. Sabar. Pokok dijalani dulu. Semampunya, sekuatnya, insy Allah ada jalan nanti," kata Sumini, sambil membasuh air mata.

Tak jauh berbeda dengan keterangan Sumini, Istri Muhammad Nur Ilyas, Dina Mardiana (21), mengatakan suaminya mengaku kerap mendapat perlakuan tidak baik.

"Terakhir itu cerita kalau sempat ditarik krah bajunya, sambil diangkat ke atas sama majikanya. Kayak mau berantem gitu," kata Dina.

Bahkan, untuk keluar kamar pun dilarang oleh majikannya. Sehingga setiap hari aktivitasnya hanya di kamar dan bekerja.

Dina sendiri mengaku dapat kabar suaminya mendapat perlakuan kurang baik, dari temannya karena videonya viral di media sosial.

"Saya dikasih tahu teman. Din suamimu kenapa itu, kok videonya menyebar," kata Dina menirukan perkataan temannya.

Setelah coba dicek, ternyata benar. Dina kemudian berusaha menghubungi suami tercintanya itu.

"Terakhir kali telepon ya Rabu kemarin sekitar jam 9 pagi. Setelah viral itu. Terus bilang kalau tidak ada kabar, nanti dihubungi lewat teman. Ternyata sampai hari ini gak ada kontak," ujar Dina.

Dina sendiri mengaku syok dengan kabar tersebut. Dia bahkan tidak percaya suaminya mendapat perlakuan seperti itu.

"Saya ya kaget. Apalagi orang rumah, juga semuanya kaget," katanya.

Muhammad Nur Ilyas sendiri pergi dengan meninggalkan seorang anak dan istri. Kepergiannya ke luar negeri tersebut berniat untuk mengubah nasib.

Terlebih anaknya tersebut masih kecil dan membutuhkan banyak biaya untuk menyambung hidup dan keperluan pendidikan.

"Harapan saya yang pasti suami bisa pulang dulu dalam keadaan sehat dan selamat. Biar tidak kepikiran terus," terang Dina.

Tak hanya Muhammad Nur Ilyas, keluarga Ahmad Sugiantoro saat ini juga menginginkan untuk pulang ke rumah dengan sehat dan selamat.

"Semoga bisa pulang dengan selamat dan sehat. Kami mohon pemerintah bantu kami," tandas Sumini.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/05/26/073414178/usai-videonya-viral-pmi-yang-disiksa-di-myanmar-disebut-dihukum-tak-digaji

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com