Salin Artikel

Mengapa Bojonegoro Dijuluki Kota Ledre?

KOMPAS.com - Kabupaten Bojonegoro yang terletak di Provinsi Timur dikenal memiliki julukan sebagai Kota Ledre.

Julukan yang disematkan kepada Kabupaten Bojonegoro ternyata tidak lepas dari makanan khas yang banyak diproduksi di wilayah tersebut, yaitu ledre.

Seperti diketahui, ledre telah menjadi makanan khas sekaligus oleh-oleh favorit pelancong ketika mengunjungi Bojonegoro.

Apa Itu Ledre?

Dilansir dari laman Kemendikbud, ledre adalah makanan ringan khas Bojonegoro yaitu semacam kue kering dengan teksturnya lembut dan renyah.

Sebutan ledre berasal dari kata dielet-elet (dilembutkan) dan diedre-edre (dibuat pipih melebar) merujuk pada cara pembuatannya.

Dilansir dari laman Bagian Protokol & Komunikasi Pimpinan Kabupaten Bojonegoro, ledre menjadi makanan khas Bojonegoro yang banyak diproduksi di Daerah Padangan.

Bahan baku ledre adalah tepung beras, gaplek, garam dan santan yang kemudian diencerkan.

Sejarah panganan ledre konon berawal pada tahun 1943 saat penjajah tengah menguasai Indonesia.

Saat itu peralihan dari masa penjajahan Belanda ke Jepang membuat rakyat sengsara dan makanan menjadi barang yang langka.

Baik mereka yang kaya maupun yang miskin sama-sama kesulitan karena meskipun memiliki uang, namun tidak ada bahan makanan yang tersedia untuk bisa dibeli.

Hal ini membuat masyarakat mulai memanfaatkan berbagai tumbuhan yang ada di sekitar untuk diolah dan mengganjal perut.

Termasuk sosok Mak Min Tjie, seorang wanita keturunan Tionghoa yang mengolah makanan dari tepung beras dan campuran “gaplek” yang diencerkan kemudian dicetak menggunakan wajan besar dari tembaga.

Cara pengolahannya pun sangat khas yaitu dengan cara di “edre-edre” atau dalam bahasa Indonesia “tidak karuan diorak-arik” yang lambat laun makanan ini dikenal dengan sebutan ledre.

Menurut Ny. Seger yang merupakan putri dari Mak Min Tjie sekaligus generasi kedua pembuat ledre, pada masa lalu makanan ini hanya berbentuk lembaran.

Hal ini karena setelah dicetak dengan menggunakan wajan dari baja, adonan ledre hanya dilipat menjadi dua atau setengah lingkaran.

Saat menjualnya di tahun 1943, ledre akan dikemas menggunakan wadah keranjang, kemudian dilapisi kertas dan diikat dengan pelepah pisang.

Berbeda dengan ledre yang sekarang banyak dijajakan, yaitu digulung hingga berbentuk lebih kecil.

Kepopuleran Ledre Sempat Mengalami Pasang Surut

Ny. Seger menuturkan bahwa ledre sempat mengalami masa kejayaan antara tahun 1970-1980, namun setelah itu pamor Ledre Padangan meredup.

Baru setelah tahun 2000-an, kepopuleran ledre kembali dan semakin dikenal dan disukai khalayak ramai.

Seiring perkembangan zaman, ledre juga telah berkembang dengan berbagai pilihan rasa dan bentuk, dari sekedar rasa gaplek bertambah menjadi rasa pisang, pandan, coklat dan aneka buah-buahan seperti strawberry, melon, nangka, durian dan aneka rasa lainnya.

Demikian pula dengan bentuk yang semula dilipat dua kini menjadi digulung bahkan ada pula ledre dengan ukuran mini.

Saat ini, makanan khas Bojonegoro tersebut sudah banyak dikenal sampai keluar daerah.

Hal itulah yang kemudian menjadi alasan mengapa Bojonegoro kemudian kerap disebut juga sebagai Kota Ledre.

Sumber: warisanbudaya.kemdikbud.go.id dan baghumas.bojonegorokab.go.id  

https://surabaya.kompas.com/read/2023/05/24/203319178/mengapa-bojonegoro-dijuluki-kota-ledre

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke