Salin Artikel

Penyebab Pertempuran Surabaya 10 November 1945

KOMPAS.com - Pertempuran Surabaya adalah sebuah peristiwa heroik yang terjadi pada tanggal 10 November 1945.

Sebagai salah satu lokasi pertempuran bersejarah dalam melawan kedatangan sekutu, Pertempuran Surabaya juga dikenal sebagai The Battle of Surabaya.

Pertempuran Surabaya menjadi salah satu pertempuran terbesar yang ada dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia dan kemudian menjadi simbol sekaligus bukti akan semangat patriotisme Indonesia dalam melawan kolonialisme.

Atas pengorbanan dan keberanian para pahlawan di Pertempuran Surabaya, maka tiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Latar Belakang Pertempuran Surabaya

Berdasarkan catatan sejarah, secara umum latar belakang Pertempuran Surabaya adalah kedatangan pasukan sekutu yang kemudian melakukan aksi yang menimbulkan penolakan keras rakyat Surabaya.

Berikut adalah beberapa penjelasan tentang peristiwa yang menjadi penyebab Pertempuran Surabaya 10 November 1945.

1. Kedatangan Tentara Inggris dan Belanda

Mulanya pada tanggal 29 September 1945, Komandan Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) yaitu Letnan Jenderal Philip Christison tiba di Jakarta.

Mereka akan melaksanakan tugas AFNEI di Indonesia yaitu melucuti senjata Jepang, memulangkan para tentara Jepang ke tanah air mereka, membebaskan sekutu yang berada di bawah tawanan Jepang, serta mempertahankan keadaan yang ada di Indonesia pasca pasukan Jepang menyerahkan diri.

Kemudian pada tanggal 24 Agustus 1945 terjadi kesepakatan antara Inggris dan Belanda yang dimuat dalam Civil Affair Agreement, mengenai kesediaan Inggris dalam membantu Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Adapun Tim Pemulangan Tawanan Perang Sekutu yang merupakan bagian dari AFNEI tiba di Surabaya pada tanggal 19 September 1945.

Namun tim tersebut tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pimpinan Indonesia yang ada di Surabaya.

Selanjutnya, pada akhir September, kembali datang tim di bawah pimpinan seorang perwira Angkatan Laut Belanda Kapten Huijer di Surabaya tanpa adanya izin dari pihak Inggris untuk menerima penyerahan Jepang.

Hal ini diikuti penyerahan berbagai alat transportasi, senjata anti pesawat, tank, dan masih banyak lagi oleh Jepang pada tanggal 3 Oktober 1945, yang tak lama kemudian berhasil direbut oleh pasukan TKR dan berhasil menawan Kapten Huijer.

Baru pada 25 Oktober 1945, pasukan sekutu yang tergabung dalam AFNEI dipimpin Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby mendarat Pelabuhan Tanjung Perak menggunakan kapal perang Eliza Thompson.

Tujuan awal kedatangan AFNEI adalah mengamankan tawanan perang, melucuti senjata, dan menciptakan ketertiban.

Berdasarkan beberapa pertemuan yang dilakukan, pihak Indonesia menyepakati untuk memberikan izin bagi sekutu Inggris untuk memasuki kota Surabaya dan menempati beberapa objek yang sesuai dengan tugas mereka.

Pihak Inggris juga mengatakan dan menekankan mengenai mereka yang tidak melibatkan NICA maupun para tentara Belanda dalam kedatangannya tersebut.

Pasukan AFNEI kemudian membuat pos pertahanan dan melakukan penguasaan di beberapa berbagai objek penting di Surabaya oleh pihak Inggris seperti Kantor Pos Besar, Gedung BPM, pusat otomobil, pusat kereta api, hingga Gedung Internatio.

2. Insiden Hotel Yamato

Bersamaan dengan itu, pada 19 September 1945 terjadi Insiden Hotel Yamato yaitu peristiwa perobekan bendera Belanda (merah- putih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah-putih) di tiang Hotel Yamato, Surabaya.

Hal ini dilatarbelakangi munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia.

Gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00 WIB, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara.

Para pemuda Surabaya yang melihat hal itu pada keesokan harinya menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia.

Perundingan yang dilakukan tidak berhasil sehingga Hariyono bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

3. Penyerbuan Penjara Kalisosok

Pada tanggal 26 Oktober 1945 di malam hari, satu peleton di bawah pimpinan Kapten Shaw menyerbu Penjara Kalisosok dalam upaya membebaskan Kapten Huijer dan membebaskan para tawanan Belanda yang berada di kompleks tersebut.

Tindakan tersebut sudah melenceng dari tujuan awal pasukan AFNEI ketika datang ke wilayah Surabaya.

Dari peristiwa ini, pasukan sekutu diduga ditunggangi oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yaitu sipil Belanda yang menyusup untuk memulihkan kembali kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia.

4. Munculnya Selebaran Ultimatum oleh Sekutu

Pada tanggal 27 Oktober 1945 menggunakan pesawat Dakota, sekutu juga menjatuhkan selebaran yang isinya berupa ultimatum untuk menyerahkan kembali semua senjata dan peralatan perang milik Jepang dalam tempo 48 yang telah ditandatangani oleh Mayor Jenderal Hawthorn.

Selanjutnya Jenderal Hawthorn juga mengeluarkan ultimatum akan menghukum seberat-beratnya bagi yang tidak mematuhi perintah Inggris.

Selebaran tersebut memantik kemarahan dan penolakan oleh rakyat Surabaya. Tak perlu menunggu lama, rakyat Surabaya kemudian bersatu dan bergerak sebagai upaya untuk mengusir tentara sekutu.

Pada tanggal 27 Oktober 1945 tepatnya pada pukul 2 siang, terjadi kontak senjata pertama antara pasukan pemuda PRISAI dan pasukan Gurka yang merupakan berasal dari pihak sekutu.

Kemudian, pada tanggal 28 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara rakyat Surabaya yang dipimpin dr. Mustopo melawan pasukan sekutu.

Di hari yang sama, ketika tengah malam, Bung Tomo mengumandangkan semangat perlawanan terhadap penjajah melalui Radio Pemberontakan terhadap sekutu, yang menimbulkan suasana semangat revolusi ke seluruh kota.

Pada 29 Oktober 1945, para pemuda Surabaya yang terus melakukan perlawanan berhasil menguasai kembali obyek vital yang sebelumnya diduduki sekutu.

Hingga 30 Oktober tahun 1945, serangan-serangan kecil kemudian berubah menjadi pertempuran yang memakan banyak korban, baik warga sipil dan militer di pihak Indonesia dan Inggris.

Hal ini memaksa Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi dan menyelenggarakan gencatan senjata.

5. Tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby

Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani pada 29 Oktober 1945, keadaan di Surabaya berangsur-angsur mereda.

Namun pada tanggal 30 Oktober 1945, Brigadir Jenderal Mallaby yang dikawal oleh Kapten Smith, Kapten Shaw dan Letnan Laughland tiba-tiba ditahan oleh sekelompok pemuda ketika akan melewati Jembatan Merah.

Hal itu membuat Mayor Venugopall melemparkan granat ke arah pemuda sehingga menyulut terjadinya tembak-menembak.

Di dalam Mobil Buick yang ditumpanginya, Brigadir Jenderal Mallaby tewas oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, sementara terbakarnya mobil tersebut karena ledakan granat menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali.

Kejadian itu memicu kecaman Jenderal Christison selaku Komandan Angkatan Perang Inggris di Indonesia. Kapten Shaw juga mengeluarkan ancaman balasan dengan seluruh kekuatan baik laut, darat, dan udara.

Pada tanggal 9 November 1945, Mayor Jenderal E.C Mansergh, kembali mengeluarkan ultimatum kepada Rakyat Surabaya yang berisi beberapa poin, yaitu:

  1. orang-orang Indonesia harus meletakkan bendera merah putih di atas tanah.
  2. para pemuda harus menghadap dengan “angkat tangan” dan dituntut untuk bersedia menandatangani surat menyerah tanpa syarat.
  3. wanita dan anak-anak harus meninggalkan kota sebelum pukul 19.00 WIB malam.
  4. pribumi diancaman hukuman mati apabila masih membawa senjata setelah pukul 06.00 WIB pada tanggal 10 November 1945 .

Jika tidak dipenuhi, maka sekutu akan menyerang Surabaya pada tanggal 10 November 1945.

Menanggapi ultimatum tersebut, Gubernur Suryo melalui radio pada pukul 23.00 malam mengumumkan penolakan.

Tak pelak pada tanggal 10 November 1945 pukul pukul 06.00 WIB pecahlah Pertempuran Surabaya.

Pertempuran Surabaya yang pertama terjadi di Tanjung Perak pada tanggal 10 November 1945 berakhir di Gunung Sari pada tanggal 28 November 1945.

Inggris bahan harus menggempur Kota Surabaya dari berbagai penjuru baik dari darat, laut, dan udara untuk meredam kekuatan sipil dari arek-arek Suroboyo.

Dalam pertempuran tersebut, arek-arek Suroboyo berhasil mempertahankan Surabaya selama tiga minggu, sebelum kemudian jatuh ke tangan Sekutu.

Sumber:
https://ditsmp.kemdikbud.go.id  
https://www.gramedia.com-1 
https://www.gramedia.com-2 

https://surabaya.kompas.com/read/2023/05/11/180317678/penyebab-pertempuran-surabaya-10-november-1945

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke