Salin Artikel

Cerita Kholil, 2 Bulan Hidup Tanpa Listrik, Diputus oleh PLN gara-gara Meteran

Selama 2,5 bulan Muh Kholil hidup tanpa listrik di rumahnya.

Kholil mengatakan, PLN kini telah menyambungkan kembali aliran listrik ke rumah Kholil setelah puluhan warga dari empat kecamatan di Kabupaten Blitar hendak melakukan unjuk rasa ke kantor PLN ULP Srengat.

“Listrik rumah sudah dinyalakan oleh PLN. Kemarin (Sabtu, 6 Mei) orang PLN ke rumah. Setelah memeriksa meteran listrik, mereka bilang kasus rumah saya kasus pelanggaran ringan. Kemudian listrik disambung lagi dan sudah menyala sampai sekarang,” ujar Kholil saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Senin (8/5/2023).

Menurut Kholil, pihak PLN juga membebaskan keluarganya dari denda sebesar Rp 2.750.000 yang tidak mampu dia bayar sehingga aliran listrik di rumahnya sempat diputus. 

Kronologi pemutusan listrik

Kholil bercerita, sekitar tiga tahun lalu, atap rumah tua yang ditinggali keluarga Kholil dan kedua orangtuanya roboh saat diterpa hujan deras disertai angin kencang. Rumah yang ditinggali keluarga Kholil adalah rumah warisan dari kakeknya. 

“Lalu saya menghubungi nomor darurat 123 PLN agar meteran dipindah. Sebab kalau hujan meteran terkena air hujan,” tutur Kholil yang sehari-hari bekerja sebagai petani dan buruh harian lepas itu.

PLN menanggapi dengan mengirimkan petugas untuk memindahkan meteran ke posisi yang lebih aman. 

Beberapa waktu kemudian, keluarga Kholil mendapatkan bantuan renovasi total rumah dari desa setempat melalui program 'bedah rumah'.

Setelah rumah berdiri kembali, Kholil memasang meteran listrik ke dinding baru rumah keluarganya tanpa melibatkan petugas PLN. 

Beberapa tahun kemudian pada awal Februari 2023, PLN ULP Srengat menggelar operasi ke rumah-rumah di empat kecamatan di Kabupaten Blitar, yakni Srengat, Ponggok, Udanawu, dan Wonodadi. 

“Petugas menyatakan ada pelanggaran karena menggeser meteran tanpa izin. Saya diminta datang ke kantor PLN Srengat,” tutur Kholil. 

Diminta bayar denda jutaan

Di Kantor PLN ULP Srengat, Kholil diminta membayar denda Rp 2.750.000.

Saat itu dia menjawab tidak sanggup membayar uang sebesar itu.

Pihak PLN lantas menawarkan keringanan berupa pembayaran denda dengan cara mengangsur setiap bulan namun Kholil tetap tidak sanggup. 

“Setelah itu, masih di awal Februari lalu, PLN Srengat memutus aliran listrik ke rumah kami. Jadi rumah kami tanpa listrik ya 2 bulan lebih, sekitar 2,5 bulan lah,” ujarnya. 

Awal Mei lalu, Kholil mendengar adanya rencana sejumlah warga dari empat kecamatan untuk melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor PLN ULP Srengat guna memprotes sanksi denda yang dijatuhkan pihak PLN.

Ternyata, kata Kholil, ada salah satu ponpes yang diduga dituding melakukan pencurian daya listrik dan didenda Rp 10 juta.

Kholil pun segera menghubungi koordinator aksi dan menyatakan akan bergabung. 

Aksi unjuk rasa yang rencananya akan didukung oleh santri sebuah pondok pesantren besar di wilayah Kecamatan Udanawu, Ponpes Mambaul Hikam itu batal dilaksanakan.

Aksi unjuk rasa diganti dengan audiensi delapan orang perwakilan dengan pihak PLN.

Pada Kamis (4/5/2023) lalu, delapan orang perwakilan warga termasuk Kholil menyampaikan keberatan pada denda yang dijatuhkan oleh PLN. 

Pada audiensi tersebut, pihak PLN menyatakan akan menyelesaikan masalah denda secara kekeluargaan.

Kholil mengaku, PLN telah menghidupkan kembali listrik di rumahnya yang sempat diputus.

Sementara itu, Kompas.com berupaya menghubungi pihak PLN namun belum membuahkan hasil.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/05/08/165918478/cerita-kholil-2-bulan-hidup-tanpa-listrik-diputus-oleh-pln-gara-gara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke