Salin Artikel

Kisah Ibu di Malang Penuhi Gizi Anak Kembarnya yang Alami "Stunting", Berharap Bisa Tumbuh Normal

MALANG, KOMPAS.com - Siti Melika (26) tak pernah menyangka dua anak kembarnya akan mengalami stunting. Sebab, anggota keluarganya tidak ada yang mengalami hal serupa.

Balita kembar berjenis kelamin perempuan itu terlihat ceria, Jumat (31/3/2023). Ia bermain berlari ke sana kemari sembari ditemani ibunya, Siti Melika (26), di rumahnya di Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur.

Tampak tubuh kedua balita berusia 2 tahun 6 bulan itu masih kecil, tidak seperti anak-anak seusianya. Petugas kesehatan menyatakan bahwa dua anak balita itu mengalami stunting.

Melika mengatakan, ia baru mengetahui kondisi anak kedua dan ketiganya itu dua bulan setelah melahirkan.

Oleh petugas kesehatan, Melika diberi tahu bahwa penyebab kedua anaknya itu mengalami stunting karena konsumsi makanan kurang bergizi dan lingkungan kurang bersih saat hamil.

"Waktu hamil saya tidak tahu, kalau anak saya itu stunting, baru tahunya bulan November (2020) ketika kontrol rutin ke Puskesmas Gribig," kata Melika pada Jumat.

Tumbuh kembang anak lambat

Awalnya, Melika mempertanyakan mengapa kedua anaknya mengalami stunting, padahal anggota keluarganya tidak ada yang mengalami hal serupa. Begitu juga dengan anak pertamanya berjenis kelamin laki-laki dengan kondisi normal.

"Entah kenapa saya tidak tahu, pas hamil anak pertama dengan yang kembar ini berbeda. Hamil anak pertama itu lancar, tapi yang kembar ini saya agak sakit-sakitan, tetapi setelah melahirkan ya sembuh," katanya.

Melika merasa tumbuh kembang tubuh dari kedua anaknya, seperti penambahan berat dan tinggi badan, berjalan lambat. Bahkan, dia menunjukkan kaus kaki ukuran bayi yang dulu digunakan kedua anaknya itu setelah melahirkan masih muat dipakai hingga saat ini.

"Berat badan naiknya lambat, satu bulan kadang satu atau dua ons, pernah tetap atau enggak naik. Kalau anak yang lain bisa lebih dari itu. Ini kaus kaki bayi masih muat. Tingginya nambahnya juga lambat, sekarang tingginya sekitar 7,8 atau 7,9 sentimeter, kalau berat badan sekarang sekitar 6,8 kilogram," katanya.

"Dulu saya, suami dan anak-anak tinggal di Bonangan (tidak jauh dari rumah saat ini), kondisinya lebih bagus, tapi ada tetangga kena TBC mungkin dari sana saya tertular. Makan juga begitu, saya waktu hamil kalau bukan ibu yang masak enggak mau makan, jadi sedikit agak sulit," katanya.

Selama hamil, Dinas Kesehatan Kota Malang memberi bantuan bahan makanan bergizi untuk Melika. Di antaranya berupa telur ayam, daging ayam dan ikan lele yang diberi tiga bulan sekali.

Mendekati waktu melahirkan, petugas kesehatan Puskesmas Gribig merekomendasikan untuk dilakukan di rumah sakit (RS) karena harus operasi. Melika melahirkan prematur di usia kehamilan 8 bulan.

Bahkan, beberapa RS menyatakan tidak sanggup menanganinya dengan alasan peralatan kurang memadai.

"Saat lahir itu, yang satu berat badannya 1,70 kilogram dan tinggi 42 sentimeter, yang satunya lagi beratnya 1,45 kilogram dan tinggi 41 sentimeter. Terus diberi oksigen dan infus, di dalam inkubator itu anak saya sampai satu minggu," katanya.

Setelah lahir, kedua anaknya juga sempat mengalami TBC. Namun, kondisi itu tidak lama dan Melika bersyukur kedua anaknya dinyatakan sembuh dari TBC setelah satu bulan pasca melahirkan dan melakukan pengobatan.

Penuhi kebutuhan gizi anak

Melika mengatakan, pertumbuhan kedua anaknya kini menjadi perhatian Dinas Kesehatan Kota Malang dalam program pengentasan stunting. Bantuan biskuit dan susu juga rutin diberikan setiap bulan sejak usia kedua anak Melika berumur enam bulan.

Selain bantuan pemerintah, Melika dan keluarganya tetap berusaha memberikan makanan bergizi lainnya. Meskipun, suaminya M Rudianto (45), hanya bekerja sebagai tukang reparasi sepatu dan sandal dengan penghasilan rata-rata sehari Rp 40.000. Sedangkan, Melika hanya ibu rumah tangga dan tidak bekerja.


"Selain biskuit dan susu, dulu pas bayinya kan diberi ASI, sekarang diberi sayur sop, soto, sayur-sayuran itu alhamdulillah mau dimakan semua," katanya.

Melika juga rutin mengajak kontrol anaknya ke posyandu dan puskesmas satu bulan sekali. Dia sebenarnya ingin memasukkan anaknya ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Namun, dia masih merasa kasihan. Meski begitu, Melika bersyukur karena kedua anaknya masih bisa beraktivitas normal.

"Alhamdulillah kalau ngomong lancar, sudah bisa baca Al Fatihah dan shalawatan," katanya.

Kini, dia hanya berharap kepada pemerintah untuk kedua anaknya ke depan dapat diperhatikan terus hingga dinyatakan sembuh dari stunting dan tumbuh normal.

ASN jadi orangtua asuh

Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, Husnul Muarif mengatakan, angka stunting di Kota Malang pada tahun 2022 sebesar 9 persen. Tahun ini, pihaknya mentargetkan angka stunting turun di bawah 5 persen.

"Tahun kemarin angka stunting Kota Malang 9 persen, target tahun ini kalau bisa memang mendekati zero, di bawah 5 persen, seperti Surabaya, Pak Wali inginnya seperti itu," kata Husnul pada Rabu (29/3/2023).

Sementara itu, berdasarkan hasil bulan timbang terhadap 34.382 anak pada Februari 2023, jumlah anak berisiko stunting di Kota Malang tercatat 8,9 persen atau sekitar 3.084 anak. Angka ini merata di 57 kelurahan di Kota Malang.

Pemerintah Kota Malang telah mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) dengan jabatan eselon dan tenaga kesehatan untuk menjadi orangtua asuh pada anak berisiko stunting. Setiap ASN diberi tanggung jawab mengasuh dua atau satu anak berisiko stunting.

Mereka bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak asuhnya. Mencukupi kebutuhan gizi dengan berkonsultasi pada ahli gizi setempat dan memantau secara berkala kondisi kesehatan anak asuhnya.

"Pemkot Malang akan mewajibkan para aparatur sipil negara (ASN) dengan jabatan eselon dan tenaga kesehatan memiliki anak asuh berisiko stunting," kata katanya.

"Nanti ada program orangtua asuh anak berisiko stunting untuk ASN. Pembagiannya seperti apa, itu akan ada di wilayah, yang artinya per kelurahan," jelas Husnul.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/04/03/064500278/kisah-ibu-di-malang-penuhi-gizi-anak-kembarnya-yang-alami-stunting-berharap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke