Salin Artikel

37 Tahun Terpisah, Hernik Bertemu Sang Ibu: Sungguh Ini Mama Saya?

Suminah, 82 tahun, jatuh pingsan. Pandangannya gelap saat melihat sosok Hernik Martika, 54 tahun, berjalan memasuki markas Kepolisian Resor Kota Malang Kota pada Rabu (15/03).

Selama 37 tahun, keduanya terpisah. Hernik hilang, tanpa kabar.

“Saya seperti tidak ada otot, dada sakit. Kaget. Mau menjerit tidak bisa,” kata Suminah kepada wartawan di Malang, Eko Widianto, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Ia tak menyangka bisa bertemu kembali dengan putrinya itu. Tangis haru mewarnai pertemuan Hernik bersama ibu dan adik-adiknya. Berangkulan, mereka saling melepas rindu.

“Nandi ae? Ono opo nang Malaysia, opo sing digoleki? [Kemana saja? Ada apa di Malaysia, apa yang dicari?],” tanya Suminah sembari mengelus kepala Hernik.

Hernik ditemukan relawan dan anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtimas) Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Aipda Catur Indra Iriawan.

Di kota itu, Hernik hidup sebatang kara. Hanya membawa satu setel pakaian, Hernik kerap tidur di halte atau emperan toko.

“Bekerja mencuci baju untuk bertahan hidup,” kata Ketua Relawan Anak Bangsa, Yuning Kartikasari alias Yuyun, yang kemudian membantu kepulangan Hernik ke Malang.

Hernik, kata Yuyun, ditipu seorang lelaki dari Kupang setelah bekerja di Malaysia. Seluruh uangnya dihabiskan, hingga hidup terlantar.

Berbekal foto diri dan keterangan jika Hernik berasal dari Kelurahan Mergosono, Kota Malang, Yuyun menyebarkan informasi ke media sosial dan Whatsapp Group relawan pada 21 Februari 2023.

“Nama Sudarni (erni hamid). Mergosono gang 1b. Bapak Dulpai (tukang becak) Mak Mina Ita (saudara nomor 2) Korbani (saudara nomor 1) Suci (saudara nomor 3) Pernah kerja di Pabrik gudang garam,” tulis Yuyun di media sosial, dilengkapi foto Hernik yang terbaru.

Informasi ini sampai ke gawai Nurul Ibtida’iyah, adik bungsu Hernik. Yuyun kemudian mengajak Nurul beserta keluarganya untuk melakukan panggilan video bersama Hernik.

Mula-mula, sebut Yuyun, panggilan video terkesan dingin. Hernik mengaku tak yakin sosok perempuan tua di layar gawai merupakan ibunya.

“Wajar [kalau dia] tidak percaya. Sudah banyak yang memberikan harapan, tapi tidak terbukti,” kata Yuyun.

Lantas, di panggilan video ketiga Nurul menanyakan sejumlah tanda lahir Hernik berupa kutil di bawah mata kiri dan kulit kaki belang putih.

Tanda-tanda ini yang meyakinkan Nurul dan keluarga, jika perempuan di layar gawai merupakan kakaknya yang hilang.

Tangis haru tak bisa dihindari, mereka berharap Hernik segera pulang dan berkumpul bersama keluarga.

“Mana bapak? Mana Tole?” tanya Hernik seperti ditirukan Yuyun.

Berbagai usaha dilakukan oleh keluarganya untuk mencari Hernik, kata Nurul. Sejak 1990-an, keluarganya telah melaporkan hilangnya Hernik ke polisi.

“Tapi ditolak karena dokumen tidak lengkap. Tidak ada KTP dan foto,” ujarnya.

Tak putus asa, mereka terus mencari dan menyebarkan informasi mengenai diri Hernik. Setiap tahun terus mencari, meski perekonomian keluarga mereka tak stabil.

Bapaknya, Dulpai, bekerja sebagai tukang becak sementara ibunya buruh cuci.

Sekitar tahun 2000-an, Nurul mulai memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang Hernik.

“Mencari dengan cara apapun. Berbekal dorongan kakak, saya sebar ke Twitter dan Facebook,” ujarnya. Mereka yakin jika Hernik masih hidup.

Hati Nurul teriris, lantaran bapaknya yang terserang stroke di akhir hidupnya selalu menyebut nama Hernik. Dulpai meninggal dunia sebelum sempat bertemu kembali dengan Hernik.

Hernik pergi tanpa pamit dari rumahnya di Kota Malang pada 1986-an.

Saat berusia 17 tahun, bersama teman-temannya ia mengadu nasib sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Malaysia.

Saat ia pergi itu, tak ada pesan yang ditinggalkan. Hanya secarik kertas di tumpukan pakaian bertulis, “menuju ke Ampel Gading.”

Awalnya Suminah menduga Hernik berangkat ke rumah mertua kakaknya yang berada di Ampel Gading, Kabupaten Malang. Namun, setelah berhari-hari Hernik tak kembali dan tidak pula ditemukan di Ampelgading.

“Mungkin Hernik kasihan dengan perekonomian keluarga, sehingga mengadu nasib ke Malaysia,” ujar Suminah.

Hernik sendiri mengaku hidupnya penuh dengan lika-liku. Mengadu nasib sebagai TKW di Malaysia tak seindah bayangannya.

Ia berangkat bersama lima orang temannya dari Malang, bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Setiap bulan ia mendapat gaji sebesar 250 ringgit Malaysia.

“Namun, kami terpisah. Ada yang bekerja di supermarket dan pabrik,” ujarnya.

Setelah 22 tahun bekerja di Malaysia, pada 2013 ia bersama seorang lelaki yang enggan diceritakan identitasnya, memutuskan pulang ke Kupang.

Selama di Kupang, ia bekerja serabutan mulai mencuci baju hingga memijat. Belakangan, kondisi kesehatannya menurun.

“Kondisi tidak kuat, kaki sakit. Penghasilan habis untuk membeli obat,” ujarnya.

Beberapa kali, ia meminta pertolongan melalui aparatur setempat agar bisa kembali ke Malang. Namun, tak kunjung ada kabar baik. Sehingga kehidupannya semakin tidak menentu.

“Saya tak mau di panti jompo, saya sehat. Saya mau bertemu dengan keluarga, kalau masih ada,” katanya.

Beruntung, ia bertemu dengan relawan dan Bhabinsa Kota Soe, TTS. Lantas, Hernik ditampung sementara selama sebulan di sana.

Akhirnya, setelah perjalanan panjang, Hernik bisa kembali ke pelukan keluarganya di Malang.

“Saya menangis, terlalu gembira. Sayang, tidak bisa bertemu bapak. Saya sudah ziarah ke makamnya,” kata Hernik.

Seolah tak percaya telah bertemu ibu dan adiknya, Hernik saban malam masih sering bertanya, “Sungguh ini Mama saya? Saya tidak percaya. Seperti mimpi.”

Wartawan di Malang, Eko Widianto, berkontribusi untuk laporan ini.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/03/25/075700678/37-tahun-terpisah-hernik-bertemu-sang-ibu--sungguh-ini-mama-saya-

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com