Salin Artikel

Cerita Faisal, 18 Tahun Beternak Tikus Mencit di Situbondo, Jual Ratusan Ekor Setiap Bulan

Warga Desa Pathek, Desa Wonokoyo, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo tersebut bercerita telah 18 tahun beternak tikus mencit, atau sejak tahun 2005.

"Berawal dari kumpul-kumpul teman, terus ada yang beternak ini (mencit) dan saya ikut sampai keterusan sekarang," kata Faisal ketika ditemui di rumahnya, Kamis (23/3/2023).

Menurutnya, tikus mencit diternak untuk kebutuhan makan reptil seperti ular, kadal, lainnya. Pengiriman biasanya dilakukan setiap bulan ke berbagai daerah termasuk Surabaya dan Malang.

Namun terkadang juga ada yang membelinya secara perseorangan. Biasanya pembeli langsung datang ke rumah untuk mengambil hewan yang cocok. Harga yang dijual juga lebih murah.

"Untuk harga yang dijual ketika pengiriman Rp 5.000 namun untuk pembeli yang langsung ke rumah saya hargai Rp 3.500," katanya.

200 ekor per bulan

Menurutnya, tikus mencit sangat cepat berkembang biak.

Dalam sebulan Faisal bisa menjual 200 ekor tikus mencit ke luar daerah. Dia mengatakan, dibutuhkan keseriusan dalam beternak tikus mencit.

"Kandang ini harus bersih normal, biasanya saya bersihkan seminggu sekali," katanya.

Faisal menjelaskan, tikus mencit memiliki ukuran tubuh 6 sampai 8 sentimeter dengan berat badan maksimal 900 gram.

"Kalau hamil harus segera dipisah dari kandangnya, karena kalau lahir bisa dimakan sama mencit lainnya," tuturnya.

Kandang tikus mencit tidak boleh ramai dan harus berada di ruangan cukup kedap cahaya. Hal tersebut karena mencit adalah hewan yang aktif di malam hari.

Bapak dari dua orang anak tersebut menyatakan, mencit betina butuh waktu 14 hari dan maksimal 17 hari untuk mengandung dan bisa melahirkan. Sekali melahirkan, ada 7 ekor sampai 12 ekor anak yang keluar.

"Biasanya dua minggu baru melahirkan, dan kami tempatkan di kandang berbeda supaya tidak dimakan oleh mencit lainnya," katanya.

Faisal juga menyatakan bahwa mencit tidak boleh sering dipegang langsung lantaran bisa membuat stres hingga mempengaruhi pola makan.

Mencit juga tidak menyukai benturan secara berkala. Jika terjadi secara terus menerus, tikus akan stres dan mati.

Menurutnya, benturan selama perjalanan membuat ribuan tikus tersebut stres dan mati ketika perjalanan. 

Menopang ekonomi

Selain beternak tikus mencit, Faisal juga memelihara kambing dan sapi. Dia juga berdagang cilok keliling.

"Untuk penjualan mencit bisa sebulan sekali atau dua minggu sekali, dan untuk kebutuhan sehari-hari saya usaha lain, kondisi begini saya sudah bertahan 18 tahun," terangnya.

Istri Faisal, Sun Wati (51) menyatakan sudah lama dirinya menemani suaminya beternak tikus mencit. Hampir tiap hari Sun Wati ikut membersihakan kandang.

"Tiap hari kami cek kandang, bisa-bisa sampai 5 kali sehari untuk melihat satu per satu kandangnya," katanya.

Menurutnya, beternak tikus mencit membutuhkan kesabaran yang tinggi. Terutama ketika memberikan makan.

"Biasanya malam, pagi dan sore kami selalu lihat," katanya.

Dalam satu bulan dia bisa meraup Rp 1 juta dari penjualan 200 ekor tikus mencit. Salah satu pelanggannya adalah kebun binatang yang memelihara reptil.

Pemasukan pendapatan dari menjual tikus mencit akan terus diputar. Salah satunya disisihkan untuk membeli pakan konsentrat. 

"Selama ini sudah mulai lancar, yang tidak lancar itu hanya ketika Covid-19, banyak kebun binatang yang tutup juga waktu itu," katanya.

Dia menyatakan bahwa hampir separuh dari hasil beternak mencit dikirim ke beberapa kebun binatang di Kota Batu, Malang dan Surabaya. Sehingga usaha ternak tikus mencit juga salah satu sektor yang terpengaruh adanya pandemi Covid-19.

"Alhamdulillah sekarang sudah lancar," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/03/23/173413578/cerita-faisal-18-tahun-beternak-tikus-mencit-di-situbondo-jual-ratusan-ekor

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com