Salin Artikel

Curhat Petugas "Outsourcing" Damkar Surabaya, Gaji di Bawah UMR padahal Pekerjaan Berisiko Tinggi

Padahal para pekerja tersebut mengaku selalu berhadapan dengan pekerjaan dengan risiko tinggi, bahkan nyawa taruhannya.

Risiko tersebut antara lain ketika mereka bertugas memadamkan kebakaran, mengevakuasi ular, hingga mengevakuasi warga yang tenggelam di sungai.

TR (30), salah satu Pasukan Khusus Rescue DPKP Surabaya mengungkapkan bahwa gaji yang diterimanya masih di bawah UMR.

Setiap bulan, ia menerima gaji Rp 4.035.000. Padahal UMR Kota Surabaya naik dari Rp 4.375.479 di tahun 2022 menjadi Rp 4.525.479,19 di 2023.

"Di tahun 2023 ini gaji di angka Rp 4,1 juta. Setelah dipotong BPJS Kesehatan, saya terimanya Rp 4.035.000 per bulan," kata TR kepada Kompas.com, Senin (20/2/2023).

Di Pemkot Surabaya, TR bekerja sejak tahun 2016. Ia merupakan seorang pegawai outsourcing di DPKP Surabaya sebagai tim regu selamat.

"Kerja di Pemkot Surabaya dari 2016 dan sejak awal ditempatkan di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya sampai sekarang," katanya.

Ia mengakui pekerjaannya memiliki risiko sangat tinggi. Baginya, setiap kali turun ke lapangan sama seperti mempertaruhkan nyawa.

Karena itu, ia menilai gaji yang dia terima itu tak sebanding dengan risiko-risiko tersebut.

"Kalau masalah gaji, memang yang saya rasakan kurang. Sangat miris ya, kerja kita di lapangan itu mempertaruhkan nyawa kita. Kalau nyawa dibandingkan dengan ular di lapangan, sangat berbeda," kata dia.

"Dan kita harus bertanggung jawab dengan apa yang kita kerjakan. Ya, harus disiplin juga. Syukur-syukur kalau memang pemerintah melihat kerjanya DPKP di lapangan seperti apa, riilnya seperti apa," lanjut TR.

Ia menjelaskan, sebenarnya masih banyak proses evakuasi di lapangan yang lebih menantang.

Misalnya menyelamatkan anak tenggelam, kebakaran besar, kebakaran tempat kimia, dan sebagainya.

"Karena itu bisa memakan waktu lama dan risikonya jauh lebih besar. Kita mempertaruhkan nyawa kita di sana. Jadi (gaji yang diterima) kurang sebanding dengan risiko yang kami dapatkan di lapangan," kata dia.

Sejak menjadi pegawai outsourcing, ia mengaku gajinya justru lebih besar saat pertama kali masuk tahun 2016.

Di tahun itu, TR mengaku menerima Rp 4.700.000 hingga 2022 lalu. Namun, di tahun 2023 jumlah gajinya berkurang jauh dari yang pernah diterima sebelumnya.

"Awal 2016 itu gaji kita Rp 4,7 juta sampai tahun 2022. Baru masuk di tahun 2023 ini jadi 4,1 juta. Dipotong BPJS terimanya Rp 4.035.000. Kalau lebih besar, tahun-tahun sebelumnya lebih besar. Sekarang turun," kata dia.

Karena alasan itu, ia berharap Pemkot Surabaya lebih memperhatikan pegawai outsourcing atau PPPK.

TR berharap bisa mendapatkan gaji yang lebih tinggi mengingat pekerjaannya memiliki risiko cukup tinggi, bahkan mempertaruhkan nyawa.

"Kita juga punya keluarga, mempertaruhkan nyawa demi negara juga, demi masyarakat juga, jadi harapannya ada kenaikan," kata dia.

"Syukur-syukur kami bisa diangkat jadi ASN. Tapi semua kembali ke kebijakan pemerintah. Kalau kita ini kan hanya ikut saja, pimpinan yang menentukan semuanya. Kita hanya bertugas, bertanggung jawab, dan loyalitas, itu yang ditanamkan ke diri saya dan juga ke teman-teman di DPKP," tuturnya.

Penjelasan pemerintah

Terkait hal ini, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya Muhammad Fikser mengatakan, tenaga outsourcing di Pemkot Surabaya dikontrak perorangan dengan mekanisme yang telah diatur dalam Perpres Pengadaan Barang/Jasa.

"Sebenarnya kan kebijakan Pak Wali itu, mereka itu kan pegawai outsourcing tidak dipihakketigakan. Kalau dipihakketigakan, kita kalau kontrak (ke pihak ketiga) kan tentunya gajinya tidak sebesar itu, bisa di bawah itu," kata Fikser.

Mengenai persoalan gaji, ada klasifikasi kelas yang mengatur besaran gaji mereka. Untuk kategori pasukan atau yang bekerja di lapangan, Fikser mengaku besaran gajinya masih di bawah UMR.

"Jadi bukan karena kebijakan wali kota, tapi ini aturan se-Indonesia. Tapi dia dapat fasilitas seperti BPJS kan," ujar Fikser.

Menurut Fikser, salah satu upaya Pemkot Surabaya berusaha untuk mengontrak langsung tenaga outsourcing tanpa melalui pihak ketiga.

Namun, ada klasifikasi tertentu yang menentukan besaran gaji pegawai outsourcing.

Untuk yang memiliki gaji di atas UMR, lanjut Fikser, biasanya dilihat dari keahlian khusus dan dibuktikan dengan legalitas resmi seperti ijazah dan sertifikasi keahlian.

"Itu gajinya berbeda. Jadi memang soal gaji di OS tidak sama, itu terbagi pada skill yang berbeda-beda sama kelas (ada klasifikasinya) dan ini standar aturannya di Indonesia memang begitu," kata Fikser.

"Kita tidak bisa serta-merta memberikan gaji (sesuai keinginan), karena kan kita ada aturan, standarisasi yang berlaku yang kemudian kita harus taat dengan aturan itu," tutur dia.

Ia menegaskan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan perhatian penuh kepada pegawai, baik itu pegawai outsourcing maupun ASN.

Perhatian itu di antaranya mempertahankan tenaga outsourcing agar bisa terus bekerja di Pemerintah Kota Surabaya.

"Saya kira tidak hanya PMK saja yang punya risiko, semua kerja itu ada risikolah, seperti itu. Tentunya Pak Wali sangat mengapresiasi dengan kerja yang baik dari teman-teman (pegawai) di lapangan," ucap Fikser.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/20/204345378/curhat-petugas-outsourcing-damkar-surabaya-gaji-di-bawah-umr-padahal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke