Salin Artikel

Kisah Nenek Fatimah di Lumajang yang Hidup Sebatang Kara, Rumahnya Tiba-tiba Roboh

Rumah yang ditinggali nenek Fatimah sejak kecil tiba-tiba roboh tanpa sebab yang jelas. Padahal, saat peristiwa itu terjadi, cuaca di wilayah itu cerah, tak ada angin kencang atau hujan deras.

Tembok belakang rumah Nenek Fatimah tiba-tiba ambruk. Diikuti atap rumah yang silih berganti jatuh ke tanah.

Saat peristiwa nahas itu terjadi, nenek Fatimah sedang shalat ashar berjemaah di mushala dekat rumahnya.

Hidup sebatang kara

Nenek Fatimah telah hidup sebatang kara sejak 20 tahun lalu, setelah suaminya meninggal dunia. Ia hidup sendiri karena tidak memiliki anak.

Nenek Fatimah sebenarnya pernah punya seorang bayi laki-laki. Namun, anaknya itu meninggal karena sakit saat bayi.

"Dulu sempat punya anak, tapi meninggal pas bayi. Iya karena sakit," kata Nenek Fatimah di rumahnya, Senin (13/2/2023).

Puluhan tahun hidup berdua bersama suami tercinta, sang nenek harus merasakan pedihnya ditinggal orang yang dikasihi.

Sang suami berpulang ke hadapan Tuhan mendahuluinya karena faktor usia yang sudah tua.

"Bapak meninggal sudah lama, tahun berapa ya, kalau 20 tahun ada," terangnya.

Usai ditinggal suami, Nenek Fatimah berjuang sendiri bertahan hidup. Ia yang sudah berusia lanjut meneruskan pekerjaan suaminya dahulu sebagai buruh tani serabutan.

Usia tidak bisa berbohong. Kekuatan kakinya untuk melangkah tidak sekuat dulu. Sejak lima tahun silam, sang nenek tidak bisa lagi bekerja.

Tidak jarang, tetangga dan keponakan yang tinggal di samping rumahnya mengirimkan makanan untuknya.

"Dulu kerjanya pateng (rajin) ke sawah ya buruh, apa saja dikerjakan, sekarang sudah enggak kuat kentolnya (betis). Ya dapat bantuan itu buat makan," tutur Fatimah.


Rumah roboh

Sungguh malang nasib Nenek Fatimah. Rumah yang telah ditinggalinya selama lebih dari seperempat abad ini tiba-tiba ambruk.

Sebelum ambruk, kondisi rumah berukuran 6x6 meter ini memang sudah memprihatinkan.

Jika hujan turun, rumahnya sudah pasti bocor. Tempat yang seharusnya menjadi tempat berlindung dari terik matahari dan dinginnya hujan tidak sanggup lagi melindungi tubuh kecilnya.

Ember tidak lagi untuk mewadahi air yang menetes dari lubang-lubang atap rumahnya. Namun, ia harus menggunakannya sebagai penutup kepala agar tidak basah kuyup.

"Enggak cuma bocor, kalau hujan itu ya tutupan bak (ember)," keluhnya.

Jangankan memperbaiki rumahnya yang rusak, untuk biaya makan sehari-hari saja Nenek Fatimah sudah kekurangan.

Akibatnya, kekuatan batu bata dan kayu yang menopang rumahnya terus melapuk lantaran hujan yang mengguyur rumahnya hampir setiap hari.

Minggu (12/2/2023) sore, rumah tua nan reot ini tiba-ambruk. Diawali tembok belakang rumah yang roboh lalu diikuti ambrolnya atap rumah.

Padahal, kala itu kondisi cuaca sangat cerah dan tidak ada angin kencang yang berembus.


Nenek Fatimah bersyukur sedang berada di luar saat rumah itu ambruk. Tembok yang roboh itu sangat dekat dengan kamar yang biasa digunakan beristirahat.

Waktu itu, sang nenek tengah melangsungkan shalat asar berjemaah di mushala yang berada di depan rumahnya.

Betapa kagetnya sang nenek saat tetangganya menjemput dirinya ke mushala dan mengabarkan bahwa rumahnya roboh.

Masih dengan mukena yang melekat di tubuhnya, nenek itu bergegas pulang sambil membayangkan kondisi rumahnya. 

Tiba di depan pintu rumah, nenek Fatimah tak kuasa menahan air mata membasahi pipinya.

"Kaget, ya nangis juga. Sampai kemarin ada yang bilang suruh kunci rumah langsung saya kunci karena bingung, padahal rumahnya sudah roboh," ceritanya.

Kabar tentang nasib yang menimpa sang nenek rupanya cepat menyebar ke mana-mana. Senin (13/2/2023) siang, Pemerintah Kabupaten Lumajang datang membawa program perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH).

Rumah sang nenek akan diperbaiki dengan dana yang berasal dari Baznas senilai Rp 20 juta.

Untuk sementara, Nenek Fatimah menumpang tinggal di rumah keponakannya sampai rumahnya selesai diperbaiki.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/14/073738478/kisah-nenek-fatimah-di-lumajang-yang-hidup-sebatang-kara-rumahnya-tiba-tiba

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com