Salin Artikel

Dicurhati Petani Apel soal Kelangkaan Pupuk, AHY: Harusnya Jadi Prioritas

BATU, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menerima banyak keluhan dari para petani apel saat berkunjung ke Desa Tulungrejo, Kota Batu, Jawa Timur, pada Senin (6/2/2023). Keluhan yang diterima AHY utamanya soal kelangkaan pupuk bersubsidi.

AHY bersama rombongan sempat menikmati wisata petik apel di lahan-lahan pertanian warga. Dalam kegiatan itu, AHY didampingi Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya.

Menurut AHY, keluhan petani apel di Kota Batu itu hampir dialami semua petani di semua daerah pertanian yang pernah dikunjunginya.

"Ini hampir semua daerah, berbagai komunitas petani mengalami hal yang sama. Mau beli pupuk (subsidi) kesulitan, terus petani kita mau ngapain. Kami memiliki teman-teman wakil rakyat yang ada di DPR RI, yang diharapkan bisa memperjuangkan para petani di Kota Batu dan Indonesia," kata AHY, Senin.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mengutamakan kebutuhan petani demi kepentingan kemandirian pangan. Namun, petani justru kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

"Pupuk mahal, subsidinya hilang, harusnya petani diutamakan. Kalau negara memiliki uang seharusnya yang menjadi prioritas petani, terutama soal pupuk. Kalau mahal ya susah," katanya.

Tidak hanya itu, AHY mengatakan, kondisi para petani apel saat ini tidak semakin membaik. Harga jual apel yang terus menurun menjadikan mereka merugi.

"Kalau produktivitas tidak semakin membaik, harga terus turun di bawah biaya operasional, kan enggak masuk akal. Seharusnya petani jual untung. Kondisi itu juga ditambah adanya komoditi impor yang terus ada dan tengkulak tidak berperikemanusiaan," katanya.

Dia berharap, pemerintah dapat membantu pemasaran produk apel asal Kota Batu sehingga bisa memiliki harga yang baik. Pihaknya berjanji akan memperjuangkan kondisi para petani supaya lebih baik lagi.

"Kita harus membantu masyarakat bagaimana bisa bekerja, supaya bisa mandiri, tentu butuh bantuan, negara ini ada untuk rakyatnya. Pembangunan yang dilakukan untuk rakyat, bukan sebaliknya, kita akan perjuangkan itu," katanya.

"Kendala kita juga banyak petani yang muda-muda ini terus berkurang, enggak mau bertani apel, mereka ini merupakan generasi keempat petani apel," katanya.

Basuki, petani apel di Kota Batu, mengatakan, kerugian yang dialami para petani sudah dirasakan sekitar 4 tahun lamanya. Selain kendala pupuk, obat-obatan pertanian yang mahal menjadikan banyak petani apel di wilayahnya gulung tikar.

"Pupuk subsidi dicabut, mengapa kita tidak bisa beli. Kami memohon kepada Bapak dari DPR RI dapat memperjuangkan petani di sini dan Indonesia. Kalau petani loyo, pemerintah yang kesulitan. Kalau petani kelaparan, ekonomi susah, sulit semuanya," katanya.

Dia mengatakan, kondisi lahan pertanian apel di Desa Tulungrejo rata-rata sudah berusia 25 tahun atau berusia lanjut. Sehingga hasil panen yang diperoleh tidak sebanyak seperti puluhan tahun lalu. Tidak jarang, kondisi itu membuat para petani beralih menanam sayur dan komoditi buah yang lain.

Bila kondisi itu terus terjadi, dikhawatirkan apel asal Kota Batu akan punah di masa depan.

"Lahan di sini sudah 25 tahun, petani apel di sini banyak yang potong pohon karena harga turun, pendapatan di bawah operasional, harga semakin murah di bawah Rp 7.000 (setiap kilogram). Mohon dibantu pemasaran, tengkulak jualnya juga di bawah harga standar, itu keluh kesah petani," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/06/205801278/dicurhati-petani-apel-soal-kelangkaan-pupuk-ahy-harusnya-jadi-prioritas

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com