Salin Artikel

Kisah di Balik Kampung dengan Deretan Rumah bak Istana di Madura, Pemiliknya Para Perantau Usaha Toko Kelontong di Jakarta

Rumah-rumah di kampung tersebut tampak megah bak istana.

Sekitar 15 rumah mewah berjejer, rata-rata dipagar tembok setinggi tiga meter dengan pintu gerbang baja di depannya.

Jenis rumah juga didesain kontemporer dengan atap segitiga yang tak terlalu tinggi.

Sisi modern sangat terlihat dari desain rumah tersebut. Ada pula yang mengombinasikan gaya rumah modern-klasik dengan menambahkan dua pilar besar di bagian depan rumahnya.

Perantau sukses

Para pemilik rumah megah itu merupakan pengusaha warung kelontong Madura yang sukses mengadu nasib di Jakarta.

Salah seorang pemilik rumah, Ati (46) mengaku bisa membangun rumah mewah berkat usahanya sebagai pemilik warung kelontong di Jakarta.

Rumah yang ia bangun di kampung Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep itu merupakan buah dari jerih payahnya.

"Saya sudah 20 tahun (buka warung kelontong) di Jakarta, dan Alhamdulillah bisa bangun (rumah) ini," kata Ati kepada Kompas.com, Senin (6/2/2023).

Ati mengaku, ia bersama suaminya merantau ke Jakarta sekitar tahun 2003. Saat itu, ia bingung lantaran di kampung halamannya tak ada lapangan pekerjaan yang menjanjikan.

Awalnya, Ati bersama suaminya mengelola warung kelontong milik orang lain. Sebagai karyawan, setiap hari mereka bergantian menjaga warung selama 24 jam penuh, 7 hari seminggu.

Ati bercerita, ia bersama suami sempat tinggal di bagian belakang warung yang luasnya 40 meter persegi. Di sana ada kasur, dapur, dan pakaian-pakaian yang digantung.

Boleh dikata, mereka nyaris tak pernah meninggalkan warung yang buka 24 jam penuh, 7 hari seminggu itu.

Kalau pun pergi, mereka harus bergantian. Jika sang suami berbelanja ke pasar, Ati menunggu di warung dan sebaliknya. Dunia mereka seolah berkutat di sana.

Usai beberapa tahun mengelola warung kelontong milik orang lain, Ati dan suaminya memutuskan membeli satu unit toko di Jakarta.

Setalah satu unit toko terbeli, di tahun-tahun berikutnya, toko-toko lain kemudian mampu dibeli oleh pasangan suami istri itu.

"Sekarang sudah ada 3 toko, masing-masing ada (karyawan) yang jaga. Ada yang satu toko 3 orang, ada yang 2 orang," tuturnya.

Jejak itu, kemudian banyak diikuti oleh warga kampung Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango lainnya.

Mayoritas dari mereka terbilang sukses membuka usaha warung kelontong di Jakarta. Dampaknya, rumah-rumah warga di kampung Mandun megah-megah bak istana.

Penjelasan kepala desa

Fenomena merantaunya warga Kampung Mandun diakui juga oleh aparat desa setempat, Rasyid (52).

Menurutnya, hampir 50 persen warga kampung, memilih pergi ke Jakarta untuk membuka warung kelontong Madura.

"Di sini tidak ada kerjaan, paling-paling jadi nelayan dan itu musiman, kalau mau melakukan aktivitas pertanian di sini jenis tanahnya kering," kata Rasyid.

Berangkat dari latar belakang persoalan itu, mayoritas warga akhirnya memilih merantau ke Jakarta. Puncaknya, lanjut Rasyid, terjadi pada tahun 2017 lalu.

Hingga kini, keberadaan rumah-rumah mewah itu terus menggurita di kampung Mandun.

Kendati mayoritas pemiliknya ada di Jakarta, rumah yang dibangun dengan harga miliaran itu tetap dihuni oleh kerabat hingga orang tua dari pemilik rumah.

"Ada yang bertahun-tahun tidak pulang, rumah-rumah mewah di sini banyak yang ditempati orangtuanya," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/06/115355078/kisah-di-balik-kampung-dengan-deretan-rumah-bak-istana-di-madura-pemiliknya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke