Salin Artikel

Melihat Koleksi Senjata Era Kemerdekaan di Museum Brawijaya Malang, Ada yang Terbuat dari Potongan Tiang Listrik dan Telepon

Salah satunya, mortir yang dibuat oleh para pejuang Indonesia dari potongan tiang listrik dan tiang telepon.

Pemandu Museum Brawijaya, Hasan Bukhori mengatakan, mortir tersebut dibuat di Pabrik Meritjan, Kediri pada tahun 1945.

Saat ini, pabrik tersebut telah menjadi pabrik gula. 

"Mortir ini kaliber 50 milimeter dan mortir kaliber 90 milimeter, dibuat dengan amunisinya juga, senjata ini untuk membantu perjuangan kemerdekaan," kata Hasan, Selasa (8/11/2022).

Mortir tersebut dibuat dari potongan tiang listrik dan tiang telepon karena pada saat itu, pejuang Indonesia masih kesulitan mencari bahan baku.

"Karena di zaman itu susah mencari bahan bakunya, sehingga dibuat dari bahan seadanya. Dimana untuk bahan bakunya, dibuat dari potongan tiang listrik dan tiang telepon. Kemungkinan juga, senjata-senjata ini digunakan saat pertempuran 10 November di Surabaya," katanya.


Dia mengatakan kepiawaian pejuang Indonesia dapat membuat senjata, tidak lepas karena peran Jepang yang melatih masyarakat Indonesia menjadi PETA atau Pejuang Tanah Air.

"Tahun 1942 datang Jepang yang membentuk PETA, itu tentara dari Indonesia, kemudian mereka belajar menggunakan senjata, termasuk Supriadi tentara PETA yang belajar sehingga terjadi pemberontak Peta di Blitar, beliau dari tahun 42-45 belajar senjata," katanya.

Terpisah, pemerhati sejarah, Agung H Buana mengungkapkan, di wilayah Malang pada masa perjuangan kemerdekaan terdapat beragam sekolah seperti sekolah negeri, swasta, agama dan kejuruan teknik.

Kemudian, memasuki penjajahan Jepang, para pelajar lebih banyak menghabiskan waktu dengan latihan kemiliteran.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi oleh pasukan Belanda kembali masuk ke wilayah Indonesia dan berusaha menjajah kembali.

"Anak-anak sekolah ini terpanggil jiwanya dan ikut berjuang bertempur mempertahankan kemerdekaan. Untuk anak-anak sekolah umum tergabung dalam Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Sedangkan anak-anak sekolah kejuruan teknik, tergabung dalam TGP (Tentara Genie Pelajar)," katanya.

Menurutnya, pejuang saat itu kesulitan mencari bahan baku. TGP memikirkan cara kreatif dengan membuat senjata dari bahan seadanya.

"Jadi, yang paling mudah adalah membuat mitraliur (senjata) dan mortir dari tiang listrik, tiang telepon yang dipotong," katanya.

Agung Buana mengatakan, ketahanan senjata yang terbuat dari bahan baku seadanya itu tidak sekuat senjata yang digunakan oleh pasukan Sekutu.

"Memang ketahanannya tidak sekuat senjata yang dipakai pasukan sekutu. Tetapi dengan senjata buatan anak-anak TGP itu, ikut membantu pejuang dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/11/10/205459778/melihat-koleksi-senjata-era-kemerdekaan-di-museum-brawijaya-malang-ada-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke