Salin Artikel

Cerita Petani Manfaatkan Elpiji 3 Kilogram Jadi Bahan Bakar Alat Pertanian, Biaya Lebih Irit

Pria yang akrab disapa Hayyin itu sudah tak memakai BBM sebagai bahan bakar alat pertanian, seperti mesin pompa air yang digunakan untuk mengairi sawah.

Hayyin telah lama menggunakan elpiji berukuran tiga kilogram sebagai bahan bakar pompa air. Ia juga memakai elpiji sebagai bahan bakar motor yang telah dimodifikasi.

Sepeda motor dengan bahan bakar LPG itu juga digunakan sebagai alat tranportasi khusus untuk ke sawah. Setiap pagi, dia berangkat ke sawah menggunakan sepeda motor tersebut.

Hayyin juga membawa pompa air beserta tabung gas elpiji tiga kilogram. Tiba di sawah, Hayyin mengairi sawah dengan mesin pompa air. Umumnya, mesin pompa air menggunakan bahan bakar Pertalite atau Solar.

Namun, Hayyin berkreasi dan memodifikasi mesin pompa air itu untuk menghemat pengeluaran.

“Kalau pakai bahan bakar LPG untuk mesin pompa air sudah sejak tahun 2016 lalu,” kata Hayyin kepada Kompas.com, Rabu (26/10/2022).

Sedangkan modifikasi sepeda motor menggunakan tabung gas dilakukan sekitar empat tahun lalu. Semua itu dibuat sendiri dengan keterampilan yang dipelajari secara otodidak oleh Hayyin.

Cerita awal manfaatkan tabung elpiji

Hayyin merupakan seorang petani yang inovatif. Dia membuat berbagai alat pertanian yang memudahkan kerja pertanian.

Seperti alat penabur benih padi menggunakan pipa hingga alat pembakaran jerami di sawah menggunakan tabung elpiji tiga kilogram.

“Awalnya dulu ada warga dusun sebelah yang pakai elpiji tiga kilogram jadi bahan bakar pompa air,” ucap dia.

Hayyin pun tertarik mencoba menerapkan cara tersebut. Akhirnya, dia belajar secara otodidak cara mengalihkan bahan bakar Pertalite atau Solar pada mesin pompa air.

Setelah berhasil, Hayyin mengairi sawah dengan pompa air yang sudah memakai bahan bakar gas tersebut. Ternyata, hasilnya sangat irit dibandingkan Pertalite dan Solar.

“Apalagi sekarang harga BBM semakin naik, jadi lebih irit dibanding pakai Pertalite atau Solar,” tambah dia.

“Saya mengawali di dusun saya sendiri, sekarang diikuti petani yang lain di sini,” tambah dia.

Hayyin membandingkan penggunaan tabung gas tersebut dengan Pertalite atau Solar. Dia mengairi sawahnya seluas seperempat hektar dari pukul 07.00 WIB-15.00 WIB, yakni selama 8 jam.

“Itu kalau untuk mengairi tanaman jagung, tidak sampai habis total,” ungkap dia.

Namun, jika dipakai mengairi sawah tanaman padi dari pagi hingga sore, tabung elpiji berukuran tiga kilogram bisa habis. Saat ini, harga elpiji berukuran tiga kilogram dibanderol Rp 18.000. 

Hal ini berbeda ketika menggunakan bahan bakar jenis Pertalite. Mesin pompa air yang menggunakan Pertalite selama delapan jam, bisa menghabiskan sekitar empat hingga lima liter.

Pertalite dibanderol seharga Rp 10.000 per liter. Sehingga, biaya yang harus dikeluarkan dalam sehari untuk lima liter Pertalite mencapi Rp 50.000.

“Ada selisih harga sekitar Rp 32.000 setiap mengairi sawah, jadi jauh lebih hemat,” ungkap dia.

Meski begitu, terdapat kekurangan dalam menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar mesin pompa air. Mesin pompa, kata Hayyin, jadi lebih panas.

Namun, kekurangan itu bisa diatasi dengan cara rajin mengontrol oli mesin.

Hayyin menambahkan, pemanfaatan tabung gas elpiji tiga kilogram itu bisa membantu meringankan beban biaya petani. Apalagi, ketika panen, harga hasil pertanian kerap turun.

Ketika hasil panen gagal, usaha itu juga turut meringankan beban modal petani untuk bercocok tanam. Sekarang, kata dia, banyak petani yang sudah memanfaatkan tabung gas sebagai bahan bakar mesin pompa air.

Pemanfaatan gas ini seiring dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 tentang penyediaan, pendistribusian dan penetapan harga tabung tiga kilogram untuk kapal penangkap ikan dan mesin pompa air bagi petani sasaran.

Hal itu dilakukan Hayyin setelah melihat biaya yang dipangkas setelah memodifikasi mesin pompa air.

Lulusan SMK itu memutar otak, ternyata caranya tidak jauh berbeda dengan mesin pompa air, yakni tinggal mengganti selang kaburator motor dengan selang tabung gas.

“Sampai sekarang terus saya pakai ke sawah, itu murni hanya dari tabung gas elpiji tiga kilogram,” tutur dia.

Ketika tiba di sawah, sepeda motor itu diparkir di pinggir sawah dan dikunci agar tak dicuri orang. setelah itu, dia bergegas untuk mengairi tanamannya.

Biaya yang digunakan memodifikasi motor tersebut sekitar Rp 300.000. Biaya itu dibutuhkan untuk membuat tabung gas pada sepeda motor di tukang las dan mengganti selang karburator.

“Saya mendesain bentuknya, lalu dibawa ke tukang las untuk tempat tabung gasnya,” tambah dia.

Hayyin pernah menghitung, satu tabung gas elpiji tiga kilogram bisa menempuh jarak sekitar 100 kilometer. Sementara, jika menggunakan Pertalite, jarak itu membutuhkan empat liter bahan bakar.

“Pakai tabung gas hanya Rp 18.000, kalau pakai pertalite satu liter Rp 10.000 kali empat liter, kan Rpv40.000,” ucap dia.

Para petani mulai beralih ke elpiji

Selain di desa tempat tinggal Hayyin, para petani di sejumlah kecamatan di Kabupaten Jember juga sudah mulai beralih menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar mesin pompa air.

Seperti yang dilakukan oleh Didik Rudi Hartono, warga Dusun Sumberdandang Desa Kertosari Kecamatan Pakusari. Dia sudah menerapkan cara itu sejak tiga tahun lalu.

Alasannya karena lebih irit dan bisa menghemat biaya pertanian.

“Saya mengawalinya saat musim kemarau, pada masa tanam ketiga,” kata dia.

Dia menggunakan tabung gas elpiji tiga kilogram karena biaya mengairi sawah menggunakan BBM sangat mahal.


Didik mengatakan, untuk mengairi sawah seluas satu hektar, membutuhkan biaya sekitar Rp 150.000 ribu untuk membeli Pertalite.

Selain itu, bila menggunakan petugas ulu-ulu air, bisa menghabiskan biaya sekitar Rp 300.000 hingga Rp 500.000, tergantung medan beratnya sawah.

“Akhirnya saya beralih pakai bahan bakar tabung elpiji tiga kilogram untuk mesin pompa air, satu hektar biayanya sekitar Rp 75.000 hingga Rp 100.000,” papar dia.

Didik menambahkan, selama proses tanam, pengairan sawah dilakukan sebanyak empat kali.

“Kalau jagung bisa empat kali penyiraman, tembakau bisa tiga kali, tapi juga tergantung cuacanya,” tambah dia.

Untuk itu, pemakaian gas elpiji berukuran tiga kilogram dinilai menjadi solusi di tengah beragamnya masalah yang dihadapi petani, seperti pupuk mahal, harga jual saat panen anjlok, hingga ancaman gagal panen.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/26/095610278/cerita-petani-manfaatkan-elpiji-3-kilogram-jadi-bahan-bakar-alat-pertanian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke