Salin Artikel

Kerap Didatangi Polisi, Devi Batalkan Otopsi Ulang 2 Anaknya yang Meninggal Saat Otopsi

Kedua putrinya yakni Natasya Ramadani (16) dan Naila Angraini (14) menjadi korban tewas saat tragedi Kanjuruhan Malang, Jawa Timur.

Selain kedua anaknya, mantan istrinya yakni Debi Asta (35) turut meninggal dunia. Mereka bertiga meninggal di Gate 13.

Warga Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu mencabut pernyataan kesediaan melakukan otopsi.

Padahal sebelumnya, ia memiliki keinginan autopsi guna mengetahui penyebab pasti kematian kedua putrinya tersebut.

Devi Athok Yulfitri mengungkapkan ada dua alasan ia mencabut pernyataan kesediaan melakukan otopsi tersebut.

"Yang pertama, kalau dilakukan otopsi yang terlibat tidak hanya dari pihak polisi saja, melainkan juga ada pihak luar (yang ikut dilibatkan). Kalau enggak ada hal itu, ya enggak usah (dilakukan autopsi)," ujarnya kepada TribunJatim.com, Rabu (19/10/2022).

Lalu yang kedua, tidak ada keinginan dari para keluarga korban meninggal tragedi Kanjuruhan lainnya untuk melakukan otopsi.

"Kenapa pihak keluarga dari korban meninggal tragedi Kanjuruhan yang lainnya enggak ikut mengajukan otopsi. Kalau usut tuntas, ya harus berkorban dan jangan hanya bicara. Yang saya sesalkan sampai sekarang ini, kok cuma saya yang bikin pengajuan otopsi, yang lainnya kemana kok tidak ikut bikin pengajuan otopsi," ungkapnya.

Selain tak mendapat dukungan dari siapapun atas perjuangannya, Devi juga mengaku didatangi oleh sejumlah anggota polisi yang langsung datang ke rumahnya.

Seingat Devi, ia mendapat kunjungan dari pihak kepolisian sebanyak tiga kali. Kedatangan aparat kepolisian ini, bukan dalam rangka pengancaman. Namun, mereka menanyakan soal maksud otopsi tersebut.

"Tiga kali (didatangi polisi). Mereka datang rombongan. Enggak ada perkataan pengancaman, tapi kan didatangi saja takut," jujurnya.

Akhirnya pada tanggal 17 Oktober 2022, ia pun memutuskan mencabut kesediannnya untuk otopsi terhadap kedua jenazah putrinya.

Keputusan mundur dari otopsi tersebut, disampaikan melalui surat yang ia tulis ketika pihak kepolisian datang ke rumahnya.

Namun, beberapa hari ke belakang, keluarga korban didatangi pihak kepolisian secara terus menerus.

"Akhirnya, keluarga korban merasa terintimidasi. Mereka (polisi) datang ke rumah dalam rangka meminta agar ayah korban itu untuk mencabut pernyataan siap otopsi," ujar dia pada Rabu (19/10/2022).

Dari tindakan tersebut, akhirnya keluarga korban membuat surat pernyataan mencabut rencana ketersediaan otopsi.

"Sampai sudah dibuatkan sama pihak aparat (pernyataan mencabut autopsi) di rumahnya," tambahnya.

"Jadi, Devi itu sebelumnya didampingi pengacara lain, tetapi tidak dapat pendampingan hukum yang cukup. Akhirnya, ia mengadu ke kami," ungkapnya.

KontraS pun menyayangkan tindakan pihak kepolisian yang terus menerus melakukan intimidasi.

Dan pihak KontraS akan berkirim surat kepada pihak kepolisian agar menghentikan berbagai bentuk intimidasi kepada korban tragedi Kanjuruhan.

"Nanti, kita akan diskusi lagi dengan pihak keluarga. Kita juga akan masukkan hal ini ke program LPSK dan kami segera koordinasi dengan LPSK," pungkasnya.

LPSK kembali ke Kanjuruhan

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bakal melakukan pendalaman informasi atas adanya dugaan intimidasi yang dilakukan anggota polisi kepada keluarga korban tragedi Kanjuruhan.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, pihaknya akan kembali ke Kanjuruhan untuk menggali informasi tersebut.

Hal ini dilakukan mengingat LPSK menyatakan terbuka dan siap untuk melakukan perlindungan kepada para korban dan saksi tragedi yang menewaskan sedikitnya 133 orang itu.

"Tim LPSK akan dialami itu (adanya intimidasi). Iya (LPSK akan ke Kanjuruhan) dalam waktu segera," ucap Edwin saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (19/10/2022).

LPSK kata Edwin, telah menerima informasi adanya dugaan intimidasi oleh anggota polisi kepada keluarga korban untuk membatalkan rencana melakukan autopsi terhadap jenazah anaknya itu.

Hanya saja, informasi yang didapat tersebut kata Edwin harus didalami kembali guna meyakinkan lebih jauh soal adanya dugaan itu.

"Kami kemarin dapat informasinya. Akan kami kroscek dulu," ucap Edwin.

Pendalaman yang akan dilakukan yakni salah satunya dengan menanyakan kepada pihak yang bersangkutan perihal maksud dari anggota kepolisian tersebut meminta untuk membatalkan otopsi.

Hanya saja, Edwin tak membeberkan secara detail perihal mekanisme apa yang nantinya akan dilakukan LPSK atas kejadian tersebut.

"Harus didalami apa yang membuat yang bersangkutan mencabut persetujuan autopsi itu? Apakah hubungannya kedatangan polisi dan pencabutan persetujuan autopsi tersebut? Apa keperluannya 3 kali polisi datangi yang bersangkutan?" tutur Edwin.

Sementara itu pendamping Tim Gabungan Aremania (TGA), Andi Irfan menuding gagalnya otopsi ini karena ada upaya intimidasi dari polisi kepada keluarga korban.

Hal ini berdasarkan pengakuan dari pihak keluarga korban yang bernama Devi yang kehilangan kedua anaknya dan sempat meminta otopsi atas jasad kedua anaknya itu.

Akan tetapi, sejak Devi menandatangani surat ketersediaan untuk dilakukan otopsi tersebut, rumahnya sering didatangi oleh polisi.

"Di sini keluarga korban punya pemahaman, bahwa polisi sedang mengancam dan mengintimidasi, walaupun tidak ada kata-kata verbal yang mengarah ke sana. Tapi kehadiran mereka adalah ancaman kepada keluarga korban," ucapnya saat ditemui TribunJatim.com, Rabu (19/10/2022).

Dalam kasus ini, pria yang juga Sekjen KontraS itu menyampaikan, Devi telah diarahkan menulis surat pernyataan yang berisi pembatalan atas rencana otopsi.

Dia mengatakan, aparat kepolisian dari Polres Malang yang mengarahkan secara detail bagaimana cara membuat surat pernyataan yang berisi pembatalan rencana otopsi.

Padahal, Devi sebelumnya telah membuat surat pernyataan bersedia kedua anaknya untuk diautopsi.

"Jadi saya kira kalau dari pihak kepolisian menyatakan tidak ada intimidasi, itu tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan di lapangan. Saya melihat polisi menghalangi upaya penegakan hukum. Menghalangi upaya bersama untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi di Kanjuruhan," terangnya.

Sebelumnya, TribunJatim.com sempat menghubungi Devi melalui sambungan telepon pada Selasa (18/10/2022) kemarin.

Pada saat itu Devi membenarkan ada upaya intimidasi yang menyebabkan kedua anaknya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan urung di autopsi.

Devi membenarkan, rumahnya telah didatangi oleh polisi yang membuat dirinya tidak tenang.

"Intimidasi itu benar. Rumah saya didatangi polisi. Saat ini saya masih di Blitar," ucap Devi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 2 Putrinya Jadi Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan, Devi Batalkan Autopsi Karena Kerap Didatangi Polisi

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/20/155000878/kerap-didatangi-polisi-devi-batalkan-otopsi-ulang-2-anaknya-yang-meninggal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke