Salin Artikel

Duduk Perkara Kasus Suara Penjual Dawet dalam Tragedi Kanjuruhan, Respons Pihak Suprapti hingga Maaf Keluarga Iwan

Kompas.com menghimpun penjelasan dari pihak pemilik suara yang bernama Suprapti, keluarga Aremania bernama Iwan, dan pihak kepolisian.

Bermula rekaman suara yang beredar

Kasus ini bermula dari beredarnya sebuah rekaman suara perempuan yang mengaku sebagai seorang penjual dawet di sekitar pintu keluar 3 Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pemilik suara mengklaim menjadi saksi tragedi Kanjuruhan.

"Yang lebih parah itu, akhirnya mereka (Aremania) uyel-uyelan (desak-desakan), uyel-uyelan keluar karena menghindari gas air mata," ungkap suara perempuan dalam rekaman itu.

"Nah, gas air matanya sebetulnya gak terlalu anu kok. Cuman ini, uyel-uyelane karo sodok-sodokane karo jejek-jekane (desak-desakan dan dorong-dorongan serta injak-injaknya) sesama suporter," tutur perempuan itu lagi.

Selain itu, pemilik suara menyimpukan bahwa beberapa Aremania meminum alkohol. Termasuk korban yang meninggal dunia, berbau alkohol.

"Terus ditolong dia dilindungi, dibawa. Tapi wong suporter sakdurunge wes ngombe kabeh (sebelumnya supporter sebelumnya sudah minum semuanya)," kata pemilik suara tersebut.

Perempuan yang mengaku penjual dawet itu juga menyebutkan nama Aremania bernama Nawi atau Iwan.

Beredar video permintaan maaf

Beberapa hari kemudian, beredar sebuah video seorang perempuan menangis meminta maaf

Rekaman video momen permintaan maaf Suprapti kepada Eka Wulandari berdurasi 2 menit 20 detik itu diunggah akun Twitter @AremaniaCulture Rabu, (12/10/2022).

Kompas.com sudah mendapat izin dari pengelola akun @AremaniaCulture untuk mengutip twitnya.

"Masih ingat rekaman suara yang viral memberikan kesaksian terkait tragedi di kanjuruhan dan mengaku sebagai penjual dawet? Berikut video yang bersangkutan meminta maaf ke salah satu keluarga korban yaitu mas Nawi Curva Nord," tulis @AremaniaCulture.


Dalam video tersebut, perempuan yang tampak mengenakan baju coklat itu berbicara dengan perempuan lain yang disebut sebagai keluarga Iwan Junaedi, keluarga korban meninggal tragedi Kanjuruhan.

Wanita yang mengaku bernama Suprapri tersebut meminta maaf kepada perempuan yang ia sebut sebagai Mbak Eka.

"Saya Suprapti memohon maaf, karena berhubung dengan voice note yang beredar kemarin. Saya tidak ada tujuan apa pun untuk menjelekkan nama almarhum," kata dia.

"Demi Allah, saya meminta maaf kepada panjenengan. memohon dengan sangat tolong maafkan saya bila ada kata saya yang salah," lanjut perempuan tersebut.

Suprapti mengaku tidak ada tujuan untuk mencemarkan nama baik Iwan yang sehari-hari disapa Sam Nawi.

"Bukan tujuan saya untuk mencemarkan nama baik Mas Nawi. Tolong dimaafkan, dan untuk mas-masnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya, karena tidak ada tujuan saya untuk menjelekkan siapa pun di sini," tutur Suprapti.

Sambil menangis, Suprapti berterima kasih kepada Eka jika bersedia menerima permohonan maafnya. 

"Dan saya bukan suruhan siapa-siapa. mohon maaf sebesar-besarnya Mbak Eka," kata dia.

Suprapti kemudian bersujud di depan Eka sambil menangis sesegukan. Ia pun kembali memohon maaf.

"Saya beban Mbak," katanya.

Tak lama kemudian, Eka memeluk Suprapti yang masih menangis.

Penjelasan pihak Suprapti

Saat ditemui Kompas.com di kediamannya pada Jumat (14/10/2022), Suprapti belum berkenan memberi keterangan.

Ia mengaku belum siap secara mental setelah rekaman suaranya ternyata viral.

Suami Suprapti, Fauzi pun menyampaikan permohonan maaf tidak bisa berkomentar apa-apa terkait hal itu.

Dia juga mengakui Suprapti telah meminta maaf secara langsung pada keluarga korban tragedi Kanjuruhan.

Secara singkat, Fauzi menyebut istrinya khilaf dan tidak bermaksud untuk memperkeruh keadaan dalam tragedi Stadion Kanjuruhan.

"Sebagai bentuk permintaan maaf, istri saya sudah berkunjung ke rumah Mas Iwan untuk meminta maaf kepada keluarganya, dan itu dilakukan oleh istri saya dari hati nurani dan tanpa paksaan dari siapa pun," jelasnya.

Terkait rekaman suara yang tersebar di media sosial, Fauzi mengatakan Suprapti sudah dipanggil oleh pihak kepolisian dan sudah memberi keterangan secara lengkap kepada pihak kepolisian.

"Tapi, mohon maaf saya tidak bisa menyampaikan di sini. Silahkan bisa ditanyakan secara lengkap di kepolisian. Sudah saya sampaikan semua di sana," jelasnya.

Penjelasan polisi

Kasatreskrim Polres Malang, AKP Donny K Bara'langi membenarkan pihak kepolisian sempat memeriksa Suprapti.

"Sementara ini kami periksa sebagai saksi," ujarnya.

Namun, pemeriksaan itu menurut Donny belum menyeluruh, sebab Suprapti masih belum diajak berbicara akibat mengalami tekanan mental.

"Yang bersangkutan belum banyak diajak ngobrol. Kayaknya masih mengalami tekanan mental," ujarnya.

Maaf keluarga Iwan

Sementara itu, Istri mendiang Iwan, Eka Wulandari membenarkan bawa Suprapti sudah mendatangi rumahnya dan meminta maaf kepada keluarganya, Rabu (12/10/2022).

Eka pun mengaku pihaknya beserta keluarga besar Iwan sudah memaafkan Suprapti dengan ikhlas.


"Kami sekeluarga ikhlas memaafkan. Agar masalah ini tidak berlarut-larut. Karena kami juga sudah mengikhlaskan kepergian Mas Nawi," ungkapnya.

Dalam momen permintaan maaf itu, Eka menilai Suprapti sudah bersungguh-sungguh meminta maaf atas kesalahannya.

"Lagipula Bu Suprapti ini kayaknya memang membuat keterangan asal-asalan dan tidak benar. Jadi ya sudah, kami sudah memaafkan dia," tegasnya.

Selanjutnya, Eka berpesan kepada Aremania, khususnya kepada teman-teman dekat Iwan agar tidak berlarut-larut fokus kepada kasus Suprapti.

"Sudah lah jangan terlalu fokus kepada Ibu Suprapti ini, dan kembali fokus untuk mendorong usut tuntas pada tragedi Stadion Kanjuruhan," tuturnya.

Sebab menurutnya, bukan itu masalah utama tragedi Kanjuruhan yang memakan korban jiwa hingga 132 orang.

"Tapi tragedi yang terjadi di dalam stadion, yakni penembakan gas air mata yang banyak memakan korban. Termasuk Mas Iwan yang juga menjadi korban saat itu," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/14/172041978/duduk-perkara-kasus-suara-penjual-dawet-dalam-tragedi-kanjuruhan-respons

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com