Salin Artikel

Teriakan "Saudara Kami Dibunuh" Warnai Doa Bersama untuk Korban Tragedi Kanjuruhan

"Saudara kami dibunuh," teriak peserta doa bersama.

Suasana sempat sedikit gaduh di antara kerumunan warga yang mayoritas adalah kalangan muda dan suporter sepak bola Blitar.

Namun hal itu tidak berlangsung lama. Setelah massa menyanyikan lagu dengan lirik berisi tugas pihak kepolisian untuk mengayomi dan melindungi masyarakat, acara bubar seiring guyuran hujan.

Banyak peserta doa bersama yang menjadi saksi mata tragedi yang menewaskan 131 korban jiwa di Stadion Kanjuruhan Malang.

Yustama Irawan, warga Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar mengaku berada di tribune 14 ketika kerusuhan itu terjadi.

Menurutnya, kerusuhan itu dipicu oleh sikap aparat kepolisian yang bertindak represif saat sejumlah suporter hendak turun mendekati sejumlah pemain Arema FC untuk memberikan dukungan moral atas kekalahan tim berjuluk Singo Edan itu.

Namun belum sampai ke lapangan, kata dia, dua atau tiga suporter itu diadamh aparat kepolisian dan ditendang hingga terjatuh.

"Ada polisi mengadang terus ditendang-tendang, akhirnya yang lain tidak terima. Akhirnya banyak yang turun," ujarnya kepada wartawan di sela doa bersama itu.


Beberapa saat kemudian, ujarnya, terjadi kericuhan di lapangan dan tembakan gas air mata dilepaskan oleh aparat.

Penonton panik terutama setelah gas air mata juga diarahkan ke tribune.

Bersama ribuan penonton yang lain, Yustama ikut berdesakan menuju pintu keluar tribune 14 dan menyaksikan banyak yang terjatuh dan terinjak-injak,termasuk anak kecil dan perempuan.

"Harapan kami kasus ini harus diusut tuntas secara adil. Saudara-saudara kami banyak yang meninggal. Mereka hanya penonton sepak bola tapi kenapa sampai menjadi korban," ujarnya.

Pada acara doa bersama itu, saksi mata yang lain, Galih Purna asal Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar menuturkan hal serupa.

Galih yang waktu itu berada di tribune 6 mengaku mendapati gas air mata jatuh persis di depannya ketika kerusuhan pecah di Stadion Kanjuruhan.

"Napas sesak, mata pedih, dan saya sempat tidak bisa melihat apa-apa. Saya diselamatkan teman-teman, dibopong keluar stadion," ujarnya.

Sama seperti kebanyakan suporter dan penonton laga itu, Galih mempertanyakan kenapa aparat keamanan menembakkan gas air mata.

Padahal, kata dia, sejumlah suporter yang hendak menghampiri pemain Arema FC hanya bermaksud memberikan dukungan moral atas kekalahan yang terjadi.

"Maksudnya ingin merangkul, dan membesarkan hati para pemain dan berharap pada kesempatan lain bermain lebih baik lagi," ujarnya.

"Yang kami pertanyakan kenapa kami dibombardir gas air mata," tambahnya.

Doa bersama yang diselenggarakan oleh Aliansi Supporter Blitar itu dipandu oleh pimpinan agama dari berbagai agama berbeda serta aliran kepercayaan. Doa dengan cara yang berbeda-beda dipanjatkan untuk para korban Tragedi Kanjuruhan.

Selama pembacaan doa, ribuan peserta kegiatan yang mayoritas adalah anak-anak muda, menyalakan lilin.

Di sela jeda doa antara satu agama dan yang lain, para peserta berdiri menyanyikan lagu-lagu dan yel-yel Aremania. MC kegiatan sempat kesulitan menghimbau agar para supporter menghentikan dulu yel-yel karena pembacaan doa belum selesai.

Sejumlah peserta juga membawa poster berisi pesan-pesan damai untuk sepak bola dan juga ungkapan duka atas Tragedi Kanjuruhan.

"Football for Humanity", "Peace and Justice for Kanjuruhan", "01.10.22" dan lainnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/08/060555678/teriakan-saudara-kami-dibunuh-warnai-doa-bersama-untuk-korban-tragedi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke