Salin Artikel

Petaka di Pintu 13 Kanjuruhan, 2 Orang yang Disayangi Atok dan Elmiati Tak Akan Pernah Kembali...

KOMPAS.com - Pintu 13 Stadion Kanjuruhan menjadi salah satu tempat terjadinya insiden maut usai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).

Banyak suporter Arema FC, Aremania, yang meregang nyawa akibat berdesak-desakan di pintu itu selepas polisi menembakkan gas air mata.

Dari sejumlah korban jiwa, Atok dan Elmiati sama-sama kehilangan dua orang yang disayangi.

Devi Atok kehilangan dua putrinya, Natasha Debi (16) dan Nayla Debi (13), untuk selamanya.

Pria asal Kabupaten Malang, Jawa Timur, ini mengatakan, Sabtu itu, dua anaknya menonton Derbi Jawa Timur dari tribune di dekat pintu 13.

"(Anak saya) adiknya (Nayla) kayak orang diracun (keluar busa), kakaknya (Natasha) hitam keluar darah sampai meninggal, sampai di bajunya darah, posisi tidak bisa menyelematkan diri karena masih kecil," ujarnya, Rabu (5/10/2022).

Kala insiden itu terjadi, Atok sedang bekerja. Dia baru mengetahui kedua anaknya menjadi korban saat hendak menjemput ke Stadion Kanjuruhan.

"Ada yang telepon sama saya (seseorang), 'Anak kamu cepetan ke sini, anak kamu', tidak bilang meninggal, posisi di lorong VIP sudah di situ, terus saya bawa ke RS Wava Husada, adiknya juga di situ posisinya," ucapnya.

Tragedi Kanjuruhan juga merenggut nyawa anak dan suami Elmiati. Dia menuturkan, ia dan suaminya, Rudi Harianto, sebenarnya jarang menonton pertandingan sepak bola ke stadion.

Malam itu, keluarga kecilnya bertandang ke Stadion Kanjuruhan untuk menggembirakan hati anak bungsunya yang berumur tiga tahun. Putranya tersebut menggemari sepak bola.

"Baru 2 kali ini nonton sepak bola. Kurun setahun. Sebenarnya suami saya engga terlalu fanatik, hanya saja, pingin cari hiburan biar gak bosen. Yang suka sepak bola, anak saya yang kecil," ungkapnya, Senin (3/10/2022), dilansir dari Surya Malang.

Niat hati ingin mencari hiburan, Elmiati dan keluarganya justru menghadapi petaka.

Itu terjadi seusai polisi menembakkan gas air mata ke arah tribune 13 kala terjadi kericuhan di lapangan. Waktu itu, Elmiati bersama anak dan suaminya berada di tengah tribune 13.

"(Lontaran bola gas air mata) iya ke arah tribun. Lontaran itu masuk ke kerumunan penonton. Suami saya mengajak pulang; ayo pulang aja selak adik keno gas (keburu anak terkena gas). Posisi itu sudah ricuh," tuturnya.


Mereka lantas berjalan menyusuri tangga tribune menuju pintu keluar 13 yang juga menjadi tempat mereka masuk ke stadion. Ternyata, banyak orang yang juga menuju pintu tersebut. Elmiati dan keluarganya pun turut berdesakan.

"Posisi saya ada di pinggir di tangga pegangan biru-biru (pegangan anak tangga) itu. Suami saya berada di dekat pintu gerbang. Suami saya berada di baris kedua dekat pintu gerbang (yang tertutup)," jelasnya.

Namun, karena banyaknya massa, Elmiati yang semula berada di belakang suaminya, terpisah. Tubuhnya pun tergencet.

Kala itu, Elmiati sudah pasrah dengan kehidupannya. Pernapasannya sesak akibat paparan gas air mata, sementara tubuhnya karena berdesak-desakan dengan banyak orang. 

Di tengah kepasrahannya, tiba-tiba tubuh Elmiati ditarik orang lain agar terhindar dari desakan kerumunan.

Nyawa Elmiati terselamatkan. Namun, tidak dengan anak dan suaminya. Mereka ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di dua rumah sakt berbeda pada Minggu (2/10/2022) dini hari.

Terkait tragedi Kanjuruhan, Atok dan Elmiati berharap agar kasus diusut tuntas dan dilakukan evaluasi.

Atok berharap agar tragedi Kanjuruhan diusut tuntas, seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Presiden (Jokowi) mengatakan akan berjanji mengusut tuntas pelaku-pelakunya, itu saya lega, janjinya presiden saya tunggu. Harapannya oknum pelaku yang menembak (diusut tuntas), gas air mata itu seperti membunuh atau racun," harapnya.

Sementara itu, Elmiati meminta agar sejumlah pihak mengevaluasi sistem pengamanan di dalam stadion.

"Kenapa yang ricuh di lapangan. Tapi kok yang di tribune juga ikut ditembak gas air mata, karena ada anak kecil," terangnya.

Ia membeberkan, dirinya sudah tak peduli dengan penanganan tragedi Kanjuruhan. Ia memilih pasrah.

"Terserah, pasrah (soal penyelidikan). Yang penting agar tidak terjadi masalah lagi," tandasnya.

Ketika mengunjungi Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA), Kota Malang, Jawa Timur, Presiden Jokowi berjanji kepada korban dan keluarganya untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan.

Untuk mengusut kasus ini, Jokowi telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

"Kenapa dibentuk tim pencari fakta independen karena kita ingin usut tuntas, tidak ada yang ditutupi, yang salah juga diberi sanksi, kalau masuk pidana dipidanakan," paparnya.

Jokowi menjelaskan, dirinya telah meminta Mahfud untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan secara cepat.

"Sudah disampaikan Menko Polhukam, beliau minta satu bulan, tapi saya minta secepatnya," kata Jokowi.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Malang dan Batu, Nugraha Perdana | Editor: Dheri Agriesta)

Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Kisah Memilukan Tragedi Arema: PNS Gendong Korban Hingga Tewas, Istri Kehilangan Suami dan Anak

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/06/084947378/petaka-di-pintu-13-kanjuruhan-2-orang-yang-disayangi-atok-dan-elmiati-tak

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com