Salin Artikel

FIFA Larang Penggunaan Gas Air Mata di Stadion, tapi Mengapa Polisi Menembakkannya di Kanjuruhan?

KOMPAS.com - Tragedi Kanjuruhan mengakibatkan 125 orang meninggal dunia. Hampir seluruh korban jiwa merupakan suporter Arema FC.

Salah satu yang disorot dalam insiden tersebut adalah penggunaan gas air mata oleh polisi. Pasalnya, FIFA melarang penggunaan gas air mata di stadion. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.

Pelarangan penggunaan gas air mata dan senjata api tertulis dalam Pasal 19 b.

"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," begitu bunyi aturan FIFA.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, penggunaan gas air mata untuk mengurai massa dalam stadion, apalagi kondisi stadion dipenuhi orang, adalah dilarang.

"Karena penggunaan gas air mata tersebut justru akan menjadi sumber malapetaka sebab stadion adalah ruang tertutup," ujar Sugeng dalam pesan suara yang diterima Kompas.com, Minggu (2/10/2022).

Dari kasus tragedi Kanjuruhan, Sugeng memandang bahwa ditembakkannya gas air mata ke arah tribun justru menimbulkan kepanikan penonton. Apalagi jumlah penonton kala itu mencapai puluhan ribu.

"Akibatnya, banyak penonton yang sulit bernapas dan pingsan, sehingga banyak jatuh korban yang terinjak-injak di sekitar Stadion Kanjuruhan, Malang," ucapnya.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Nico Afinta menjelaskan, gas air mata terpaksa ditembakkan untuk menghalau suporter yang memasuki lapangan.

"Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," ungkapnya dalam konferensi pers di Markas Kepolisian Resor (Polres) Malang, Minggu pagi.

Semakin banyaknya suporter yang merangsek ke lapangan, membuat polisi berupaya menghalau mereka dengan menggunakan gas air mata.

"Sehingga, para suporter berlarian ke salah satu titik di pintu 12 Stadion Kanjuruhan. Saat terjadi penumpukan itulah banyak yang mengalami sesak napas," tuturnya.

Nico menuturkan, dari sekitar 42.288 suporter yang memenuhi Stadion Kanjuruhan, tidak semuanya turun ke lapangan.

"Hanya sebagian yang turun ke lapangan. Sekitar 3.000 suporter," jelasnya.

Mengenai penggunaan gas air mata untuk mengurai massa di Stadion Kanjuruhan, Nico menyatakan bahwa langkah tersebut sudah sesuai prosedur.

"Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi. Semoga tidak terjadi lagi peristiwa semacam ini," sebutnya.

Saat disinggung soal penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan tanggapannya.

"Tim tentunya akan mendalami terkait SOP dan tahapan-tahapan yang telah dilakukan oleh tim pengamanan yang bertugas pada saat pelaksanan pertandingan," terangnya dalam konferensi pers di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu malam, dikutip dari Breaking News Kompas TV.

Menurut Sigit, tahapan-tahapan tersebut nantinya akan diaudit.

"Ini jadi satu bagian investigasi secara tuntas, baik penyelengara, pengamanan, dan pihak-pihak yang perlu kita lakukan pemeriksaan untuk menuntaskan dan memberikan gambaran terkait peristiwa yang terjadi," paparnya.

Sigit menambahkan, investigasi ini juga bertujuan untuk mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan.

Jika ditemukan tindak pidana, terang Sigit, polisi akan memprosesnya.

Seorang saksi mata tragedi Kanjuruhan, Dwi, mengaku melihat banyak orang terinjak-injak usai polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.

Dia menduga gas air mata yang dilepaskan polisi membuat suporter mengalami sesak napas hingga kemudian berjatuhan.

"Selain itu saya lihat ada banyak orang terinjak-injak, saat suporter berlarian akibat tembakan gas air mata," bebernya, Sabtu (1/10/2022).

Apabila melihat pernyataan Kapolda Jawa Timur, gas air mata digunakan untuk menghalau massa yang merangsek ke lapangan.

Terkait itu, salah satu suporter Arema FC, Riyan Dwi Cahyono, menerangkan bahwa alasan suporter turun ke lapangan usai pertandingan ialah untuk melakukan protes atas kekalahan Arema FC.

"Kami turun tujuannya memang untuk protes kepada pemain dan manajemen Arema FC, kenapa Arema FC bisa kalah? Padahal selama 23 tahun sejarahnya Arema FC tidak pernah kalah melawan Persebaya di kandang Singo Edan," jelasnya, Minggu.

Menurut dia, suporter ingin menyampaikan protes kepada pemain dan manajemen agar Arema FC bisa lebih baik lagi.

Saat itu, Riyan juga ingin turun ke lapangan. Namun, belum sampai melompati pagar, tembakan gas air mata datang ke arah tribunnya.

Warga Kabupaten Blitar, Jawa Timur, itu pun terjatuh dan terinjak supporter lain yang berebut turun dari tribun. Riyan yang terinjak-injak, juga mengalami sesak napas akibat menghirup gas air mata. Ia akhirnya bisa diselamatkan oleh suporter lain.

"Saat itu saya tidak berdaya. Bahkan, teman perempuan saya yang bareng bersama saya dari Blitar hilang dan belum tahu bagaimana kondisinya saat ini," tandasnya.

Suporter lainnya, Gafandra Zulkarnain, menyampaikan, ia dan temannya mengalami sejumlah luka akibat terinjak-injak.

Pria berusia 20 tahun ini membeberkan, ia dan temannya berada tribun selatan ketika huru-hara terjadi akibat tembakan gas air mata.

"Saat itu, kami tidak ikut turun ke lapangan, tapi hanya diam di tribun. Namun, situasi mendadak berubah setelah ada tembakan gas air mata ke arah tempat duduk kami, sehingga semua orang berebut keluar dari Stadion Kanjuruhan," kisahnya.

"Lalu kami berdua terinjak-injak oleh supporter lain saat semuanya sama-sama berebut keluar dari stadion," ujarnya.

Gafandra dan temannya berhasil keluar dari Stadion Kanjuruhan meski tubuh lebam akibat terinjak-injak dan pernapasan sesak serta mata perih karena gas air mata.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Kabupaten Malang, Imron Hakiki | Editor: Andi Hartik, Khairina)

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/03/074409278/fifa-larang-penggunaan-gas-air-mata-di-stadion-tapi-mengapa-polisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke