Salin Artikel

Mulanya Dianggap Gila, Awik Sulap Sungai Kumuh Jadi Tempat Wisata Gronjong Wariti, Beromzet Rp 100 Juta Per Bulan

Tempat tersebut adalah Gronjong Wariti yang berlokasi di Desa Mejono, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Lokasi wisata yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat itu kini menghasilkan omzet bulanan hingga Rp 100 juta, meski tanpa pungutan tiket masuk.

Saat pengunjung pertama kali menginjakkan kaki, terdengar suara gemericik air yang jatuh dari bendungan berundak. Bendungan kecil itu seolah menyambut siapa pun yang datang karena berada tepat di samping pintu masuk wisata.

Suasana terasa sejuk karena rindangnya rumpun bambu. Keberadaan tanaman yang dalam Bahasa Jawa disebut pring itu memang mendominasi.

Beberapa perahu berpenumpang wisatawan tampak hilir mudik menyusuri sungai sepanjang sekitar 1 kilometer.

Selain wahana perahu, masih ada puluhan wahana permainan lainnya. Total ada 37 wahana. Mulai dari flying fox, bianglala, hingga kereta kuda.

Di berbagai titik, puluhan warung-warung sederhana yang menjajakan aneka makanan siap menyambut pengunjung yang lapar. Bahkan ada pula lokasi khusus untuk berkaraoke.

Tak hanya itu, sejumlah fasilitas penunjang juga tersedia, seperti kamar kecil, layanan informasi, tanah lapang untuk kegiatan kelompok, hingga balai untuk tempat pertemuan.

Wahana permainan yang lengkap tetap tidak menghilangkan nuansa pedesaan di lokasi tersebut.

Bahkan permukaan tanahnya dipertahankan sebagaimana aslinya, berupa tanah abu letusan Gunung Kelud.


Awal mula berdirinya Gronjong Wariti

Keberadaan lokasi yang kini menjadi tempat wisata unggulan tersebut tidak lepas dari peranan dua warga, yaitu Basuki Widodo yang akrab disapa Awik dan Riadi atau dikenal dengan nama Ndarik.

Mereka adalah warga sekitar yang peduli dengan lingkungannya, sekaligus mempunyai komitmen untuk mewujudkannya.

Awik menuturkan, semuanya diawali pada tahun 2017 silam. Setelah mengunjungi beberapa tempat wisata lain yang sedang hits di suatu daerah, dia dan rekan-rekannya mengaku malah kecewa.

"Cuma begitu saja kok bisa ramai pengunjungnya. Sehingga kami terobsesi untuk membikin sendiri yang lebih memuaskan," ujar Awik saat ditemui Kompas.com di kawasan Gronjong Wariti, Minggu (25/9/2022).

Dianggap gila

Dia dan Ndarik lantas teringat dengan keberadaan sungai yang ada di desanya itu. Sungai Gronjong, demikian warga menyebutnya.

Nama itu mengacu adanya penahan dinding tanggul dari bebatuan sungai yang ditahan gronjong kawat.

Saat itu, kondisi lingkungan sungai itu cukup kotor dan tak terurus. Semak belukar hingga sampah rumah tangga di mana-mana. Bahkan lokasi tersebut dikenal karena keangkerannya.

Awik dan Ndarik kemudian mengutarakan cita-citanya itu dan mengajak warga sekitar untuk mewujudkannya. Ternyata warga menganggapnya gila.

"Saya terang-terangan dianggap gila," lanjut pria usia 57 tahun ini.

Bahkan gagasannya itu awalnya juga tidak mendapatkan respons positif dari pemerintah desanya sendiri.

Ada pula gangguan-gangguan keamanan. Misalnya ikan-ikan di kolam mati karena diracun orang maupun hiasan-hiasan pemanis lokasi wisata rusak dan hilang.

Namun dia tak patah arang. Bersama dengan beberapa orang warga yang mendukung, pembersihan sungai terus dilakukan.

Seiring waktu, semakin banyak warga yang percaya kepadanya. Mereka bahu-membahu membersihkan sungai dan mulai terlihat hasilnya.

Sejak saat itu pula, Gronjong Wariti mulai membbuka kunjungan untuk umum dan langsung mencuri perhatian publik lantaran tak ada pungutan tiket masuk.

Harga sewa wahana pun cukup terjangkau, kisaran Rp 5.000 sampai Rp 10.000, serta standarisasi harga jual makanan di warung-warung.

Para petugas di lokasi itu juga dilatih untuk beramah-tamah pada pengunjung.

"Kami juga mengisi kegiatan yang disesuaikan dengan tema-tema tertentu, misal pas grebeg suro, atau pas hari kemerdekaan. Pokoknya banyak acara internal tapi bisa bikin pengunjung terhibur," lanjut Awik, yang berprofesi sebagai guru olahraga di suatu SMP ini.

Awik menambahkan, nama Gronjong Wariti tidak diambil secara asal-asalan.

Nama gronjong merujuk pada nama sungai itu sendiri. Adapun Wariti menurut Awik dari sebuah legenda atau cerita pewayangan Kangsa Adu Jago.

Cerita itu di mana Adipati Kangsa yang tiap kali mati akibat pertarungan, bisa kembali hidup usai dimandikan di sendang Wariti.

"Juga sebagaimana dalam bahasa sansekerta, Wariti yang berarti penghidupan. Sehingga harapannya air yang bisa membawa penghidupan bagi masyarakat sekitarnya," ujarnya.

Menurut bapak empat anak ini, setidaknya ada lebih dari 25 persen total jumlah warga Desa Mejono terlibat dalam pengelolaan kawasan wisata itu.

Pelibatan mereka juga bukan sekadar pekerja yang mencari upah di tempat itu saja. Melainkan juga sebagai pemilik dari fasilitas yang ada di tempat wisata itu sendiri.

Model investasi

Wisata besar skala desa itu milik masyarakat bersama, bukan dari pemodal pribadi.

Awik menuturkan, awal-awal pendirian, mereka memang tidak mempunyai modal uang sama sekali. Sehingga dari situ timbul gagasan permodalan dengan sistem investasi.

Awik dan Ndarik membuka peluang masyarakat sekitar menanam modal untuk mengelolanya. Caranya dengan berpatungan sesuai kemampuan.

Misalnya sebuah wahana bianglala yang harganya mencapai ratusan juta, dibeli dari hasil patungan beberapa warga.

Sistem iuran tersebut berlaku untuk semua wahana-wahana yang ada. Biasanya persentase pembagian hasilnya adalah 20 persen untuk kas wisata, 20 persen petugas wahana, 5 persen petugas tiket, serta 55 persen dibagi ke pemilik saham.

Awik sendiri mempunyai saham pada wahana bebek wisata. Dari bebek wisata itu setiap bulannya dia mampu mengantongi hasil bersih Rp 9 juta.

"Padahal dulu modal awal beli satu perahu sekitar Rp 9 juta. Saya punya tiga perahu. Kini sebulannya dapat Rp 9 juta," ungkapnya.

Sedangkan omzet dari tempat wisata itu sendiri mencapai Rp 100 juta satu bulan, bahkan bisa lebih.

Dengan pola seperti itu, beban berat akan menjadi ringan karena ditanggung banyak orang. Sekaligus menumbuhkan tanggung jawab warga karena itu merupakan milik bersama.

Dengan sistem itu pula memungkinkan warga dari berbagai latar belakang ekonomi bisa ambil bagian.

Salah satunya adalah Adi (40), seorang warga. Mulanya dia adalah pedagang keliling namun kini berusaha di wisata Gronjong Wariti dengan usaha warungnya.

Warung itu dikelola oleh istrinya. Sedangkan dirinya, bekerja sebagai operator bebek wisata.

Hasilnya pendapatannya juga lumayan dibandingkan pendapatan saat berjualan keliling. Kini sebulannya bisa mengantongi uang Rp 4 juta.

"Selain itu tidak harus capek di jalan dan kepanasan," ujar Adi.

Penghargaan

Seiring berkembangnya Gronjong Wariti, kini semua pihak bersatu padu demi kelangsungan wisata yang mengangkat nama desa hingga kabupaten itu.

Selama itu pula sudah berbagai penghargaan didapatkan Gronjong Wariti. Salah satunya gelar wisata terbaik di Kabupaten Kediri tahun 2019.

Dengan penghargaan itu berhasil membawa pulang uang pembinaan sebesar Rp 200 juta. Uang itu untuk menambah modal berjalan.

Oleh sebab itu Awik mengajak masyarakat Indonesia untuk berinovasi, agar bisa mengubah keadaan ekonomi.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/09/30/050500078/mulanya-dianggap-gila-awik-sulap-sungai-kumuh-jadi-tempat-wisata-gronjong

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com