Salin Artikel

Marak Kekerasan Antar-pelajar di Jatim, Khofifah Instruksikan Bentuk Satgas Perlindungan Siswa di Sekolah

Dalam satu bulan terakhir di Jawa Timur, terjadi dua kasus kekerasan hingga mengakibatkan seorang siswa meninggal dunia.

Di antaranya terjadi di salah satu SMK di Jember pada bulan Agustus 2022.

Aksi kekerasan fisik menimpa seorang siswa kelas X yang dianiaya temannya di depan kelas hingga meninggal dunia.

Kejadian lainnya menimpa seorang pelajar SMA kelas XI di Sidoarjo.

Korban dianiaya oleh sejumlah temannya hingga meninggal dunia karena pendarahan otak.

Sebelumnya, seorang santri pondok pesantren juga tewas setelah dianiaya oleh seniornya.

Lingkungan pendidikan yang seharusnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa justru mengkhawatirkan.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa lantas menginstruksikan pembentukan satgas perlindungan siswa di sekolah kepada Dinas Pendidikan Jawa Timur.

Hal itu dilakukan sebagai bentuk perlindungan kepada siswa di lingkungan satuan pendidikan.

"Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban," kata Khofifah di Surabaya, Jumat (23/9/2022).


Khofifah mengatakan, secara formal keselamatan selama siswa berada di sekolah dan pada jam sekolah, adalah tanggung jawab sekolah.

Namun, pembentukan karakter siswa juga dilakukan di sekolah. Sehingga, perlindungan anak menjadi tanggung jawab bersama.

"Sebagai upaya pencegahan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekerasan serta dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindak kekerasan," ujar Khofifah.

Salah satu bentuk kekerasan, kata Khofifah, adalah mempermalukan seseorang di depan orang lain, menuliskan komentar yang menyakitkan di sosial media, mengancam, menakut-nakuti orang lain sampai yang bersangkutan tidak nyaman.

Kemudian, menyebarkan cerita bohong mengenai orang lain, termasuk dalam tindakan kekerasan yang seringkali terjadi namun tidak dianggap serius sehingga berulang.

"Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dan faktor yang membuat seseorang melakukan tindak kekerasan, kita akan menjadi lebih mawas diri agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan. Saling menghargai satu sama lain, dan bila melakukan tindakan yang ternyata masuk dalam kategori kekerasan, kita wajib meminta maaf ke orang yang bersangkutan," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi menyampaikan, pihaknya telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat satgas perlindungan siswa di sekolah.

"Ini sesuai instruksi bu gubernur untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik maupun nonfisik  di lingkungan sekolah," kata dia.

Dalam pembentukan satgas perlindungan siswa di sekolah ini, pihak yang terlibat menjadi keanggotannya adalah sekolah, orangtua siswa atau komite, dan siswa atau OSIS.

Sementara bagi sekolah dengan boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola asrama.

Wahid berpesan agar sekolah terus mengoptimalkan dan memperkuat esktrakulikuler siswa.

Menyalurkan dan memaksimalkan potensi, bakat dan minat siswa, sehingga peluang untuk melakukan kekerasan pada teman sebanyanya tidak terjadi.

"Para guru juga harus menyusun pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti kekerasan. Penguatan intrakurikuler dan kokurikuler juga harus diperkuat," tutur dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/09/23/152330978/marak-kekerasan-antar-pelajar-di-jatim-khofifah-instruksikan-bentuk-satgas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke