Salin Artikel

Penjelasan PLN Soal Denda Rp 80 Juta pada Dokter di Surabaya, Temukan Kabel Jumper di Meteran Listrik

Menurutnya denda tersebut muncul akibat kondisi meteran listrik rumah di kompleks perumahan Pakuwon Surabaya Barat itu bermasalah.

Bermula kegiatan penertiban

Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Jawa Timur Anas Febrian mengatakan, pelanggaran tersebut ditemukan tim PLN yang sedang melakukan kegiatan Penertiban Pemakaian Tegangan Listrik (P2TL) pada Senin (8/8/2022).

"Kegiatan ini menyisir semua pelanggan. Semester 1 2022, kami menyisir 83.000 rumah pelanggan PLN di Surabaya," katanya dikonfirmasi, Kamis (11/8/2022).

Saat melakukan pemeriksaan pada meteran, tim menemukan segel yang putus.

Kabel jumper

Dari hasil pengukuran meteran yang dilakukan, ternyata hasilnya minus 28 persen.

"Hasil pengukuran meteran minus 28 persen, PLN rugi," jelas dia.

Akhirnya temuan tersebut didalami lagi dengan memeriksa kotak kaca terminal.

"Tampak dari luar ada selotip, setelah dibuka selotipnya ada kabel jumper kecil. Benda-benda ini seharusnya tidak ada di dalam kotak terminal," terangnya.

Barang-barang tersebut kata Anas dipastikan akan memengaruhi pengukuran, lebih tepatnya memperlambat.


Pemilik rumah didenda

Dia menyebutkan, apa yang ada di rumah dokter tersebut adalah temuan.

Pihak PLN tidak menuduh pemilik rumah sengaja melakukan hal itu, karena PLN tidak tahu sejarah siapa saja yang menempati rumah tersebut.

"Karena yang selama ini yang mendapatkan pelayanan PLN adalah pemilik rumah, maka sanksi denda dibebankan kepada pemilik rumah," jelasnya.

Pelanggaran tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 masuk dalam kategori pelanggaran P-2, yakni pelanggaran yang dilakukan pelanggan dengan mempengaruhi pengukuran energi listrik.

Dalam regulasi tersebut juga disebutkan rumus denda yang harus dibayar.

"Kenapa si dokter sampai membayar sanksi atau denda sampai Rp 80 juta, karena dia adalah pelanggan dengan kapasitas daya 7700 VA, itu sudah termasuk ganti peralatan yang rusak," jelasnya.

Keluhan tagihan Rp 80 juta viral 

Seperti diberitakan, unggahan pengguna Instagram @dr.maitra_sp.and_mce viral di media sosial. Dia mengunggah surat tagihan dari PLN yang harus dibayar sejumlah Rp 80 juta lebih.

Tagihan itu merupakan biaya sanksi karena petugas PLN yang sedang melakukan survei menemukan segel meteran PLN yang terbuka.

Di dalamnya terdapat kabel yang disebut memperlambat putaran meteran.

"Diberilah denda Rp 80 juta tsb, yang tentunya jika tidak dibayar, listrik diputus," tulis pemilik akun yang mengaku sebagai seorang dokter.

Dia mengaku tinggal di rumah tersebut sejak 12 tahun terakhir. Dia tahu meteran adalah milik PLN yang segelnya tidak boleh dibuka. Dia pun bersama keluarga mengaku tidak pernah menyentuh barang tersebut.

Setahun lalu, dia pernah menaikkan daya dan memanggil petugas PLN. Saat itu dia bertanya kepada petugas PLN dan memastikan meteran tidak ada masalah.

"Saya juga teringat, bahwa saat membeli rumah ini, saya sempat memanggil petugas PLN untuk membuka batasan daya karena akan dipakai untuk acara syukuran masuk rumah. Petugas tersebut juga menyatakan semua beres. Sayangnya tidak ada bukti tertulis," ungkapnya.

Tak hanya itu, dia mengaku setiap bulan, ada petugas PLN yang mencatat meteran. Namun, petugas tersebut tidak pernah mengatakan adanya laporan masalah.

Dia juga mengaku tidak mengetahui siapa yang melakukan hal tersebut pada meteran di rumahnya.

Di akhir postingan, dia membagi tips kepada followernya agar selalu mengunci box meteran listrik rumah, dan memanggil petugas PLN jika ada masalah di meteran. "Jangan lupa minta berita acara sebagai bukti," tulisnya. 

https://surabaya.kompas.com/read/2022/08/11/164505978/penjelasan-pln-soal-denda-rp-80-juta-pada-dokter-di-surabaya-temukan-kabel

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com