Salin Artikel

Soal Dugaan Eksploitasi Ekonomi di Sekolah SPI Kota Batu, Ini Penjelasan Kuasa Hukum

Kuasa Hukum Sekolah SPI, Jeffry Simatupang mengatakan, pihaknya menghormati proses penyelidikan dari Polda Jatim.

Namun dia mengatakan, apa yang dituduhkan terhadap kliennya yakni Julianto Eka Putra sebagai pelaku dugaan eksploitasi ekonomi terhadap anak, tidak benar.

Menurutnya terduga korban pernah dibantu oleh pihak Sekolah SPI untuk berobat ketika sakit keras.

Saat itu terduga korban pernah dibantu pembiayaan operasi sebanyak dua kali. Yakni, pertama di Malaysia dengan menghabiskan dana sekitar Rp 1.000.000.000. Operasi selanjutnya dilakukan di Malang dengan menghabiskan dana sekitar Rp 300.000.000.

"Dananya dari Ko Jul (sapaan akrab dari Julianto Eka Putra) atau yayasan juga, eksploitasinya di mana?" katanya.

Jeffry mengaku heran mengapa terduga korban merasa tereksploitasi jika mereka sendiri secara pribadi mengajukan untuk bekerja.

Dia juga mengatakan bahwa upah dari terduga korban ketika resign juga sudah dibayarkan dengan adanya bukti transfer.

"Pada waktu itu dia bekerja di sekolah SPI, dia mengajukan diri atas keinginan pribadi tidak ada yang memaksa, si terduga yang melaporkan ini, kalau memang di eksploitasi ngapain kerja disana, eksploitasi enggak pernah ada," katanya.

Penjelasan kuasa hukum saksi korban

Kuasa hukum saksi korban, Kayat Harianto mengatakan dalam perkara tersebut sudah ada sekitar 6 hingga 8 orang yang diperiksa dan diduga menjadi korban.

Menurutnya dugaan kejadian eksploitasi ekonomi di sekolah tersebut terjadi sejak tahun 2009.


"Kalau eksploitasi ekonomi saya nyatakan seluruh siswa di SPI zaman itu adalah korban, jadi semua yang di Polda Jatim tidak bertindak atas nama saksi tapi juga bertindak atas nama sebagai korban," kata Kayat saat dihubungi via telepon, Kamis (14/7/2022).

Kayat mengatakan rencananya akan ada pelapor baru terkait kasus itu.

Dia menyampaikan bahwa masih banyak para alumni dari sekolah tersebut yang masih belum melapor karena merasa takut adanya intimidasi.

Bentuk intimidasi yang dilakukan seperti menelpon atau mendatangi terduga para korban untuk bernegosiasi damai.

Kemudian terdapat terduga korban yang diiming-imingi uang supaya tidak melapor.

"Itu ada saksi dan korban ada yang mengundurkan diri, mereka tidak berani karena adanya intimidasi tersebut, intimidasi itu banyak hal yang dilakukan, termasuk ada yang diminta melakukan video zoom," katanya.

Perlu diketahui, sebelumnya Ditreskrimum Polda Jatim telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Sekolah SPI pada Rabu (13/7/2022).

Polisi menyisir 12 titik lokasi, seperti tempat-tempat unit usaha untuk mencari bukti kejelasan dari dugaan yang ada.

Kayat mengatakan pada saat itu dirinya mendampingi dua saksi korban yang sempat menangis dan meminta pulang karena mendapat perlakuan intimidasi dari pihak Sekolah SPI.

"Pada saat klien saya menjelaskan sesuatu kepada Polda Jatim, mereka (pihak SPI) langsung membalas klien kami, jadi intimidasi secara verbal seolah merasa disalahkan oleh orang banyak, akhirnya saya sepakat dengan pihak Polda Jatim silahkan klien kami untuk melaksanakan olah TKP tapi tidak ada pendamping dari SPI," ungkapnya.

Kayat mengatakan bentuk dugaan eksploitasi ekonomi yang dimaksud seperti setiap siswa yang seharusnya menikmati waktu mengenyam pendidikan tetapi dipaksa untuk bekerja.

Bahkan, setiap bulannya setiap anak hanya dibayar upah antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000.

"Ketika ada bus banyak mereka harus melayani tamu, jadi waktu pelajaran dihentikan. Per bulan dibayar Rp 100.000 hingga Rp 200.000 tapi waktu itu uangnya tidak diberikan secara langsung. Ya kalau sekarang mungkin sudah diberikan," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/07/14/201350178/soal-dugaan-eksploitasi-ekonomi-di-sekolah-spi-kota-batu-ini-penjelasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke