Salin Artikel

Akhir Alotnya Penangkapan Anak Kiai Jombang yang Jadi Tersangka Pencabulan, Dikepung Sejak Pagi, MSA Menyerah Jelang Dini Hari

KOMPAS.com - MSA (42), anak kiai di Jombang, Jawa Timur (Jatim), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan santriwati, akhirnya berhasil ditangkap polisi.

Sejak Kamis (7/7/2022) sekitar pukul 08.00 WIB, aparat gabungan dari Kepolisian Daerah (Polda) Jatim dan Kepolisian Resor (Polres) Jombang mendatangi Pesantren Shiddiqiyah, Jombang.

Upaya penangkapan lewat jemput paksa sempat berjalan alot. Hingga akhirnya pria yang masuk daftar pencarian orang (DPO) itu menyerahkan diri kepada polisi sekitar pukul 23.00 WIB.

Kabar penangkapan MSA disampaikan oleh Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta pada Kamis malam di Pesantren Shiddiqiyah.

Nico mengatakan, MSA bersembunyi di kawasan pondok pesantren untuk menghindari kejaran polisi.

"Baru setengah jam yang lalu. Kami sampaikan bahwa yang bersangkutan bersembunyi di dalam pesantren ini," ujarnya.

Usai diringkus, MSA dibawa ke Polda Jatim untuk menjalani proses penegakan hukum atas kasusnya.

"Saudara MSA dibawa ke Polda Jawa Timur, saat ini tim bersama dengan yang bersangkutan sedang dalam perjalanan ke Jawa Timur. Perkembangan besok kami sampaikan," ucapnya.

Ditemui di tempat terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim Kombes Dirmanto menuturkan, pada Jumat pagi, penyidik Polda Jatim rencananya menyerahkan tahap II berkas perkara dan tersangka kepada Kejaksaan Tinggi Jatim.

"Setelah menjalani pemeriksaan, tersangka ditahan di Rutan Medaeng," ungkapnya, Jumat (8/7/2022).

Penjemputan paksa berjalan alot

Proses penangkapan MSA, anak kiai di Jombang yang jadi tersangka pencabulan santriwati, berjalan alot. Upaya penangkapan itu berlangsung kurang lebih 15 jam.

Sejak pagi, ratusan personel kepolisian mendatangi Pesantren Shiddiqiyah. Petugas sempat dihalangi oleh massa yang berkumpul di pintu masuk pesantren.

Menurut Dirmanto, para massa yang mengadang polisi tersebut berdalih sedang melakukan ritual doa.

"Sempat tadi waktu kita masuk, di pintu gerbang itu ada para santri, ada simpatisan, di situ memanjatkan doa. Kita kasih kesempatan satu jam, ternyata satu jam belum mau (kasih jalan) akhirnya kita lakukan upaya paksa, mendorong saja. Akhirnya kita bisa masuk dan sekarang berproses," tuturnya, Kamis.

Sejumlah orang yang dicurigai menghalangi langkah petugas akhirnya digelandang ke kantor polisi.

Dirmanto menyebutkan, terdapat 320 orang yang diamankan. Orang-orang yang diduga simpatisan itu berasal dari berbagai daerah, antara lain Banyuwangi, Yogyakarta, dan Lampung.


Adapun untuk menemukan MSA, polisi menyisir bangunan dan ruangan yang berada di area pesantren yang berdiri di lahan seluas 5 hektar.

Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta menerangkan, upaya jemput paksa dilakukan lantaran MSA tidak kooperatif dalam penanganan kasus yang menjeratnya.

Upaya jemput paksa, terang Nico, menjadi bagian penting dalam proses penegakan hukum.

“Proses yang kami laksanakan adalah proses pemenuhan alat bukti. Memang di dalam proses ada keterangan saksi, ada keterangan ahli, ada surat, ada petunjuk dan tentu keterangan dari tersangka. Dari proses pemenuhan alat bukti ini, dalam prosesnya yang bersangkutan (MSA) tidak kooperatif,” paparnya, Kamis.

Ini bukan upaya jemput paksa pertama yang dilakukan polisi. Sebelumnya, polisi telah mendatangi Pesantren Shiddiqiyah pada Minggu (3/7/2022).

Kapolres Jombang AKBP Moh. Nurhidayat menjelaskan, saat dijemput polisi, MSA diduga kabur menggunakan mobil.

Minggu siang itu, polisi berupaya menghentikan iring-iringan tiga mobil yang melaju di jalan Sambong Dukuh, Kecamatan Jombang.

Dua mobil lolos, sedangkan satu lainnya berhasil dihentikan. Namun, dalam satu mobil tersebut tidak ditemukan keberadaan MSA.

“Kemarin (Minggu siang) memang ada upaya penindakan (penangkapan) terhadap DPO MSA,” terang Nurhidayat, Senin (4/7/2022).

Di hari yang sama, Nurhidayat sempat menemui ayah MSA, KH Muhtar Mu'thi, di Pesantren Shiddiqiyah. Pertemuan itu terekam dalam video berdurasi 1 menit 55 detik.

Dalam video tersebut, ayah MSA menyampaikan bahwa kasus yang menimpa anaknya merupakan fitnah.

“Untuk keselamatan kita bersama, untuk kejayaan Indonesia Raya, masalah fitnah ini masalah keluarga,” sebut KH Muhtar Mu'thi dalam video yang beredar.

Ia lantas meminta agar polisi tidak menangkap anaknya.

“Masalah keluarga. Untuk itu, kembalilah ke tempat masing-masing. Jangan memaksakan diri mengambil anak saya yang kena fitnah ini. Allahu Akbar, cukup itu saja,” tuturnya.

Nurhidayat membenarkan adanya pertemuan itu. Kala itu, dia datang sebagai negosiator dan pembawa pesan dari kepolisian.

“Saat ketemu dengan Mbah Yai, saya sampaikan permintaan agar MSA kooperatif dengan Polda Jatim,” tandasnya.

Sebagai informasi, MSA dilaporkan ke polisi pada 29 Oktober 2019 oleh seorang korban yang merupakan santriwati asal Jawa Tengah.

Lalu, pada 12 November 2019, Polres Jombang mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. Kemudian, pada Januari 2020, Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut.

MSA sempat berusaha melawan penetapan dirinya sebagai tersangka dengan melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Namun, gugatan itu ditolak.

Ia kembali mengajukan gugatan ke PN Jombang dan lagi-lagi ditolak. Polda Jatim pun memasukkan MSA dalam DPO dan memintanya menyerahkan diri.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Jombang, Moh. Syafii; Kontributor Surabaya, Achmad Faizal | Editor: Pythag Kurniati, Priska Sari Pratiwi, Dheri Agriesta)

https://surabaya.kompas.com/read/2022/07/08/132000678/akhir-alotnya-penangkapan-anak-kiai-jombang-yang-jadi-tersangka-pencabulan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com