Salin Artikel

Jeritan Penyintas Erupsi Semeru di Pengungsian, Punya Balita tetapi Tidak Dapat Jatah Rumah

Sebanyak sembilan kepala keluarga (KK) masih bertahan di pusat pengungsian lapangan Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Ditambah, 12 KK di Balai Desa Penanggal.

Mereka yang masih bertahan di pengungsian karena belum mendapat jatah rumah di kompleks relokasi.

Nahasnya, kondisi harus hidup berbulan-bulan di bawah tenda Kemensos tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa. Balita pun harus merasakan panasnya tenda pengungsian.

Padahal, Pemkab Lumajang berkali-kali menegaskan komitmennya untuk mendahulukan proses relokasi ke hunian baru bagi penyintas lansia, ibu hamil, dan yang mempunyai balita.

Salah satu jeritan muncul dari Windawati. Ibu yang mempunyai anak usia lima bulan itu sebelumnya tinggal di Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang.

Rumahnya hancur akibat digulung awan panas saat erupsi Semeru Desember 2021. Windawati bersama suami dan anak pertamanya yang kini berusia 15 tahun berhasil menyelamatkan diri.

Saat itu, Windawati sedang mengandung putrinya yang kini berusia lima bulan.

"Dulu janjinya yang hamil atau punya balita didulukan, lah ini anak saya lima bulan malah saya tidak dapat jatah rumah, kasihan masih bayi," kata Winda di lapangan Desa Penanggal, Kamis (2/6/2022).

Nasib serupa juga dialami oleh Yulianto dan Dodik. Mereka tidak mendapatkan jatah rumah meski mempunyai anak balita.

Yulianto yang merupakan warga Dusun Kebondeli Utara harus bertahan di pengungsian bersama putrinya yang baru berusia tiga tahun.

Sementara Dodik lebih parah lagi, anaknya yang baru berusia dua bulan harus ikut tinggal di tenda pengungsi.

"Kalau yang Yulianto ini kasihan anaknya itu mudah sakit, gak terhitung berapa kali sakit selama di sini, Dodik juga anaknya masih warna merah (sebutan untuk anak yang baru saja lahir)," kata salah satu penyintas lain yang belum mendapat rumah, Supiah.


Mereka kebingungan dengan nasib yang dialaminya. Padahal, Supiah dan warga yang lain telah berulang kali mengumpulkan kartu keluarga kepada petugas untuk pendataan hunian tetap.

"Sudah banyak kali saya kumpulkan KK, gak hanya foto kopinya, tapi aslinya juga kita kasih, tapi tetap tidak dapat, padahal rumah sudah tidak ada, gak stres sudah untung saya ini," ucap Supiah.

Lebih lanjut, Supiah menyesalkan kebijakan pemerintah yang akan memindahkan pengungsi di lapangan ke Balai Desa Penanggal.

Menurutnya, pengungsi yang tersisa hanya mau pindah ke rumah baru yang telah dijanjikan kepada penyintas.

"Kita mau dipindah lagi di Balai Desa, sedangkan barang kita banyak ya kami tidak mau, kami kompak hanya mau pindah jika ke huntap," tegasnya.

Sempat muncul kabar jika malam ini para pengungsi tidak pindah dari lapangan maka aliran listrik di lapangan akan diputus.

"Tadi sempat dibilangi kalau tidak mau pindah nanti malam mau diputus listriknya, ya sudah putus aja, mau dibongkar tendanya juga gak papa, kami tidur dibawah pohon," jelasnya.

Untuk diketahui, hingga pagi tadi terdapat 19 KK pengungsi di lapangan Desa Penanggal yang belum mendapatkan rumah.

Kemudian petugas mendatangi pengungsian dan menyampaikan ada 10 KK yang akan dipindahkan hari ini. Sedangkan, sembilan KK belum mendapatkan kepastian.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/06/02/204201078/jeritan-penyintas-erupsi-semeru-di-pengungsian-punya-balita-tetapi-tidak

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com