Salin Artikel

Cerita Nelayan di Banyuwangi, Hasil Tangkapan Tak Menentu, Berharap Bantuan Pemerintah

Buruh angkut ikan, belantik, dan ojek perahu nelayan, menyambut kapal-kapal penangkap ikan itu untuk melakukan berbagai kegiatan transaksi di dermaga.

Ikan lemuru baru saja muncul di perairan Selat Bali sejak awal 2022, setelah setahun sebelumnya seperti menghilang dan tangkapan nelayan jadi sepi.

Ketika ikan pelagis kecil itu muncul, banyak ikan lebih besar memburunya, yang kemudian bisa dijaring semua sekalian oleh nelayan di Kecamatan Muncar.

Penyedia jasa ojek perahu nelayan, Habibi mengatakan, saat ramai ikan seperti itu, ia bisa mendapatkan rezeki hingga Rp 600.000 per hari.

Untuk satu kapal yang menyuruhnya mengantar orang, bahan bakar, atau perkakas mesin ke laut, ia mendapatkan dua timba ikan. Ia bisa mendapat Rp 100.000 jika menjual dua timba ikan itu.

"Kalau ada lemuru, orang Muncar ini kaya semua. Kerja sepuluh hari bisa lah beli sepeda motor," kata Habibi saat ditemui di Muncar, Rabu.

Tak semua mendapat berkah lemuru

Sayangnya rezeki serupa tak bisa didapatkan Sayadi (50), warga Dusun Kalimoro, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, yang seminggu terakhir tidak melaut karena sampan kecilnya rusak.

Apalagi nelayan pemilik sampan kecil seperti dirinya memang tidak bisa berburu lemuru. Mereka hanya bisa menangkap ikan mernying atau lainnya.

Saat bernasib mujur, ia mendapatkan 30 kilogram atau satu kwintal ikan tangkapan. Namun lebih sering dia buntung saat melaut.

Saat mendapatkan banyak tangkapan ikan, ayah tiga anak ini bisa mencukupi kebutuhan dapur rumahnya. Namun kalau tak ada tangkapan, dia berutang.

"Musim banyak ikan enggak tentu. Kadang-kadang bukan ikannya yang datang, anginnya yang datang. Kira-kira sudah berapa tahun ini (musim) ikan tidak normal," kata Sayadi.

Dia mengatakan, bantuan perbaikan sampan dari pemerintah diperlukan nelayan kecil yang minim modal seperti dirinya.

Sementara pinjaman usaha untuk nelayan sulit didapatkan karena jumlah tangkapan ikan yang tak menentu, hingga berpotensi besar gagal bayar.


Lemuru tak sebanyak 20 tahun lalu

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Banyuwangi, Hasan Basri mengatakan, lemuru tidak sebanyak 20 tahun lalu, meski jumlahnya kembali meningkat.

Meskipun dari tahun ke tahun fluktuatif, jumlah tangkapan ikan nelayan Muncar cenderung turun tergantung jumlah ikan yang ditemukan di Selat Bali.

Pengurangan ikan juga nampak dari jumlah kapal slerek di Muncar. Pada 1992, jumlah kapal slerek di atas 192 pasang, tetapi kini hanya 50 pasang.

Sebagian telah berubah menjadi kapal gardan atau tidak berpasangan, agar biaya operasionalnya berkurang. Atau, para pemilik kapal slerek itu tetap melaut dengan membeli sampan kecil.

"Nelayan bisa dapat Rp 250.000 per hari, untuk bulan ini, Januari, Februari, Maret karena sudah musim ikannya. Itu upah di luar ikan yang dibagikan, biasanya ada pembagian satu atau dua timba per orang," kata Hasan di Muncar, Rabu.

Terkait penyebab berkurangnya populasi ikan di Selat Bali, ia mengatakan belum ada keterangan yang lengkap dan valid.

Namun, pihaknya memastikan tidak ada lagi over fishing atau penangkapan berlebihan di Selat Bali. Sebab, jumlah kapal slerek juga telah berkurang.

Budidaya laut untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan

Direktur Perbenihan Direktur Jendral (Dirjen) Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nono Hartanto mengatakan, pihaknya mendorong nelayan melakukan budidaya laut untuk meningkatkan kesejahteraan.

Penghasilan dari budidaya lebih stabil jika dikelola dengan benar, bahkan saat menghadapi cuaca ekstrem. Menurutnya budidaya juga bisa dilakukan nelayan kecil.

Dirjen Budidaya KKP telah mendampingi 130 kelompok masyarakat untuk membangun Kampung budidaya ikan air tawar, air laut, dan air payau. Jenis ikannya kerapu, kakap putih, lobster, dan nila.

Wilayah perairan Banyuwangi, kata dia, cocok untuk budidaya lobster dengan skema rantai kegiatan yang harus disusun terlebih dahulu.

Teluk-teluk di perairan selatan Banyuwangi menjadi tempat penangkapan benih bening lobster (BBL) yang ramai. Sementara wilayah Selat Bali cocok sebagai tempat budidaya.

"Tinggal bagaimana ini menata, Pemda ini harus bisa. Satu, memilah-milah siapa yang berperan di penangakapnya, siapa yang berperan di pendederannya (pembesaran sementara untuk bibit), siapa yang berperan di budidaya awal, kemudian siapa yang berperan di budidaya akhir," kata Nono di Banyuwangi, Selasa (5/4/2022).


 Nelayan kecil bisa berperan di tahap pendederan hingga BBL siap dibudidaya. Proses budidaya pun bisa bersambung antara pembudidaya satu dengan yang lain, dari berat 5 gram ke 30 gram, 100 gram, hingga ukuran panen masing-masing jenis lobster.

Menurutnya, skema usaha seperti itu bisa memberikan penghasilan kepada banyak pihak dengan pergerakan uang yang cepat.

Namun secara nasional, Indonesia baru memulai fokus pada budidaya lobster dua tahun terakhir. Sehingga teknologi yang diterapkan di lapangan belum memadai.

Pihaknya telah mengantongi teknologi di tahap pendederan, juga pengalaman budidaya keramba jaring apung (KJA) lobster di Lombok dan keramba dasar di Banyuwangi.

"Kalau di Lombok Timur itu masyarakatnya memang mulai dari keramba apung, ini juga ada plus ada minusnya," kata dia.

"Kemudian ada ide di bawah, di dasar, ini salah satunya untuk mengatasi masalah penyakit. Ini kita sedang mencari metode mana yang kira-kira paling cocok dikembangkan di Indonesia, untuk bisa memproduksi lobster ini secara besar," tambah Nono.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/04/06/170754878/cerita-nelayan-di-banyuwangi-hasil-tangkapan-tak-menentu-berharap-bantuan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com