Salin Artikel

Sejarah Masjid Agung Assyuhada Pamekasan, Simbol Perjuangan Mujahid Perang

Ia menggantikan ayahnya, Pangeran Bonorogo yang wafat di tahun tersebut.

Ronggosukowati didaulat sebagai raja pertama yang menganut agama Islam.

Sebagai raja Islam pertama, Ronggosukowati kemudian mendirikan masjid yang dikenal dengan nama Masegit Rato atau masjid raja.

Masjid ini dibangun cukup sederhana dengan kapasitas jemaah 40 orang lebih sebagai syarat sahnya pelaksanaan ibadah shalat Jumat kala itu.

Masjid raja ini kemudian mengalami beberapa kali perubahan, sebelum namanya dipatenkan menjadi Masjid Agung Assyuhada Pamekasan.

Renovasi masjid

Ketua Takmir Masjid Agung Asyyuhada Pamekasan, Baidhawi Abshor menceritakan, setelah Keraton Pamellingan Pamekasan ditaklukkan kerajaan Mataram, Sultan Agung memerintahkan penggusuran masjid raja dan menggantinya dengan model masjid baru mode Mataram.

Masjid baru mode Mataram ini berupa atap tajung tumpang tiga berbentuk segi empat, mirip dengan Pura, bangunan tempat ibadah umat Hindu.

“Renovasi pertama masjid agung tahun 1624 Masehi. Saat itu Pangeran Gunungsari bergelar Adikoro I Putra Pangeran Megat Sekar atau cucu Raja Ronggosukowati yang berkuasa mewakili kekuasaan Mataram. Masjid lama digusur diganti model ala Mataram,” ujar Baidhawi, Selasa (5/4/2022).

Renovasi kedua Masjid Agung Asyyuhada Pamekasan kemudian dilakukan pada 1922 saat pemerintahan dipimpin Bupati R. Abd Jabbar.

Renovasi dengan perluasan masjid ke bagian samping dan bagian depan karena jumlah jemaah yang semakin meningkat.

Setelah mengalami perluasan bangunan, tahun 1939 masjid dirombak total atas anjuran Gubernur Jawa Timur van der Plass kepada Bupati Pamekasan saat itu R. Abd Azis.

Bangunan baru ini menggunakan model masjid wali sanga yaitu segi empat beratap tajung tumpang tiga.

“Masjid model baru itu tidak memiliki serambi. Namun tiang angungnya terdiri dari 16 pilar, bukan empat. Filosofi 16 pilar tersebut menunjukkan bahwa masjid raja dibangun pada abad ke-16 masehi,” imbuh Baidhawi.

Setahun setelah renovasi, pada 25 Agustus 1940, masjid raja diresmikan dengan nama Masjid Jamik Kota Pamekasan.

Sebagai tambahan bangunan masjid baru, dibangun dua menara di bagian depan masjid sebelah kanan dan kiri dengan ketinggian 20 meter.

Para pejuang Madura

Kini masjid berubah nama menjadi Masjid Agung Assyuhada Pamekasan.

Penambahan nama Assyuhada ini karena dilatarbelakangi perang pejuang orang Madura yang menolak pendudukan Belanda di Pamekasan pada tahun 1947.

Menurut Baidhawi, pada 4 Agustus 1947, Belanda mengklaim akan menundukkan Pamekasan dalam waktu sehari. Nyatanya klaim itu tidak terbukti.

Pejuang asal Madura menolak dijajah kembali oleh Belanda sehingga pada tanggal 16 Agustus 1947, para pejuang yang terdiri dari pasukan Hizbullah dan Sabilillah melakukan serangan umum terhadap Belanda.

“Serangan umum tanggal 16 Agustus 1947, banyak menelan korban baik dari kubu Belanda maupun syuhada. Belanda berhasil dipukul mundur ke arah selatan. Sedangkan di depan masjid, sekitr 1.500 mayat syuhada bergelimpangan melawan 50.000 pasukan Belanda,” ungkapnya.

Ribuan mayat syuhada itu dikubur di depan halaman masjid.

Sebagai penghargaan atas perjuangan syuhada, maka namanya diabadikan menjadi nama masjid yakni Masjid Agung Assyuhada.

Perubahan nama masjid ini dilakukan setelah dilakukan renovasi total pada September 1995 di bawah kepemimpinan Bupati Subagio.

Bentuk masjid lebih modern dengan bangunan seluruhnya menggunakan cor beton. Ada 360 batang cor beton yang ditancapkan ke bumi untuk memperkuat bangunan. Sebab lokasi masjid berada di pinggir sungai yang rawan longsor.

Sampai saat ini, masjid Agung Assyuhada Pamekasan masih kokoh dengan bangunan tiga lantai.

Lantai dasar ditempati kantor takmir, ruang pertemuan, balai pengobatan, dan tempat wudu.

Di lantai 2 dan 3, ditempati untuk ibadah dengan luas 50 x 50 meter persegi. Masjid ini mampu menampung 4.000 jemaah.

Pada bagian dinding dihiasi dengan ukiran khas Jepara. Ada 4 tiang agung di dalam masjid yang dilapisi dengan marmer.

“Kalau Idul Fitri atau Idul Adha, jemaahnya sampai 10.000 lebih dengan perluasan sampai ke halaman taman Arek Lancor,” tandas Baidhawi.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/04/06/054300478/sejarah-masjid-agung-assyuhada-pamekasan-simbol-perjuangan-mujahid-perang

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com