Salin Artikel

Mengenal Kampung Lontong Banyu Urip Surabaya, Dulu Dikenal Sentral Penghasil Tempe

Kampung lontong berada di gang Banyu Urip, Krajan, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Gang tersebut seakan tak pernah tidur. Sejak dini hari, keramaian mulai terlihat.

Kaum perempuan dan laki-laki mengukus beras untuk dimasukkan ke dalam daun untuk selanjutnya dimasak.

Di teras-teras rumah warga yang lain sibuk menata lontong dalam sebuah tempat untuk diantar ke pasar-pasar Surabaya dan sekitarnya.

Tak hanya untuk memasok kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk memasok pesanan saat hari raya Idul Fitri hingga Cap Go Meh.

Dalam sehari, rata-rata pembuat lontong menghabiskan 700 kg hingg satu kuintal beras.

Dikutip dari jurnal pendidikan sejarah yang ditulis Septina Alrianingrum, mahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmus Sosial, Unversitas Negeri Surabaya yang berjudul dari Bog Tempe Menjadi Kampung Lontong Tahun 1974-2021, tercatat pada tahun 2018 ada 76 keluarga yang menjadi pengusaha lontong di kampung tersebut.

Bahkan ada sebuah bog tempe atau jembatan tempe. Sebutan bog tempe muncul karena di Banyu Urip Lor terdapat sebuah jembatan dan dan hampir semua warga di sekitar jembatan tersebut berprofesi sebagai pembuat tempe.

Namun pada tahun 1970, eksistensi tempe Banyu Urip mulai menurun karena banyak pesaing dari daerah lain. Saat itu yang paling mendominasi adalah tempe Pekalongan karena harganya lebih ekonomis.

Walaupun secara bahan dan kualitas, tempe Banyu urip lebih bagus.

Para perajin tempe pun bergeser menjadi pembuat lontong. Puncaknya adalah tahun 1998-1999 saat terjadi krisis monoter di Indonesia.

Kebutuhan lontong terus bertambah seiring dengan bertambah banyaknya kuliner yang berbahan dasar lontong.

Citra Banyu Urip sebagai "bog" tempe pun bergeser menjadi Kampung Lontong.

Saat persaingan tempe semakin ketat, pada tahun 1974 Ramiah mencoba membuat lontong dan dipasarkan di tempat ia biasa berdagang tempe dan ayam di pasar.

Ramiah belajar membuat lontong dari Mbah Muntiyah, tetangganya di Banyu Urip Lor.

Tak disangka lontongnya laris. Karena pesanan semakin banyak, ia meminta bantuan tetangga untuk membuat lontong.

Ramiah pun mulai mengajari tetangga membuat lontong. Lambat laun perajin tempe akhirnya mengikuti jejak Ramiah.

Salah satu tetangga yang diajari membuat lontong oleh Ramiah adaah Suwarni. Pada tahun 1996, Suwarni mengalami kesulitan ekonomi. Ramiah pun memutuskan mengajari Suwarni membuat lontong.

Tak hanya membuat, Ramiah juga menyuruh Suwarni berjualan lontong secara mandiri sebagai pekerjaan sampingan.

Untuk mempermudah produksi Suwarni, Ramiah memberikan modal secara gratis berupa kompor, dandang, beras dan daun pisang.

Pada tahun 1977, Suwarni mulai memproduksi dan menjual lontong secara mandiri ke beberapa pasar tradisional khususnya di Pasar Asem Banyu Urip dan Pasar Krukah.

Setelah Suwarni sukses menjalankan bisnis jualan lontong, banyak masyarakat Banyu Urip Lor yang tertarik untuk memulai bisnis yang sama.

Mereka akhirnya memutuskan untuk belajar membuat lontong kepada Ramiah. Ramiah dengan senang hati memberitahukan cara membuat lontong kepada mereka.

Setiap hari, ada beberapa tetangga Ramiah yang ngenger di rumahnya untuk belajar cara membuat lontong.

Ciri khas Lontong Banyu Urip juga muncul berkat inovasi dari Ramijah. Lontong Banyu Urip hasil inovasi Ramiah dibungkus dengan bagian luar daun pisang, sehingga lontong yang dihasilkan berwarna kehijauan.

Dari hasil berjualan lontong tersebut, warga bisa membangun rumah, menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan hidup.

Keberadaan Kampung Lontong menjadi penting untuk keberlangsungan kuliner masyarakat Surabaya, yang sebagian besar bermenu utama lontong. Seperti lontong balap, lontong kupang, lontong mie, lontong sayur, lontong kikil, lontong cap gomeh, gado-gado, sate, bakso dan lain-lain.

Dengan demikian, otomatis Kampung Lontong juga membantu perekonomian masyarakat Surabaya, terutama para penjual makanan yang bermenu utama lontong.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/04/05/140100078/mengenal-kampung-lontong-banyu-urip-surabaya-dulu-dikenal-sentral-penghasil

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com