Salin Artikel

Cerita Sanet Sabintang, Desainer Asal Banyuwangi Bangkitkan Kembali Motif Tenun Khas Osing

Hal itu dilakukannya dengan memproduksi kembali tenun dengan tiga motif khas Suku Osing itu, meski menggunakan mesin, bukan secara tradisional.

Ketiga motif tenun khas Osing itu bernama tenun Solok dengan dominan warna putih, Kluwung atau Kuwung dengan warna sebelah merah dan sisi lainnya putih, serta Gedog dengan galur rapat kombinasi ungu dan biru.

Kepada Kompas.com, Sanet mengaku mulai memperhatikan tenun khas Osing pada 2018, selain pengembangan batik.

Desainer pakaian asal Banyuwangi itu kemudian mulai berupaya mengangkat kain tenun khas daerahnya setahun kemudian, dengan membawa ke berbagai pameran.

"Kain tenun khas Banyuwangi motifnya elegan. Tidak hanya untuk dipakai sehari-hari, tapi bisa juga sebagai fesyen untuk anak-anak muda," kata Sanet di sebuah pameran UMKM, di Pendopo Kabupaten Banyuwangi, Sabtu (19/3/2022).

Dia melanjutkan, saat ini hanya ada satu penenun tradisional yang masih aktif memproduksi kain tenun khas Osing.

Satu-satunya penenun Osing yang masih aktif adalah Siami (73), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, yang memproduksi satu lembar tenun per bulan.

Dia mengaku cukup kesulitan jika hanya mengandalkan hasil tenun tradisional dan mengembangkannya di dunia fesyen.

Selain kuantitas produksi yang sangat rendah, harganya juga masih sangat tinggi bagi segmen pasar fesyen di Banyuwangi, yakni hingga Rp 3 juta per lembar.

"Berusaha saya explore, di pameran-pameran kayak pameran di Dubai kemarin. Kalau segmen di dalam negeri instansi minat. Beda-beda, ada yang suka tenun, ada yang suka batik," kata Sanet.

Untuk meningkatkan kuantitas produksi dan menyesuaikan harga dengan segmen menengah ke bawah, dia bekerja sama dengan produsen kain tenun dengan mesin di Yogyakarta.

Dengan langkah itu, mereka bisa memproduksi 30 lembar kain tenun per bulan, dengan harga jual lebih murah.

Masyarakat Suku Osing Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, memiliki tradisi tersendiri dalam mengenakan kain tenun. Terutama untuk yang bermotif Solok.

Ketua Dewan Adat Desa Kemiren Suhaimi mengatakan, masyarakat desanya mengenakan kain tenun saat ada kelahiran bayi, pernikahan, dan kematian.

Saat selamatan kelahiran dipakai untuk menggendong bayi, ketika pernikahan untuk menggendong wadah bahan makanan, dan bila ada kematian digunakan untuk menggendong batu nisan ke pemakaman.

Tidak banyak keterangan yang diberikan orang tua terkait tradisi yang mereka wariskan itu. Namun, menurutnya, tenun kemudian dijadikan masyarakat di desanya untuk menyertai saat ada yang datang ke dunia ini, menjalani hidup dengan pernikahan, hingga kepergiannya.

"Kalau ada yang tidak punya kain tenun, tetangganya yang punya yang langsung memberi pinjaman. Jadi yang punya kain tenun ada tetangganya yang hajatan langsung menyiapkan," kata Suhaimi, Minggu (20/3/2022).

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/21/124154078/cerita-sanet-sabintang-desainer-asal-banyuwangi-bangkitkan-kembali-motif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke