Salin Artikel

Ramai Fenomena Arisan Online Fiktif, Akademisi: Niatnya Sudah Tak Lagi Sama

Bahkan total kerugian yang dialami para korban mencapai miliaran rupiah.

Seperti di Banjarmasin. Seorang anggota polisi istrinya ditangkap karena terlibat kasus arisan online fiktif dengan kerugian korban mencapai Rp 11 milliar.

Total ada 365 orang yang mengaku menjadi korban Briptu M dan istrinya, RA. Sang istri mengaku sudah menjadi bandar arisan online sejak 2017.

Ia juga dikenal dengan gaya hidupnya yang mewah seperti mengunggah foto barang mahal serta saat naik helikopter.

RA juga pernah menggelar pesta mewah di sebuah mal yang menghabiskan biaya mencapai ratusan juta rupiah.

Tak hanya di Banjarmasin. Polisi juga mengamankan tersangka asrisan di Sumedang dengan total kerugian mencapai Rp 21 miliar.

Sementara di Cilacap, polisi membongkar arisan online dengan kerugian mencapai Rp 13,4 miliar. Di Salatiga, polisi juga menangkap tersangka RAP yang mengelola arisna online dengan kerugian mencapai Rp 4,7 miliar.

Menurutnya, awalnya arisan dilakukan sebagai bentuk solidaritas, namun kini niatnya sudah berubah yakni untuk mencari keuntungan.

"Arisan dulu dilakukan konteksnya untuk membantu di komunitas yang memiliki ikatan tertentu. Sebagai bentuk solidaritas. Seperti arisan untuk biaya pernikahan atau arisan keluarga untuk silaturahmi. Sekarang niat arisannya sudah beda," kata Linda saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/3/2022).

Karena perkembangan zaman khususnya di era digital, orang akhirnya ikut arisan untuk mendapatkan keuntungan, bukan lagi karena alasan solidaritas.

Hal tersebut memunculkan masalah baru karena peserta arisan online tidak memahami finansial digital yang baik.

"Yang penting ada untung besar, akhirnya mereka tertarik untuk ikut arisan. Para korban juga tak memahami pengetahuan tentang finasial digital dan hanya modal kepercayaan," kata Linda.

Ia juga mengatakan penggunaan media sosial juga berpengaruh besar terhadap fenomena arisan online fiktif ini.

Hanya dengan saling mengikuti media sosial, para korban sudah merasa sangat mengenal dengan bandar arisan. Hal tersebut diperparah dengan kondisi pandemi, yang membuat orang tidak berinterakasi secara fisik.

"Pandemi orang lebih banyak menggunakan media sosial dan akhirnya saat saling follow merasa sudah mengenal dan mudah percaya," kata Lindat.

"Selain itu di media sosial kita bisa membentuk citra yang kita inginkan dan itu berbahaya karena dunia nyata belum tentu sama dengan yang dicitrakan di dunia maya," tambah Ketua Pusat studi Gender Universitas Negeri Jember tersebut.

"Kalau pake istilah investasi kan orang berpikirnya ada untung rugi. Nah kalo pakai istilah arisan pasti mikirnya untung. Ini menyamarkan eksploitasi investasi," kata Linda.

Ia mengatakan saat ini masyarakat menyukai sesuatu yang instan, termasuk mendapat keuntungan yang besar secara mudah.

Apalagi di media sosial disuguhkan dengan fenomena crazy rich yang awalnya bukan siapa-siapa lalu menjadi kaya.

Hal tersebut membuat banyak orang kehilangan rasional dan kemampuan untuk kritis.

"Agar tidak terulang yang perlu dilakukan adalah memperbanyak literasi. Jangan percaya dengan keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Berpikir ulang saat akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Selain itu yang harus dipahami adalah arisan bukanlah bentuk dari investasi," kata Linda.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/09/092200578/ramai-fenomena-arisan-online-fiktif-akademisi-niatnya-sudah-tak-lagi-sama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke