Salin Artikel

Upacara Nyadar Suku Madura: Sejarah, Tujuan, dan Pelaksanaan

Upacara ini masih rutin dilakukan oleh masyarakat di Pinggirpapas, Kabupaten Sumenep yang memang berprofesi sebagai petani garam.

Nyadar atau Nadar ini diselenggarakan sebanyak tiga kali dalam satu tahun dengan rentang waktu satu bulan berselang.

Kata Nadar atau Nyadar sendiri berasal dari bahasa Arab Nadzar yang berarti melepas niat.

Masyarakat petani garam akan melepa niat karena keberhasilan dalam mengusahakan garam sebagai mata pencaharian utama.

Sejarah Upacara Nyadar

Upacara Nyadar ini sering dikaitkan dengan seorang pendakwah Islam bernama Syekh Angga Suto.

Angga Suto atau Emba Anggasuto berasal dari Timur Tengah yang awalnya singgah di Cirebon, Jawa Barat.

Kemudian, Angga Suto pergi ke Sumenep di Pulau Madura dengan tujuan menyebarkan ajaran Islam.

Di sekitar pantai Desa Pinggirpapas, Angga Suto melihat keanehan terutama saat air surut.

Ketika air laut surut, Angga Suto melihat bekas telapak kaki yang sangat besar yang lama-lama berubah menjadi gumpalan garam.

Dari peristiwa tersebut, Emba Anggasuto lantas mengajarkan cara membuat garam kepada masyarakat sekitar.

Sejak saat itu masyarakat Desa Pinggirpapas hingga saat ini berprofesi sebagai petani garam.

Tujuan Upacara Nyadar

Dalam upacara ini, masyarakat akan mengirim doa kepada leluhur yang mengajarkan pengolahan garam.

Secara khusus upacara ini juga untuk menyampaikan terima kasih kepada Syekh Anggasuta.

Bagi masyarakat Sumenep, Syekh Anggasuta merupakan orang pertama yang menemukan cara membuat garam.

Tak hanya itu Upacara Nyadar juga bertujuan sebagai syiar Islam.

Hal itu dapat dilihat dari salah satu agenda dalam upacara yaitu pembacaan naskah-naskah kuno.

Nyadar pertama dan kedua akan dilakukan di sekitar makam atau asta Syekh Anggasuta, Syekh Kabasa, Syekh Dukun, dan Sykeh Bangsa.

Makam-makam para leluhur itu ada di Desa Kebundadap Barat, Sumenep.

Sedangkan Upacara Nyadar ketiga dilakukan di Desa Pinggirpapas tempat pertama kali pengolahan garam dilakukan.

Upacara Nyadar pertama dilakukan pada waktu dimulainya pembuatan garam, yaitu sekitar bulan Juli.

Biasanya, upacara pertama ini dilakukan antara tanggal 13-19 dalam kalender hijriah, karena masyarakat mayoritas memeluk agama Islam.

Waktu Upacara Nyadar kedua dilakukan satu bulan setelah upacara pertama dengan ketentuan tanggal yang sama.

Begitu pula dengan Upacara Nyadar ketiga yang dilakukan satu bulan setelah upacara kedua.

Tak hanya tempatnya yang berbeda, Nyadar ketiga juga memiliki perbedaan secara prosesi.

Dalam upacara ketiga ini masyarakat tidak melakukan ziarah ke makam para leluhur seperti upacara pertama dan kedua.

Sebagai gantinya, pada malam hari masyarakat akan membaca layang atau naskah kuno yang dikenal dengan Macapat.

Cerita yang dibacakan berupa Jatiswara, yaitu kisah jalannya nyawa dan raga dari perjalanan hidup manusia.

Berikutnya akan dibacakan cerita Sampurnaning Sembah, yaitu kisah jalannya bakti manusia kepada Sang Pencipta.

Keesokan paginya, masyarakat akan menggelar upacara rasulan.

Masyarakat akan membawa makanan dalam piring keramik, yang akan dibacakan doa dan dimakan bersama-sama.

Sumber:
Jatimprov.go.id
UM.ac.id

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/06/112531778/upacara-nyadar-suku-madura-sejarah-tujuan-dan-pelaksanaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke