Salin Artikel

Pernah Jadi MC Dangdut, Ini Sosok Hasan Pemimpin Kelompok Tunggal Jati Nusantara yang Gelar Ritual di Pantai Payangan

Mereka adalah anggota dari Padepokan Jamaah Tunggal Jati Nusantara. Total ada 23 orang yang mengikuti ritual yang dilakukan pada Sabtu (12/2/2022).

Namun saat para peserta melakukan meditasi pada Minggu (13/2/2022) dini hari, ombak besar menghantam dan menyeret para peserta yang ada di bibir pantai.

Lalu siapakah sosok pemimpin kelompok tersebut?

Kelompok Padepokan Jamaah Tunggal Jati Nusantara dipimpin oleh seorang pria yang bernama Hasan.

Sosok Hasan selamat saat ritual maut yang digelar di Pantai Payangan.

Kelompok Tunggal Jati Nusantara berpusat di Desa Dukuh Mencek, Kecamatan Sukorambi, Jember, tepatnya di rumah pribadi Hasan.

Dari Dukuh Mencek itu lah para korban berkumpul sebelum berangkat menuju ke Pantai Payangan untuk menggelar ritual.

Kades Dukuh Mencek, Nanda membenarkan keberadaan kelompok tersebut. Ia mengatakan kelompok Padepokan Jamaah Tunggal Jati Nusantara menggunakan ruang tamu rumah Hasan untuk kegiataan.

Nanda tidak mengetahui betul arti nama Tunggal Sejati Nusantara itu. Namun nama itu tercetak seperti tulisan kaligrafi di rumah Hasan.

“Rumah yang dipakai itu ruang tamu biasa, tidak ada padepokan atau aulanya,” tutur dia.

Saat malam Jumat, kelompok tersebut menggelar kegiatan seperti membaca Al Quran, dzikir hingga selawat di rumah Hasan. Kegiatan tersebut dilakukan 2 bulan sekali.

Keberadaan kelompok tersebut sudah ada sejak 2 tahun lalu tepatnya saat pandemi Covid-19. Pihak desa sendiri tak curiga karena kegiatan tersebut dinilai positif.

“Awalnya seperti itu, tapi kok lama-lama ada seperti ini, itu saya kurang tahu,” tambah dia.

Menurutnya Hasan cukup lama kerja di Mayalsia dan baru kembali ke Desa Dukuh Mencek pada tahun 2014.

Saat kembali dari Malaysia, pekerjaan Hasan cukup beragam mulai dari menjadi MC acara dangdut hingga berjualan online seperti berjualan tisu.

Nanda mengatakan aggota kelompok tersebut datang ke Hasan untuk berobat atau memiliki masalah ekonomi atau keluarga.

“Kayaknya orang yang datang ke sana itu yang susah, mungkin sakit atau kesulitan ekonomi dan masalah keluarga,” papar dia.

Sementara itu dikutip dari Tribunnewas.com, Bupati Jember, Hendy Siswanto mengatakan Tunggal Jati Nusantara bukanlah nama asli dari padepokan tersebut.

Nama asli dari padepokan itu yakni Garuda Nusantara.

"Itu nama kelompoknya Padepokan Garuda Nusantara, tapi nama populernya Tunggal Jati Nusantara," kata Hendy, Senin (14/2/2022).

Hendy mengatakan padepokan tersebut masih baru dan diduga tidak memiliki izin.

Meski demikian, Hendy menyatakan bakal melakukan pengecekan lebih lanjut untuk memastikan apakah padepokan itu benar-benar tidak memiliki izin. Ia mengatakan anggota padepokan ini sebanyak 40 orang.

Perihal ritual di pantai yang diadakan, Hendy mengaku tidak bisa memantau karena kelompok ini beberapa kali melakukan ritual di dua tempat yang berbeda.

Ritual diadakan pukul 21.00 hingga 01.00.

"Belum terpantau, terus terang saja, karena mereka melakukan ritual itu dua tempat lainnya itu di sungai, dan ndak tahu kita jadwal mereka," bebernya.

Mereka adalah Syaiful Bahri (40) dan Sri Wahyuni Komariyah (35).

Anak sulung Syaiful, SAM (15) brcerita saat kejadian ayah dan ibunya datang ke pengajian kelompok.

Sampai akhirnya mengikuti ritual di Pantai Kayangan.

Menurutnya, kedua orangtuanya sudah 2 bulan mengikuti pengajian kelompok tersebut. Selama 2 bulan, Syaiful dan Sri Wahyuni sudah tiga kali mengikuti ritual di Pantai Payangan.

"Ritualnya ada ke Pantai Payangan, ada juga ke pegunungan," ujarnya.

"Kalau ritual di Pantai Payangan, ayah sudah ikut tiga kali. Yang kedua, sekitar 10 hari lalu," ujar SAM.

SAM dan dua orang adiknya yang cukup besar secara bergantian dibawa ikut ke pengajian kelompok tersebut.

Pengajian biasanya diadakan di rumah Ketua Kelompok Tunggal Jati, Nurhasan, di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, Jember.

"Kadang yang di Abah, dekat rumah," imbuh SAM sambil menyebut salah satu tetangganya.

SAM mengaku pernah diajak sekali oleh orang tuanya mengikuti ritual itu.

Dia menceritakan mereka memakai kaus hitam berlogo dan bertuliskan nama kelompok Tunggal Jati.

"Semuanya berpakaian hitam," tuturnya.

Setelah berada di tepi pantai, mereka berdiri menghadap ke pantai dengan lengan saling bergandengan. Kemudian mereka duduk, masih menghadap laut.

Dalam ritualnya, mereka membaca sejumlah bacaan seperti syahadat, surat Al-Fatihah, beberapa surat pendek, juga bacaan dalam bahasa Jawa.

SAM menyebut ritual itu seakan memanggil ombak.

"Jadi dari ombaknya kecil, sampai besar. Tubuh memang harus terkena ombak. Ritual berakhir dengan mandi di laut," imbuhnya.

Ritual berakhir sekitar pukul 02.00 WIB. Karena biasanya sekitar pukul 03.00 WIB, Syaiful dan istrinya sudah tiba di rumah.

Meskipun mereka kadang pernah tiba selepas Subuh.

Ritual dilakukan setiap penanggalan Kliwon di kalender Jawa. Ritual sebelumnya digelar Kamis Kliwon atau Kamis (3/2/2022) atau 10 hari sebelum ritual maut terjadi.

Sementara peristiwa maut yang terjadi di Pantai Payanga terjadi pada Minggu Kliwon dini hari.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Bagus Supriadi | Editor : Pythag Kurniati), Tribunnews.com

https://surabaya.kompas.com/read/2022/02/15/065600978/pernah-jadi-mc-dangdut-ini-sosok-hasan-pemimpin-kelompok-tunggal-jati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke