Salin Artikel

Bata Tak Utuh di Struktur Pagar Permukiman Era Majapahit Situs Karangtengah, Ini Kata Arkeolog

Terdapat beberapa lapis pada ruas itu yang menggunakan susunan bata dengan ukuran sisi permukaan kotak atau hampir membentuk bidang bujur sangkar. Padahal ukuran batu bata yang digunakan di situs adalah sekitar 38 x 21 x 8 sentimeter.

Ketua tim ekskavasi Nugroho Harjo Lukito menduga bata dengan sisi permukaan kotak itu sebagai potongan-potongan bata sisa yang tetap digunakan tukang dalam pembangunan struktur diduga pagar permukiman itu.

"Kalau kita lihat salah satu ujung bata yang kotak itu tidak rata, terlihat seperti bata patah. Jadi mungkin ini bata sisa yang patah tapi tetap digunakan oleh tukangnya," kata Nugroho kepada Kompas.com, Sabtu (12/2/2022).

Sebelumnya, tim sempat menduga susunan bata kotak itu merupakan bagian dari struktur lantai seperti yang ditemukan di kawasan Trowulan, Mojokerto. Di mana, ditemukan struktur lantai menggunakan bata dengan sisi permukaan bujur sangkar.

Namun, dugaan itu terbantahkan setela penggalian struktur membujur arah utara-selatan sejajar dengan saluran irigasi itu dilanjutkan dan ditemukan pilar.

Bata dengan sisi permukaan kotak itu berukuran sekitar 18 x 21 x 8 sentimeter. Sehingga untuk membentuk ketebalan struktur pagar berukuran sekitar 38 sentimeter, dibutuhkan dua potongan bata kotak.

"Bagian ujung yang tidak rata atau tidak rapi saling beradu di tengah struktur sehingga struktur pagar dari luar tetap terlihat rapi," ujarnya.

Nugroho menduga, lapisan yang menggunakan potongan bata tidak utuh itu hanya terdiri dari sekitar tiga lapis. Sedangkan di lapisan atasnya digunakan bata utuh dengan permukaan persegi panjang dan disusun melintang.

"Jika pagar ini masih utuh, penggunaan bata yang tidak utuh itu tidak akan terlihat karena di lapisan atasnya digunakan bata utuh," kata dia.

Nugroho tidak dapat memastikan berapa banyak bagian dari bangunan pagar itu yang menggunakan bata tidak utuh. Namun, dia menduga hanya sebagian kecil saja termasuk satu ruas yang ada di dekat salah satu sudut struktur pagar itu.

Temuan itu cukup menggelitik, kata dia, karena ternyata tukang yang bekerja membangun pagar itu memanfaatkan bata patah dan hal itu disembunyikan dengan baik. Penggunaan bata tak utuh itu tidak terlihat dari samping atau pun dari atas.

Namun, yangm menjadi pertanyaan, kata Nugroho, apakah penggunaan bata tidak utuh itu sebuah upaya untuk menghemat biaya pembangunan atau ada alasan lain.

"Atau jangan-jangan tukangnya korupsi. Belanja batanya minta tambah tapi ternyata dia pasang bata sisa yang sudah patah-patah," ujarnya setengah bercanda.

Permukiman bangsawan kelas menengah

Dugaan lainnya, kata Nugroho, pemanfaatan potongan bata yang tidak utuh sebagai langkah penghematan meski hal itu dapat mengurangi kekuatan struktur pagar.

Menurutnya, bengsawan dan lapisan masyarakat penyangga yang bermukim di kawasan yang disebut Situs Karangtengah itu kemungkinan memang berasal dari golongan menengah ke bawah.

"Sehingga mereka memang biayanya terbatas sehingga bata patah pun tetap digunakan. Ini hanya dugaan-dugaan ya," ujarnya.

Terkait strata sosial dari masyarakat yang menghuni permukiman itu di masa lalu, kata Nugroho, dapat terlihat dari proporsi pecahan gerabah dan keramik yang ditemukan selama proses ekskavasi situs yang terletak di tengah area persawahan itu.

Dari ratusan pecahan keramik dan gerabah, kata Nugroho, jumlah pecahan keramik Cina hanya sekitar 10 persen dari gerabah produksi lokal.


Sebaliknya, temuan pecahan perabotan rumah tangga dari pemukiman kuno milik kaum bangsawan yang memiliki strata tinggi didominasi pecahan keramik, sebutan untuk perabotan yang terbuat dari tanah liat tetapi diproduksi dengan pembakaran suhu tinggi dan dengan hiasan glasir.

Keramik yang banyak digunakan di era Majapahit atau sebelumnya banyak didatangkan dari Cina.

"Di bekas pemukiman bangsawan strata yang lebih tinggi, komposisinya bisa terbalik, dominasi pecahan keramik Cina dan pecahan gerabah hanya 10 persen atau bahkan hampir tidak ditemukan," ujarnya.

Hingga hari keenam proses ekskavasi penyelamatan Situs Karangtengah, tidak banyak yang berhasil diungkap kecuali artefak-artefak yang meneguhkan dugaan awal situs sebagai bekas permukiman era Kerajaan Majapahit.

Nugroho menyebut pecahan-pecahan keramik yang ditemukan mencirikan buatan era Dinasti Song akhir dan Yuan di Cina, periode yang pararel dengan era Kerajaan Majapahit.

"Pecahan keramik dan gerabah yang kita temukan mayoritas berasal dari perabotan wadah, barang yang lazim ditemukan di situs bekas pemukiman kuno. Beberapa pecahan gerabah terdapat bekas digunakan berupa jelaga hitam yang menempel," ujarnya.

Tim juga menemukan lagi gandik batu yang biasa digunakan sebagai alat menumbuk ramuan jamu atau bumbu masak, sehingga sejauh ini telah ditemukan dua gandik di situs itu.

Penggalian struktur pagar membujur arah timur-barat menemukan adanya struktur diduga bekas penyekatan ruang yang berfungsi sebagai penyimpanan perabot atau dapur.

Terakhir, tim juga menemukan tiga potong tulang yang diduga tulang hewan sisa konsumsi. Temuan tulang itu sekali lagi menguatkan dugaan situs sebagai bekas permukiman kuno.

Situs Karangtengah berada di area persawahan di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. Lokasinya sekitar 100 meter dari pagar bagian belakang RSUD Mardi Waluyo yang dibangun pada awal 2000-an.

Perhatian pada Situs Karangtengah dimulai ketika struktur batu bata kuno terlihat oleh petani karena tanah tergerus air di saluran irigasi pada pertengahan tahun lalu.

Penggalian pada fase survei penyelamatan telah dilakukan oleh BPCB pada September tahun lalu.

Arkeolog memercayai Situs Karangtengah merupakan kawasan permukiman kuno setidaknya sejak era Kerajaan Majapahit dengan potensi benda cagar budaya tersebar di luasan area lebih dari satu hektar.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/02/12/175344478/bata-tak-utuh-di-struktur-pagar-permukiman-era-majapahit-situs-karangtengah

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com