Salin Artikel

Kisah Mugi, Warga Kampung Miliarder di Tuban, Menyesal Usai Jual Lahan Pertanian 2,4 Hektar, Kini Tak Punya Pekerjaan

KOMPAS.com - Mugi (59) merupakan salah satu warga kampung miliarder di Tuban, Jawa Timur.

Kurang lebih setahun lalu, warga di sejumlah kampung di Tuban mendadak kaya raya lantaran tanahnya dibeli oleh PT Pertamina untuk dijadikan kilang minyak.

Mugi turut menjual lahannya.

Perempuan tersebut menjual 2,4 hektar lahan pertaniannya. Sebagai ganti rugi, dia menerima uang lebih dari Rp 2,5 miliar.

Uang itu kemudian digunakannya untuk kebutuhan sehari-hari dan sisanya ditabung.

Kini, sekitar setahun usai tanahnya dibeli, Mugi justru menyesali keputusannya gara-gara saat ini tak punya pekerjaan.

"Ya nyesel, dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai setiap kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta, tapi sejak tak jual, saya tidak ada penghasilan," ujarnya, Senin (24/1/2022).

Ia menceritakan, sebetulnya dirinya tidak ingin menjual lahan pertaniannya. Namun, ketika berada di kebun, Mugi seringkali didatangi perwakilan dari Pertamina.

"Setiap saya di kebun, saya didatangi dan dirayu-rayu, Mas, mau diberikan pekerjaan anak-anak saya pokoknya dijanjikan enak-enak, tapi sekarang mana enggak ada," ucapnya.

Tujuan demonstrasi ini adalah untuk menagih janji PT Pertamina GRR Tuban sebagaimana yang diucapkan saat proses pembebasan lahan.

Janji tersebut yakni akan memprioritaskan warga lokal sebagai pekerja.

Menurut koordinator warga, Suwarno, pihak perusahaan ternyata mensyaratkan pekerja dari masyarakat setempat harus berusia di bawah 50 tahun.

"Ada pembatasan persyaratan usia yang dilakukan pihak perusahaan, di atas 50 tahun tidak diperbolehkan," ungkapnya, Senin.

Padahal, tutur Suwarno, kala itu perusahaan tidak menyampaikan adanya persyaratan yang mempersulit warga.

"Ini gimana pekerja kasar saja tidak diperbolehkan. Tapi, kenyataannya ada pekerja dari luar ring 1 yang usianya di atas batas umur yang ada," terangnya.

Lima tuntutan

Dalam unjuk rasa itu, warga menyampaikan lima tuntutan terhadap PT Pertamina GRR Tuban. Berikut tuntutan warga, dilansir dari Tribun Jatim:

Pertama, memprioritaskan warga terdampak terkait rekruitmen tenaga security atau keamanan.

Kedua, seluruh vendor yang ada di PT Pertamina di dalam rekruitmen tenaga kerja harus berkoordinasi dengan desa.

Ketiga, sesuai dengan janji dan tujuan pembangunan, PT Pertamina harus memberi kesempatan dan edukasi terhadap warga terdampak.

Keempat, jika PT Pertamina bisa mempekerjakan pensiunan yang notabenenya telah lanjut usia, mengapa warga terdampak yang harusnya diberdayakan malah dipersulit untuk bekerja dengan dalih pembatasan usia.

Kelima, keluarkan vendor maupun oknum di lingkup proyek PT Pertamina yang tidak pro terhadap warga terdampak.

"Aksi ini adalah buntut dari ketidak terbukaan pertamina terhadap desa di ring perusahaan, kita mendesak tuntutan direalisasikan," tandasnya.

Perwakilan PT Pertamina GRR, Solikhin, yang menemui warga, mengatakan bakal menyampaikan tuntutan itu ke pihak manajemen di pusat.

Ia mengaku tidak berhak memberikan keterangan kepada publik mengenai permasalahan tersebut.

“Ya, nanti pihak coorporate yang akan menjawab semuanya melalui lembaran press release," jelasnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Tuban, Hamim | Editor: Pythag Kurniati)

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Nasib Kampung Miliarder Tuban yang Dulu Viral, Kini Warga Jual Sapi untuk Makan seusai Lahan Dijual

https://surabaya.kompas.com/read/2022/01/25/161037278/kisah-mugi-warga-kampung-miliarder-di-tuban-menyesal-usai-jual-lahan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com