Salin Artikel

Sejarawan Universitas Negeri Malang Sebut Nama Nusantara Ingatkan Kembali Sejarah Indonesia

Namun, pemilihan nama tersebut menuai respons dari masyarakat. Ada yang beranggapan nama Nusantara terlalu mencerminkan Jawa-sentris.

Arkeolog dan pengajar Sejarah dari Universitas Negeri Malang (UM), Dwi Cahyono memandang positif penggunaan kata Nusantara untuk mengingatkan bangsa Indonesia pada sejarah masa lalu.

Menurutnya, ada semangat tersendiri pada kata tersebut untuk mengartikan makna persatuan dengan wilayah Indonesia yang luas.

"Walaupun ada yang mengatakan bahwa hal itu penggunaannya tidak tepat, saya kira dalam kaitan dengan spirit ya tepat, daripada pakai nama yang lain," kata Dwi saat dihubungi via telepon.

Ia juga tidak setuju jika ibu kota negara baru bernama Penajam Paser Utara atau Kutai Kartanegara. Sebab tata letaknya berada di dua wilayah sehingga membutuhkan nama lain.

"Berbeda dengan Jakarta hanya satu nama, ya wilayahnya di situ saja, kalau sekarang berdasarkan suatu nama daerah karena sebagian di dua daerah maka dimunculkannya nama baru," katanya.

Namun, Dwi mengingatkan, ada perbedaan makna kata Nusantara sebagai ibu kota negara dengan masa kerajaan Hindu dan Budha.

"Indonesia tetap disebut Indonesia, kalau yang direncanakan ini Nusantara digunakan untuk menyebut Ibu Kota jadi bukan negara," katanya.

Dwi Cahyono tak memungkiri, penggunaan Nusantara sebagai ibu kota negara akan mereduksi makna kata tersebut, khususnya secara luas wilayah.

Pada masa kerajaan Hindu dan Buddha, kata Nusantara dapat diartikan dengan wilayah Indonesia hingga mencapai beberapa kawasan yang saat ini berada di negara-negara lainnya.

"Ya hanya sekitar Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, hanya seluas itu yang nantinya disebut Nusantara, jadi agak menciut kalau arealnya, ini hanya pinjam nama saja," ujarnya.


Lebih lanjut, Dwi menjelaskan, makna kata Nusantara sebenarnya sudah ada sejak Kerajaan Singhasari yang dipimpin oleh Raja Kertanagara dengan istilah Cakrawala Mandala Dwipantara.

Di antara raja-raja Singhasari, Kertanagara yang pertama memiliki pandangan politik ke luar Jawa. Raja terakhir itu ingin menjadikan Kerajaan Singhasari sebagai kerajaan besar.

Cita-citanya yang awalnya akan menyatukan Jawa ditingkatkan menjadi Nusantara.

Kemudian istilah Nusantara muncul kembali pada masa Kerajaan Majapahit. Mahapatih Gajah Mada yang mengagumi sosok Kertanagara, dengan Sumpah Palapa-nya hendak menyatukan kawasan-kawasan yang ada di Nusantara.

"Pada masa kerajaan Hindu dan Buddha, istilah itu digunakan konteksnya untuk menyebut suatu kawasan yang luas. Jadi Indonesia plus sebagian dari wilayah Asia Tenggara yang berbentuk pulau-pulau termasuk semenanjung bahkan perbatasan antara Malaysia dan Thailand sebagian daerah, kemudian juga meliputi Kalimantan Utara, juga di Indonesia bagian barat, timur," jelasnya.

Di sisi lain, Dwi menilai berpindahnya ibu kota ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan hal yang menarik. Dia mengatakan Kutai Kartanegara memiliki nilai histori sebagai kerajaan.

"Pindahnya ibu kota ke Kalimantan Timur ini semacam kembali ke titik mula sejarah masa lalu, ke suatu daerah yang konon menjadi pusat kerajaan tertua di Nusantara, jadi penempatan ibu kota RI mendatang ini ya di areal mula Nusantara," ungkapnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/01/23/155600678/sejarawan-universitas-negeri-malang-sebut-nama-nusantara-ingatkan-kembali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke