Salin Artikel

Harga Minyak Goreng Naik Tinggi, Pengusaha Kerupuk di Kediri Menjerit, Ada yang Harus Tutup

KEDIRI, KOMPAS.com - Naiknya harga minyak goreng akhir-akhir ini membuat para pemilik usaha kerupuk goreng di Kediri, Jawa Timur, menjerit. Bahkan, sebagian dari mereka harus menutup usahanya.

Sebagian lainnya ada yang bertahan demi menjaga eksistensi pasar. Mereka rela mengurangi pendapatan dan berutang modal.

Herman (52), penggoreng aneka macam kerupuk yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Kediri, merupakan salah satu yang masih bertahan.

Herman mengaku harus menyesuaikan usahanya supaya bisa bertahan di tengah harga minyak goreng yang mahal.

Misalnya dengan mengurangi jumlah isi kerupuk dalam kemasannya dan mengurangi untung penjualan.

Namun, upayanya itu justru mendapat respons negatif pasar. Pembeli banyak yang enggan membeli kerupuk yang jumlahnya dalam kemasan sudah dikurangi. Pembeli seperti tidak mau tahu tentang biaya produksi yang harus dikeluarkan akibat harga minyak goreng naik.

"Karena saat saya mengurangi isi dalam kemasan, kerupuk saya enggak laku," ujar Herman saat ditemui di rumahnya, Kamis (13/1/2022).

Oleh sebab itu, pihaknya mengembalikan jumlah kerupuk dalam kemasan itu. Dia memilih berutang buat modal untuk sekadar menjaga para pelanggan dan para pekerjanya.

"Ya akhirnya ngutang untuk bertahan," ucapnya.

Dalam sehari, Herman menggoreng berbagai macam kerupuk mentah minimal 2 kwintal. Untuk menggoreng kerupuk sebanyak itu, pihaknya membutuhkan 90 kilogram minyak goreng.


Kerupuk itu lalu dikemas dalam kantong plastik dan diedarkan oleh para oleh lopernya ke pasar-pasar atau langsung ke masyarakat.

"Sekarang harga minyak Rp 18.350 per kilogram. Ini sungguh berat bagi kami. Harga Rp 15.000 pun, sebenarnya hasil yang kami dapat tipis," ungkap Herman.

Kondisi ini menurutnya merupakan situasi terparah sepanjang pengalamannya menekuni usaha penggorengan kerupuk sejak 18 tahun lalu.

Dia berharap pemerintah segera turun tangan untuk menstabilkan harga minyak goreng.

"Entah sampai kapan kondisinya begini. Semoga pemerintah mendengar masalah ini." katanya.

Usaha tutup akibat minyak goreng mahal

Kondisi yang lebih memprihatinkan dialami Kaelani (62), seorang penggoreng kerupuk asal Sumbercangkring, Gurah, Kabupaten Kediri.

Sejak tiga minggu lalu, usaha penggorengan kerupuk yang ditekuninya selama bertahun-tahun itu terpaksa tutup. Alasan utamanya karena harga minyak goreng yang mahal sehingga membuatnya susah mengatur ongkos usahanya itu.

"Selain itu harga kayu bakar juga naik," kata Kaelani.

Praktis saat ini dia menganggur. Untungnya, dia masih punya pemasukan dari hasil kebun dan toko pracangan di rumahnya.

"Kalau harga minyak kembali normal, ya, mungkin menggoreng lagi," ujarnya.


Kebijakan Pemda

Pemerintah Kota Kediri mencatat, sejak beberapa bulan ini minyak goreng menjadi salah satu dari sepuluh komoditas penyumbang inflasi di wilayahnya. Minyak goreng mengalami kenaikan harga sebesar 5,41 persen dengan andil penyumbang inflasi sebesar 0,075 persen.

Sampai dengan saat ini, harga minyak goreng di Kota Kediri berkisar di harga Rp 18.000 hingga Rp 20.000.

Hal itu berdasarkan siaran pers dari Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kota Kediri pada Kamis.

Oleh sebab itu Pemkot bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan menggelar operasi pasar pada 14 dan 15 Januari 2022 di dua tempat, yaitu kantor UPT Perlindungan Konsumen dan Kelurahan Banjaran.

Pada operasi pasar tersebut, minyak goreng akan dijual dengan harga Rp 14.000 per liter. Syarat untuk mendapatkannya harus membawa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP). Satu KTP bisa membeli maksimal dua liter dan satu orang bisa membawa maksimal enam KTP.

Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar mengatakan, inflasi Kota Kediri tahun 2021 memang relatif rendah yakni 1,64 persen. Namun, Pemerintah Kota Kediri melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) terus berupaya menekan harga komoditas penyumbang inflasi salah satunya dengan operasi pasar minyak goreng.

Diharapkan, operasi pasar itu membantu masyarakat Kota Kediri untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng. Serta menjaga agar inflasi rendah dan terkendali.

“Operasi pasar ini diutamakan untuk masyarakat Kota Kediri. Jadi silakan datang dengan membawa fotokopi KTP. Kita akan terus berupaya untuk menekan harga minyak agar bisa dijangkau oleh masyarakat,” ujar Abu Bakar dalam siaran pers itu.


Pelaksana Tugas Kepala Disperdagin Pemkab Kediri, Tutik Purwaningsih mengatakan, pihaknya sudah menggelar bazar murah beberapa waktu lalu.

"Menjelang Nataru kemarin kami menggelar bazar murah. Termasuk minyak goreng," ujar Tutik.

Terkini, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Bulog perihal masalah minyak goreng tersebut, namun menurutnya belum ada solusi.

"Begitu juga program dari pusat yang kabarnya jual minyak Rp 14.000, juga belum ada kejelasan regulasinya," jelas Tutik.

Sehingga, saat ini yang dilakukanya adalah terus melakukan pemantauan lapangan agar kondisinya tidak memburuk.

"Dengan harapan tidak sampai ada penimbunan atau kelangkaan yang dapat memperparah situasi dan meresahkan konsumen minyak," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/01/13/200546378/harga-minyak-goreng-naik-tinggi-pengusaha-kerupuk-di-kediri-menjerit-ada

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com