Salin Artikel

Hari Pahlawan: Mengenal Gedung "Singa" Algemeene di Surabaya

Kuncarsono Prasetyo, Pendiri dan Koordinator Begandring Soerabaia mengaku terkejut saat mengetahui gedung ini terancam berpindah tangan pemilik.

Begandring Soerabaia sendiri adalah forum komunitas-komunitas warga yang memiliki perhatian pada budaya dan sejarah Surabaya.

Mereka kemudian mendengungkan wacana penjualan Gedung Algemeene yang berstatus sebagai bangunan cagar budaya Surabaya. Tujuannya, supaya proses ini menjadi perhatian banyak pihak.

"Kami berupaya untuk menggagalkan pelelangan tersebut," kata pada Jumat, 16 April 2021 dikutip dari nationalgeographic.grid.id.

Perusahaan asuransi, ada sejak tahun 1901

Keberadaan gedung tersebut petama kali diumumkan oleh sebuah surat kabar pada Rabu, 13 Maret 1901.

"Di lokasi terbuka di Willemskade, yang telah dibeli oleh Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, sebuah bangunan besar yang indah dengan satu lantai akan muncul," tulis surat kabar tersebut.

Berita dari surat kabar berbahasa Belanda itu dikutip oleh Obbe Norbruis dalam bukunya yang berjudul Alweer een sieraad voor de stad: Het werk van Ed. Cuypers en Hulswit-Fermont in Nederlands-Indië 1897-1927.

Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam berarti Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Tunjangan Hidup Amsterdam.

Warga sekitar menyebut gedung tersebut 'De Algemeene' atau 'Gedung Singa' karena terdapat patung singa bersayap di depan gedung.

Sedangkan Willemskade adalah toponimi sebuah jalan tepian sungai, yang kini lebih dikenal sebagai Jalan Jembatan Merah.

Kata "kade" sendiri merujuk pada dermaga atau jalan yang dibatasi oleh sungai dan gedung ini menempati Willemskade 3.

Namun proposal desain Hulswit ditolak, sehingga arsitek lain bernama Hendrik Petrus Berlage (1856-1934) ditunjuk sebagai perancangnya.

Berlage adalah seorang arsitek kelas dunia yang karya-karya bangunannya masih kokoh berdiri hingga saat ini dan terus dikagumi banyak orang, termasuk oleh para arsitek masa kini.

"Di dunia arsitektur kan ada nama-nama besar. Salah satu yang dikenal dan diakui dan nggak usah diperdebatkan lagi adalah Hendrik Petrus Berlage," kata Bambang Eryudhawan, arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung yang memiliki perhatian pada bangunan-bangunan tua bersejarah.

Ia menyebutkan jika salah satu masterpiece Berlage adalah Beurs van Berlage yang berada di Amsterdam, Belanda.

Beurs van Berlage dulu dipakai sebagai gedung bursa saham di Amsterdam dan sekarang menjadi tempat pameran.

Gedung Algemeene di Jalan Jembatan Merah, Surabaya, yang kini milik PT Asuransi Jiwasraya adalah karya Berlage yang pertama di Indonesia.

Sementara karya keduanya adalah Gedung NV Assurantie Maatschappij de Nederlanden van 1845 di Pintu Besar, kawasan Kota Tua Jakarta, yang kini dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).

Yang menarik dari desain Beurs van Berlage adalah fasad gedung besar tersebut mengekspos kekhasan batu bata merah.

"Dia (Berlage) memberikan inspirasi pada arsitek besar dunia lainnya, namanya Mies van der Rohe. Jadi Mies van der Rohe melihat gedung (Beurs van Berlage) itu waktu diajak bapaknya pergi ke Amsterdam. Dia terpukau bahwa ada sebuah arsitektur yang disusun dari batu bata," kata Eryudhawan.

Menurut Yudha, desain dua patung singa bersayap itu yang menbuat bangunan tersebut dikenal sebagai gedung singa. Dua patung singa tersebut dipengaruhi dengan kemunculan penemuan arkeologi di Mesir saat bangunan tersebut dibangun.

"Karena temuan hasil eksplorasi-eksplorasi Eropa ke Mesir itu kemudian menimbulkan eksotisme baru di Eropa. Bukan cuma dari sisi pengetahuan, tapi juga kebudayaan Mesir kuno itu muncul di museum-museum di Eropa," kata pria yang akrab dipanggil Yudha itu.

Menurutnya Gedung Algemeene menampilkan gaya arsitektur Art Nouveau yang khas dan mewakili gaya arsitektur pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

"Dengan ruang terbatas dia (Berlage) mampu menciptakan ruangan yang monumental," kata Yudha. "Floor to ceiling-nya (jarak lantai ke atapnya) kan tinggi di lantai pertama."

Selain itu, Berlage juga meninggalkan jejak khasnya dengan memanfaatkan batu bata merah untuk menyusun gedung tersebut, termasuk pada semua arch atau bagian lengkungannya.

Yudha berkata, "Dia masih pakai struktur bata. Makanya semua bukaan-bukaan besarnya itu pakai pelengkung, ya."

Mosaik tersebut adalah karya Jan Toroop seorang pelukis bergaya pointillisme, simbolisme, dan art-nouveau. Dia berdarah Jawa-Belanda yang lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 20 Desember 1858.

Ayahnya seorang Jawa-Belanda yang menikahi perempuan berdarah Inggris. Seniman yang religius ini wafat pada 3 Maret 1928 di Den Haag, Belanda.

"Ada karya-karyanya Jan Toroop. Jan Toroop itu seniman kelahiran Purworejo. Jan Toroop juga terkenal. Disebut sebagai salah satu seniman modernis awal yang memberikan kontribusi pada dunia seni rupa di Eropa, tapi dia orang Belanda kelahiran Purworejo," beber Yudha.

Di mosaik tersebut ada angka “1880” yang diapit jam pasir yang menunjukkan tahun pendirian perusahaan tersebut yang beroperasi pada 1 Januari 1880 di Amsterdam, Belanda.

Sedangkan, “Rozenburg” dalam mosaik itu merupakan pabrik porselen di Den Haag yang mengolah desain karya sang seniman.

"Di sebelah kiri-kanan pintunya terdapat dua patung singa bersayap hasil karya pematung Belanda Joseph Mendes da Costa, yang memperlihatkan bahwa uang dari pelanggannya dijaga dengan aman," ungkap Olivier.

"Di atas pintu dipasang lukisan keramik hasil karya pelukis Jan Toorop dengan gambaran alegoris yang memuliahkan misi perusahaannya."

Olivier menambahkan bahwa sang arsitek Hendrik Petrus Berlage membuat rancangan tanpa melihat lokasi dengan mata kepalanya sendiri.

"Karena baru pada 1923 ia mengunjungi Hindia Belanda untuk pertama kalinya."

Berlage menerima pesanan untuk merancang kantor ini karena sebelumnya sudah mendesain bangunan lain untuk perusahaan Algemeene di Belanda.

Kantor Algemeene di Surabaya mengikuti konsep tradisional khas Belanda yakni sederet bangunan yang menghadap ke kanal, dengan fasad indah yang representatif untuk status pemiliknya.

"Sebagai gaya utama, kantor Algemeene memakai arsitektur Rasionalisme, sebuah gaya desain bangunan dalam gerakan modernisme awal," ujar Olivier.

"Yang diutamakan adalah kejelasan dan kesederhanaan dalam keteraturan serta kesatuan, tanpa menerapkan banyak ornamen."

Senada dengan pemaparan Yudha, Olivier juga mengungkapkan bahwa ciri khusus Berlage adalah lengkungan batu-bata ada dindingnya.

"Lengkungan tersebut bisa dianggap sebagai pengembangan lanjutan dari pintu berbentuk ladam yang terinspirasi dari gerbang bulan tradisional Tionghoa."

Dalam gedung Algemeene terdapat elemen yang dipinjam dari historisme adalah bidang simetris ketat khas Neoklasik.

Sementara itu rangka batang kayu pada fasad depannya terinspirasi dari gaya arsitektur lama di Eropa.

Lalu apa makna dua patung singa karya Mendes dan mosaik besutan Toorop di fasad depan Algemeene?

"Patung singa dan lukisan keramik yang menghias bangunannya masing-masing memperlihatkan elemen dari Mesopotamia dan Mesir kuno, yang melambangkan keabadian," ungkap Olivier.

"Pesannya: uang pelanggan akan aman untuk selamanya."

"Cara untuk menggagalkan lelang itu macam-macam. Salah satunya, yang paling utama adalah Perda (Peraturan Daerah) Cagar Budaya Kota Surabaya yang mewajibkan pemilik bangunan cagar budaya di Surabaya untuk menawarkan ke pemerintah kota sebelum menjualnya ke publik. Jadi itu yang harus dilalui," ungkapnya kepada National Geographic Indonesia.

"Jika itu tidak dilalui, seharusnya upaya lelang tersebut batal demi hukum."

Namun demikian, Yudha, yang juga merupakan anggota Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta, mempunyai pendapat agak berbeda terkait upaya penggagalan penjualan gedung ini.

Menurutnya, penjualan tak masalah dilakukan, yang terpenting nilai arsitektur dan sejarah bangunan Gedung Algemeene tetap terjaga.

Karena gedung tua berlantai dua ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Kota Surabaya.

"Dijual sih boleh, cuma kan sebagian orang merujuk pada undang-undang bahwa opsi pertama harus dibeli oleh pemerintah," jelas Yudha.

"Dijual kepada siapa pun boleh. Cuma kan karena sudah cagar budaya, pembelinya pun terikat dengan ketentuan untuk tetap menjaga keaslian bangunan tersebut," kata dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2021/08/11/062600778/hari-pahlawan-mengenal-gedung-singa-algemeene-di-surabaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke