SIDOARJO, KOMPAS.com - Terminal Bungurasih atau Purabaya nyaris tak pernah tidur.
Terminal yang disebut-sebut tersibuk di Jawa Timur ini menyimpan segudang ceritanya.
Sopir, kondektur, pedagang asongan, dan pengamen mengadu nasib mengais rezeki di tempat yang berada di perbatasan Surabaya-Sidoarjo ini.
Bus-bus yang mengantar penumpangnya ke luar daerah dan provinsi mengeluarkan asap hitamnya, berlalu lalang saling bergantian memarkir kendaraan.
Belum lagi, koper dan kardus yang disulap menjadi tas kertas terasa berat saat dipikul pemiliknya yang hendak menuju bus tujuan ke shelter.
Baca juga: Perjalanan Berjam-jam, Warga Madiun Balik Mudik ke Singaraja Bali dari Terminal Bungurasih
Sentot (60) adalah satu orang yang selalu sibuk riwa-riwi di shelter 8 Terminal Bungurasih Sidoarjo, area bus jurusan Ponorogo menjemput penumpang.
Hampir jarang melihatnya duduk santai, selain sedang makan.
Rambutnya tipis, seragam perusahaan Restu berwarna hijau cerah, menenteng tas polo cokelat yang sudah pudar.
Bundelan tiket dan spidol hitam tak pernah lepas dari tangannya.
Dia selalu dikejar-kejar penumpang yang akan menuju Kabupaten Madiun dan Ponorogo.
Sentot seperti kunci bagi penumpang yang ingin mendapatkan tiket bus dengan harga miring.
“Kalau saya ini promo, kalau masuk dalam (area ruang tunggu Terminal) harga tiketnya tidak promo,” katanya, Rabu (2/7/2026).
Sentot bukan calo yang selalu menjadi momok bagi penumpang awam di Terminal Bungurasih. Dia adalah orang yang khusus menjual tiket promo.
“Kalau hari biasa itu enggak terlalu. Tapi, kalau Jumat sama hari-hari besar, saya dikejar-kejar karena bisa 900 penumpang. Hari libur (terjual) 1.000 orang bisa,” ucapnya terkekeh.
Misalnya, harga tiket normal ke Ponorogo sebesar Rp 90.000. Namun, kalau beli ke Sentot, penumpang bisa mendapat harga Rp 60.000.