SURABAYA, KOMPAS.com - Perayaan Natal tahun ini di Surabaya berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab warga harus merayakannya di tengah kondisi banjir.
Malam sebelum Natal, Cahaya (39) bersama istri, anak, dan ibunya seharusnya pergi ke Gereja Kristen Jawi Wetan, Rungkut untuk mengikuti ibadah misa.
Namun, rencana tersebut terpaksa ditunda akibat rumahnya yang beralamat di Perum Griya Mapan Sentosa terendam banjir setinggi mata kaki.
Baca juga: Khidmat Natal di Lapas Cirebon, Remisi hingga Antre Wartel
Sejak Selasa (24/12/2024) pukul 14.00 WIB hingga 18.00 WIB, hujan dengan intensitas tinggi mengguyur kawasan Surabaya dan sekitarnya, mengakibatkan banjir di sejumlah titik.
"Waktu misa semalam terpaksa nggak ikut karena harus nguras rumah," ujar Cahaya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (25/12/2024).
Kue-kue yang sebelumnya tertata rapi di atas meja terpaksa dibungkus kembali agar tetap renyah, begitu pula dengan pohon Natal yang terhias di sudut rumah.
"Pohon Natalnya sudah saya beresin karena tadi kena banjir," jelasnya.
Baca juga: Cerita Warga Krayan Mudik Natal, Berebut Pesawat Sampai Bermalam di Hutan
Karena kondisi rumah yang terendam, Cahaya dan keluarganya tidak dapat melaksanakan tradisi Natal dengan menerima tamu dari teman dan sanak saudara.
"Airnya masuk rumah semata kaki. Kalau tetap maksa diadakan open house, nanti nggak enak sama tamu-tamu yang notabene adalah saudara," tutur dia.
Di keluarga besarnya, hanya ibunya yang merupakan anggota tertua. Setiap Natal, suasana rumahnya selalu dipenuhi riuh pikuk saudara.
"Sedih, mengingat yang namanya tragedi itu tidak ada jadwalnya di kalender, maka dengan berat hati dibatalkan," ungkapnya.
Pada hari Natal, Selasa (25/12/2024), sebelum pergi ke gereja, tidak ada menu khusus yang tersaji di meja makan.
Bakso, tahu petis, dan lalapan yang direncanakan pun tidak jadi disantap.
"Ternyata kata ibuku semua rencana masakan itu dibatalkan karena banjir malam kemarin," bebernya.
Meski sempat dilanda banjir, Cahaya dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke gereja dan beribadah, serta bertemu jemaah lain yang merayakan Natal dengan penuh kehangatan.
Mereka kompak mengenakan kemeja dan gaun berwarna putih tanpa corak, menunjukkan kesederhanaan di suasana Natal.
"Sebab ini ngingetin aku pada kesederhanaan saat kelahiran Yesus Kristus. Justru buatku dan keluarga, ini momentum untuk lebih mendekatkan diri sama Tuhan," ucapnya.
Bagi Cahaya dan umat Kristen lainnya, meskipun dilanda banjir, Natal tetap harus dihayati dan dimaknai sebagai sumber harapan, kekuatan, dan ketabahan.
"Esensi dan fokus Natal tahun ini akhirnya bukan lagi tentang perayaan fisik, tapi lebih kepada meningkatkan spiritualitas dan kebersamaan bersama keluarga," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang