LUMAJANG, KOMPAS.com - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono menyebut, kerja pemerintah tidak terganggu dengan adanya penetapan empat tersangka baru kasus suap dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Adhy, saat ini kinerja DPRD Jawa Timur dalam membahas Perda APBD Perubahan tetap terlaksana sesuai jadwal.
"Sampai saat ini tetap terjadwal kita sedang paripurna APBD Perubahan, jadwalnya besok (Kamis)," kata Adhy di Lumajang, Rabu (17/7/2024).
Baca juga: Kasus Suap Dana Hibah Jatim, KPK Sita Uang Rp 380 Juta hingga Kuitansi Penerimaan Miliaran Rupiah
Adhy menyebut, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Namun, ia memastikan, anggota DPRD Jawa Timur yang lain masih bekerja dan tidak terganggu dengan kasus tersebut.
"Kita mengikuti saja, kita belum tahu, tapi beliau-beliau masih bekerja," jelasnya.
Baca juga: Kasus Suap Dana Hibah Pemprov, KPK Geledah Banyak Tempat di Jawa Timur
Sebelumnya diberitakan, empat anggota DPRD Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dugaan suap dana hibah Pemprov Jawa Timur.
Selain itu, terdapat 17 tersangka lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka. 17 orang ini disebut sebagai pemberi suap. Mirisnya, dari 17 nama terdapat dua orang yang merupakan penyelenggara negara.
Meski begitu, KPK belum mengumumkan dengan detail siapa saja nama-nama tersangka baru yang dijadikan tersangka.
Namun, sedikitnya sudah ada 8 kabupaten dan kota di Jawa Timur yang telah digeledah KPK. Di antaranya, Surabaya, Gresik, Tulungagung, Pasuruan, Blitar, Bangkalan, Sampang, dan Sumenep.
Akibat penggeledahan ini, satu anggota DPRD Jatim dari fraksi PDI-Perjuangan asal Kabupaten Bangkalan, Mahfud, mengundurkan diri.
Rumah Mahfud jadi salah satu yang digeledah KPK. Saat penggeledahan, KPK menyita uang Rp 300 juta dan dua buah telepon seluler.
Sebagai informasi, kasus suap dana hibah Pemprov Jatim berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak.
Sahat didakwa menerima suap Rp 39,5 miliar dan divonis hukuman penjara 9 tahun.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang